KINERJA JOKOWI URUS PERINDUSTRIAN
Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)
Bidang perindustrian salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan Presiden Jokowi. Tim Studi NSEAS menilai kritis kinerja Jokowi urus perindustrian berdasarkan standar kriteria:
1. Janji lisan kampanye Jokowi saat Pilpres 2014.
2. Janji tertulis kampanye Jokowi saat Pilpres 2014 tertuang di dlm dokumen NAWACITA yang diserahkan kepada KPU.
3. RPJMN 2015-2019 yang disusun dan diterbitkan Presiden Jokowi.
4. Renstra Kementerian Perindustrian 2015-2019.
Saat kampanye lisan Pilpres 2014, Jokowi berjanji akan:
1.Membangkitkan industri mobil nasional, agar merek2 lokal punya posisi sejajar dgn merek mobil internasional. Hingga 3,5 tahun jadi Presiden, Jokowi belum tepati janji ini. Ada memang klaim Hendropriyono (31 Des 2017), mobil nasional bermerek Esemka bakal diluncurkan pd 2018. Hingga kini belum faktual.
2.Membangun industri maritim. Belum terlihat secara faktual kemajuan janji ini.
3. Meningkatkan industri kreatif sbg salah satu kunci kesejahteraan masyarakat. Masih dlm proses, telah dibentuk lembaga kementerian khusus bidang ini.
Janji tertulis tertuang di dlm dokumen NAWACITA:
1. Mengembangkan industri manufaktur utk pengolahan sumber daya alam yg selama ini diekspor dlm bentuk bahan mentah. Kita tunggu data realisasinya.
2.Mengurangi bertahap kandungan impor dlm industri manufaktur Indonesia. Kita tunggu data realisasinya.
3. Mengembangkan 5-7 sentra industri baru di koridor luar Jawa.
Ada lima Koridor di luar Jawa, yakni 1. Sumatera; 2. Nusa Tenggara-Bali; 3. Kalimantan; 4.Sulawesi; 5. Papua dan Maluku. Jika setiap Koridor dibangun rata-rata 6 sentra industri baru, minimal 5 tahun terbangun 30 sentra, atau 6 sentra pertahun. Kita tunggu data realisasinya.
4.Proteksi HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).
5.Promosi produk manufaktur nasional dan mengembangkan industri UKM dan Koperasi utk meningkatkan nilai tambahnya. Belum terlihat ada promosi menonjol.
6. Memfasilitasi kemitraan antara Industri dan Perguruan Tinggi dlm kerjasama R&D pengetahuan dan teknologi yg dapat diaplikasikan utk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional. Kita tunggu data realisasinya.
7. Memberi fasilitas fiskal dan non fiskal utk mempomosikan HAKI nasional di pasar global. Masih belum terealisir.
Berdasarkan RPJMN 2015-2019, Jokowi akan melaksanakan al.:
1.Membangun 14 Kawasan Industri (KI) di luar Jawa dan 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM).
2. Menumbuhkan populasi industri dgn target 9.000 usaha industri berskala besar dan sedang. 50 % tumbuh di luar Jawa, tumbuhnya 20 ribu unit usaha industri kecil.
3. Meningkatkan nilai ekspor dan nilai tambah per tenaga kerja.
Tahun petama pemerintahan Jokowi-JK, utk realisasi pembangunan KI:
1. Telah dilakukan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang di 13 KI dan penyusunan DED (Detail Engineering Design) di 11 KI wilayah Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku dan Sulawesi capaian 75 %.
2. Telah difasilitasi pembangunan KI Sei Mangkir Sumut.
3. Telah diresmikan KI Morowali, Sulteng, Industri Smelter Nikel PT. Sulawesi Mining Investment, pembangunan gedung pusat inovasi logam serta gedung Politeknik Industri di KI Morotai.
Dari sisi konstruksi, semua upaya tahun pertama ini masih tahap persiapan atau pra konstruksi. Masih jauh utk tahap pasca konstruksi (operasional).
Selanjutnya, Pemerintah melalui Renstra Kemenperin 2015-2019 akan melaksanakan al.:
1.Pembangunan 7 KI dan 11 SIKIM di Sumatera dan Kalimantan
2. Pembangunan 2 KI dan 15 SIKIM di Jawa dan Bali.
2. Pembangunan 7 KI dan 11 SIKIM di Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Papua.
Dari data diatas, utk luar Jawa Pemerintah akan membangun 14 KI dan 22 SIKIM selama 5 tahun. Setidaknya 4 SIKIM di luar Jawa terbangun pertahun. Terealisasikan? Kita tunggu data dari Pemerintah.
Baru sekitar setahun pemerintahan Jokowi-JK, Menteri Perindustrian, Saleh Husein, dicopot. Beragam alasan muncul di publik mengapa Menteri ini dicopot. Salah satunya, karena kinerja buruk. Tidak ada kebijakan dibuat utk mendukung kemajuan industri dalam negeri. Namun, setelah diganti Kader Golkar, Airlangga Hartarto, adakah kebijakan Menteri Pengganti ini mendukung kemajuan industri dalam negeri? Tidak juga !
Bahkan, setahun Pemerintahan Jokowi-JK, (era Menteri Saleh Husein), ada penilaian Pihak Pemerintah, saat Triwulan II tahun Bb sektor industri pengolahan non-migas mampu tumbuh sebesar 5,27%, meningkat dibandingkan pertumbuhan Triwulan I 2015 sebesar 5,21%. Sedangkan secara kumulatif pada Semester I 2015, pertumbuhan industri pengolahan non-migas mencapai 5,26%. Pertumbuhan ini
melampaui pertumbuhan ekonomi pada Semester I 2015 sebesar 4,70%.
Sektor industri pengolahan non-migas memberikan kontribusi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB). Pd Semester I 2015 berkontribusi 18,20%. Kontribusi terbesar dibandingkan sektor ekonomi lain. Maka, industri pengolahan non-migas masih menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Masih setahun era Jokowi, realisasi investasi di sektor industri, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Semester I 2015 total Rp 110,22 triliun, meningkat dibandingkan Semester I 2014 sebesar Rp 107,08 triliun.
Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, sudah era Menperin Airlangga Hartarto, ternyata kondisi industri dalam negeri merosot. Terjadi perlambatan pertumbuhan industri pengolahan sesuai Indeks manufaktur kuartal III/2016. Berdasarkan nilai Prompt Manufacturing Index (PMI) diketahui mengalami degradasi menjadi 48,74 %, turun dari kuartal sebelumnya sebesar 52,38 %. Menurut Survei Bank Indonesia, kinerja industri pengolahan meski tetap tumbuh, namun terindikasi melambat dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) 1,09 % atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya 3,41 %.
Pertumbuhan industri pengolahan non migas juga kian mengkhawatirkan. Pd kuartal I/2016 pertumbuhan hanya mencapai 4,46%, atau lebih rendah dibandingkan periode sama 2015. Angkanya, 5,26%.
Sudah tiga tahun pemerintahan Jokowi -JK, proses de-industrialisasi terus berjalan.
Salah satu faktor menahan pertumbuhan industri adalah sisi ekspor masih bergantung pada komoditas. Selain itu, pertumbuhan sektor formal jauh lebih lambat ketimbang nonformal, terutama bidang manufaktur. Investasi pun masih melambat.
Para ekonom kritis menilai, tidak ada kemajuan dan terus berlangsung de-industrialisasi. Pemerintah gagal urus bidang perindustrian. Beberapa alasan, yakni:
1. Terus berlangsung de- industrialisasi sehingga terus berkurang kontribusi sektor industri terhadap PDB.
2. Tak mampu melindungi industri nasional dari persaingan dgn perusahaan swasta dan BUMN asing.
Di lain pihak, Mantan Menkeu, Fuad Bawazier, juga menilai, sektor industri merupakan penyumbang pajak (tax revenue) sebesar 31% cenderung menciut karena terjadinya de-industrialisasi yaitu dari 28% (1997) menjadi 20% PDB (2017). Maknanya, dari tahun ke tahun kontribusi sektor industri terhadap pajak terus merosot. Era Jokowi juga tak mampu membendung kemerosotan ini.
Kinerja Jokowi urus perindustrian masih belum mampu menciptakan kondisi lebih baik, bahkan terus merosot. Urusan industri garam saja Pemerintah gagal. Tiga tahun Jokowi berkuasa, Indonesia masih saja impor garam. Alasannya masih formal dan klasik, krn kebutuhan garam lebih besar ketimbang produktivitas industri garam dlm negeri. Tak ada pengakuan krn gagal memajukan dan membesarkan usaha industri garam dlm negeri. Padahal sumber daya alam atau garis pantai/laut tersedia sangat berlebihan utk usaha industri garam. Faktanya, Pemerintah lebih utamakan impor garam bahkan terakhir, Maret 2018, Kemenperin mengakui salah menghitung kuota sehingga kebanyakan impor.
industri, terutama terkait penyerapan dan kapasitas tenaga kerja masih buruk (74 %).
Masih ada waktu 1,5 tahun lagi bagi Rezim Jokowi utk merealisir semua target capaian baik janji kampanye maupun rencana terstruktur RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kemenperin 2015-2019.
Namun, Tim Studi NSEAS sangat pesimistis, kondisi perindustrian akan lebih baik. Dari sisi kepemimpinan Menperin yg Ketua Umum Partai Golkar sangat tidak mungkin memiliki waktu dan fokus pikiran utk membuat kebijakan inovatif dan progresif sekaligus monitoring dan mengevaluasi implementasi agar mencapai sasaran. Airlangga Hartarto bagaimanapun lebih memberikan waktu dan pikiran utk Golkar dlm perebutan kekuasaan Pilkada serentak 2018, Pemilu 2019 dan juga Pilpres 2019. Beban kerja dan tanggungjawab Airlangga tentu jauh lebih besar di Golkar ketimbang Kemenperin. Jokowi tentu paham hal itu.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda