Sabtu, 24 Oktober 2009

Menyoal Korupsi Aliran Dana Publik ke Bank Century

“STATE CAPTURE CORRUPTION :
“Menyoal Korupsi Aliran Dana Publik ke Bank Century”



Cita-cita bangsa yang merdeka berupa terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera, yang menjadi soul and spirit proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetap diperjuangkan oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Namun hasilnya masih jauh dari harapan. Satu aspek mendesak yang wajib hadir dalam kehidupan bangsa dewasa ini adalah integritas negara—bangsa yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat. Hal ini menjadi tanggung jawab konstitusional pengelola kekuasaan negara. Tantangan paling serius dan berat bagi pengelola kekuasaan negara untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu—adalah memberantas korupsi yang telah menjadi “penyakit kronis” bangsa Indonesia.

Korupsi telah mengakibatkan gagalnya negara menjalankan politik yang seharusnya “...a noble quest for a good justice”, yang menguntungkan rakyat. Praktek korupsi menghisap hasil pembangunan untuk dinikmati segelintir orang, sebaliknya, menyengsarakan rakyat banyak. Saking kronisnya, Indonesia terus tercatat sebagai “juara dunia” di antara negara-negara yang tingkat korupsinya tinggi di dunia. Kondisi inilah yang membuat kinerja pemerintahan, baik di masa rejim otoriter orde baru sampai (bahkan cenderung lebih parah) pemerintahan-pemerintahan era reformasi, sangat buruk, khususnya dalam menjalankan fungsi dan tugas negara yang melayani dan pro kepentingan rakyat banyak.

Namun, walaupun telah menggerogoti kemampuan negara dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, korupsi jenis ini masih dikategorikan sebagai “korupsi biasa”. Ada satu jenis korupsi yang “paling berbahaya” yang sedang melumpuhkan kemampuan bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita kemerdekaannya yaitu “state capture corruption”, korupsi sandera negara. Melalui konspirasi berbagai kekuatan ekonomi-politik internasional, yang disebut sebagai korporatokrasi internasional, mereka menguasai ekonomi, politik, dan sampai batas tertentu pertahanan keamanan kita. Kekuasaan negara seperti Pemerintah (eksekutif), DPR (legislatif) dan Mahkamah Agung (yudikatif) secara sadar atau tidak telah membuat keputusan-keputusan dalam rangka menghamba pada kepentingan asing dan melakukan korupsi yang paling berbahaya, karena yang dipertaruhkan adalah kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, bahkan kedaulatan pertahanan keamanan bangsa Indonesia.

State capture corruption terwujud dalam pembelian berbagai dekrit politik, pembuatan undang-undang dan kebijakan-kebijakan pemerintah oleh sektor korporat dan penyalahgunaan wewenang dalam mendatangkan keuntungan-keuntungan ekonomi. Dengan kata lain sebuah korporasi atau gabungan korporasi asing (korporatokrasi internasional) lewat pemerintah yang sedang berkuasa mampu membeli peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, mendiktekan kontrak harga di bidang pertambangan, dan di bidang-bidang lainnya seperti perbankan, pertanian, kehutanan, pendidikan, dan lain sebagainya. Akibatnya pemerintah sendiri hanya sekedar kepanjangan tangan korporasi-korporasi besar.

Salah satu kasus korupsi, disebut juga kejahatan ekonomi, yang merefleksikan “state capture corruption” adalah kasus aliran dana publik dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) ke Bank Century yang telah menjadi sorotan publik. Kasus Bank Century ini sesungguhnya mencakup dua masalah utama, yakni 1). penipuan manajemen terhadap nasabah; 2). Kebijakan pemerintah tentang aliran dana publik dari LPS ke Bank Century.

Secara ringkas masalah aliran dana publik dari LPS ke Bank Century ini dapat digambarkan sebagai berikut. Bermula dari 20 November 2008, kondisi likuiditas Bank Century terus memburuk secara drastis, diikuti dengan penurunan rasio kecukupan modal (CAR). Apabila memasukkan koreksi hasil pemeriksaan per 31 Oktober 2008, CAR Bank Century terus menurun menjadi negatif. BI (Bank Indonesia) kemudian menetapkan Bank Century sebagai “Bank gagal”. Atas permintaan BI, pada 20 November 2008 KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) mengadakan rapat dan memutuskan bahwa Bank Century adalah “bank gagal” yang berdampak sistemik, dan diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

Pada 23 November 2008, dialirkan dana Rp. 2,776 triliyun ke Bank Century untuk CAR 8 % dibutuhkan Rp. 2,655 triliyun, dalam peraturan LPS dapat menambah modal sehingga CAR 10 % yaitu Rp. 2.776 triliyun. Pada 5 Desember 2008 dialirkan Rp. 2,201 triliyun untuk memenuhi ketentuan kebutuhan CAR berdasarkan hasil assessmen BI atas perhitungan Direksi Bank Century. Pada 21 Juli 2009 ditambahkan lagi Rp. 0,63 triliyun untuk menutup kebutuhan CAR berdasarkan assessmen BI atas hasil audit kantor akuntan publik. Tambahan Rp. 1,7 triliyun juga datang dari pemerintah untuk “bailout” Bank Century, walaupun sudah diketahui sebagai “Bank gagal” oleh Bank Indonesia. Intinya, KSKK masih saja memberi tambahan Rp. 4,9 triliyun ke Bank Century sekalipun telah diketahui Bank ini tergolong “Bank gagal”.

Kebijakan-kebijakan Pemerintah tentang aliran dana publik lebih Rp. 6 triliyun ke Bank Century dan tanpa persetujuan dan penolakan dari DPR menunjukkan adanya indiaksi “state capture corruption”, yakni kebijakan-kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal Bank Century (termasuk orang asing) dan korporat-korporat yang memiliki dana di Bank Century, sementara kepentingan nasabah kebanyakan diabaikan hingga kini. Kebijakan-kebijakan ini sesungguhnya merugikan keuangan publik.

Masalah berikutnya berkaitan dengan tuntutan publik, khususnya kalangan nasabah Bank Century, agar dana mereka dikembalikan Bank Century. Hingga kini, mereka terus berjuang baik melalui jalur hukum maupun politik, namun Pemerintah maupun Bank Century ( kini Bank Mutiara) belum juga memenuhi tuntutan mereka ini. Pada umumnya nasabah yang menuntut ini tergolong nasabah kecil, bukan korporat. Sekalipun mereka melalui jalur hukum telah berhasil memenangkan perkara, dan manajemen Bank Century, diputuskan Pengadilan sebagai fihak bersalah (Pengadilan DI Yogyakarta), namun tetap saja Pemerintah tidak menindak lanjuti keputusan itu dalam bentuk pengembalian dana nasabah kecil-kecil ini.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda