Sabtu, 22 Juli 2017

KINERJA JOKOWI URUS UTANG

FAKTA HUTANG PEMERINTAH Perkembangan utang pemerintah dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 2000: • 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%) • 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%) • 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%) • 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%) • 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%) • 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%) • 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%) • 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%) • 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%) • 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%) • 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%) • 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%) • 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%) • 2013: Rp 2.371,39 triliun (28,7%) • 2014: Rp 2.604,93 triliun (25,9%) • 2015: Rp 3.098,64 triliun (26,8%) • 2016: Rp 3.466,96 triliun (27,9%) * Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, (Selasa 27/6/2017). UTANG PEMERINTAH 2,5 TAHUN JOKOWI SETARA 5 TAHUN SBY http://finance.detik.com/read/2017/06/14/114207/3530103/4/utang-pemerintah-dalam-25-tahun-jokowi-setara-5-tahun-sby 2,5 TAHUN JOKOWI UTANG PEMERINTAH TAMBAH RP 1.067 TRILIUN, BUAT APA? https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3547764/25-tahun-jokowi-utang-pemerintah-ri-tambah-rp-1067-t-buat-apa UTANG PEMERINTAH RI JADI RP 3.672 TRILIUN, BERBAHAYAKAH? • https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3542669/utang-pemerintah-ri-naik-jadi-rp-3672-t • https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3542730/utang-pemerintah-ri-capai-rp-3672-t-berbahayakah UTANG PEMERINTAH RP 3.672 TRILIUN, INI CARA SRI MULYANI MENGURANGI https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3546278/utang-pemerintah-ri-rp-3672-t-ini-cara-sri-mulyani-mengurangi PEMERINTAH CICIL UTANG RP 324 TRILIUN DALAM 7 BULAN http://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3286614/ *Sri Mulyani Tak Bisa Jawab ke Mana Larinya Utang* http://m.metrotvnews.com/read/2017/07/25/734251/sri-mulyani-tak-bisa-jawab-ke-mana-larinya-utang ---------- _Jawaban Dari Ekonom Muda:_ *MENIMBUN HUTANG DARI CHINA UNTUK DISALURKAN KEPADA TEMAN-TEMANNYA PRESIDEN* Oleh: Salamuddin Daeng NEGARA tengah sekarat, rakyat kehidupan ekonominya semakin susah. Dalam 6 bulan terakhir daya beli masyarakat jatuh. Tapi tidak dengan oligarkhi politik di sekitar pemerintahan Jokowi. Mereka tidur di atas kasur uang. Dari mana sumbernya? Apakah pemerintah Jokowi dipercaya oleh pemberi utang? Pemerintah Jokowi bermandikan utang. Para pemberi utang menawarkan uang seperti marketing kartu kredit. Ayo buat kartu kredit, cukup menggunakan KTP. Langsung bisa cair. masalah bayar belakangan. Utang utang dan belanja belanja. Resiko urusan belakang. Negara disita deebt kolektor? Ora urus! Utang pemerintah hingga bulan Juni 2017 yang nilainya mencapai Rp. 3.8720 triliun. Selama dua setengah tahun berkuasa Jokowi Pemerintah menambah utang Rp. 1.040 triliun. Sementara utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2017 tercatat USD 333,6 miliar atau Rp 4.436 trliun. Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan tahunan utang luar negeri sektor pemerintah meningkat, sedangkan utang luar negeri sektor swasta menurun (data Bank Indonesia). Utang pemerintah kembali menyalip utang swasta. Setelah pada era SBY utang swasta konsistem melebihi utang pemerintah. Tampaknya pada era Jokowi swasta tidak perlu utang luar negeri secara langsung. Cukup menggunakan tangan pemerimtah. Swasta pada era Jokowi tidak mau tanggung resiko. Salah satu sumber utang tersebut adalah dari China. Menurut sumber resmi China, Sejak tahun 2015 China telah menyetujui memberikan 11.8 miliar dolar dan 6.8 miliar Yuan. Sehingga secara keseluruhan China menyetujui memberikan utang ke China tersebut sebesar Rp. 170 triliun (pada tingkat kurs 13.300). Dari jumlah tersebut telah terealisasi dan sekarang menjadi utang Indonesia adalah sebesar 8 miliar dolar dan 6.3 miliar yuan atau sekitar Rp. 100 triliun. (http://www.cdb.com). Konon katanya utang tersebut akan disalurkan untuk investasi sektor telekomonikasi, mineral, kehutanan dan agriculture. Namun kenyataannya utang tersebut Justru mengalir ke oligarki pemerintahan Jokowi sendiri. Sebagai contoh utang yang diberikan China sebesar $3 miliar dolar kepada tiga bank di Indonesia, konon katanya untuk membangun infrastruktur. ketiga bank tersebut adalah Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia and Bank Mandiri. Utang tersebut ternyata disalurkan oleh ketiga bank tersebut kepada Medco milik arifin Panigoro untuk mengambil alih saham Newmont senilai 2,6 miliar dolar. Ini adalah peristiwa yang aneh, mengapa bank BUMN tidak menyalurkan pinjaman ke ANTAM untuk mengambil alih saham Newmont ? Ada apa ? Bebarapa pihak lain yang kecipratan pinjaman dari China yang disalurkan melalui bank BUMN Indonesia mengalir ke oligarki penguasa sendiri. Bank BRI menyalurkan kepada PT. Poso Energy Satu Pamona, PT. Bosowa Energi, PT Semen Bosowa, PT. Kertanegara Energi Perkasa, PT. Indah Kiat. Sementara bank mandiri juga menyalurkan pinjaman tersebut kepada perusahaan lain yakni yaitu PT. Saka Energy Indonesia, PT Medco E&P Tomori Sulawesi, dan PT Medco Energy International Tbk. Perusahaan swasta lainnya yakni Sinarmas ikut menikmati pinjaman dalam jumlah besar dari sindikat bank BUMN tersebut. Padahal dalam kasus divestasi newmont Medco Energi Internasional bukan perusahaan yang cukup sehat. Dalam sektornya adalah yang cukup buruk kondisi keuangannya. Perusahaan ini memilik konsisten Equity mencapai 197.24 %, sangat besar dibandingkan dengan rata rata dalam sektor energi sebesar 46.34%(sumber reuters.com). Pertanyaannya mengapa 3 bank BUMN memberikan pinjaman kepada Medco, mengapa bukan kepada Antam yang lebih berpengalaman menambang emas dan keuangnya lebih sehat? Kabarnya Medco akan segera menjual Newmont kepada pihak lain. Perusahaan dari China kah ? Tampaknya demikian. http://m.jpnn.com/news/yusril-presiden-sudah-bisa-kena-impeachment *Yusril: Presiden sudah bisa kena Impeachment* jpnn.com, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra mengatakan masyarakat bisa melakukan penggulingan terhadap Presiden Joko Widodo, menyusul masalah utang negara. Menurut pakar hukum tata negara itu, Jokowi telah melanggar UU Keuangan, karena total utang pemerintah secara keseluruhan tidak boleh melebihi 30 persen dari APBN. Pria yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini mengungkap, utang yang dimiliki Indonesia sudah di atas 50 persen dari APBN. Sehinga Jokowi telah melanggar UU Keuangan. ‎"Utang Indonesia sudah di atas 50 persen, presiden sudah bisa (kena) impeachment‎," ujar Yusril saat ditemui JawaPos.com di Gedung Bank Bukopin, Cawang, Jakarta, Selasa (25/7). Oleh sebab itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengaku, seharusnya Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu tentang utang, ketimbang mengeluarkan Perppu Ormas. Karena dianggap lebih genting. Pasalnya utang negara telah melewati batas 30 persen dari UU Keuangan. "Jadi Jokowi baiknya mengeluarkan perppu supaya utang ‎negara bisa melebihi 50 persen," katanya. (cr2/jpc) https://www.google.co.id/amp/s/m.liputan6.com/amp/2057851/jokowi-jk-pastikan-tolak-utang-luar-negeri-jika-pimpin-ri ======== *Jokowi-JK Pastikan Tolak Utang Luar Negeri Jika Pimpin RI* Oleh Fiki Ariyanti pada *03 Jun 2014, 11:10 WIB* Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo menyatakan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) secara tegas akan menolak penambahan utang luar negeri baru apabila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) di periode 2014-2019. Hal ini tertuang dalam visi misi Jokowi-JK. Menurutnya, Jokowi-JK mempunyai visi misi untuk menjalankan sejumlah program di bidang ekonomi dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Program tersebut, berharap dapat direalisasikan secepatnya jika resmi memimpin negara ini. "Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. Menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," jelasnya saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (3/6/2014). Lebih jauh kata Tjahjo, Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program ekonomi, seperti pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara. "Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini," tutur dia. Pernyataan Tjahjo ini sekaligus menjawab kekhawatiran pengamat dan analis yang mempertanyakan pendanaan Jokowi-JK guna merealisasikan sejumlah program di bidang ekonomi. Seperti diketahui duet pasangan tersebut telah mengumumkan visi misinya. Yang paling disoroti adalah peningkatan akses penduduk miskin pada pendidikan formal dan pelatihan ketrampilan yang gratis melalui upaya penurunan tingkat kemiskinan menjadi 5%-6% pada 2019. Jokowi dan JK bakal membangun infrastruktur jalan baru sepanjang 2.000 kilometer (km) dan memperbaiki jalan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, membangun 10 pelabuhan baru, mendirikan 10 bandara baru serta membangun 10 kawasan industri baru berikut pengembangan untuk hunian buruh. Sayangnya, Ekonom Senior CSIS, Pande Raja Silalahi menyatakan, Jokowi-JK harus berpikir keras mencari dana untuk merealisasikan visi misi tersebut. Pande sendiri mengapresiasi visi misi pasangan itu karena menekankan sisi kerakyatan. Namun terpenting bagaimana cara mengimplementasikan program-program ekonomi itu. "Bagaimana mencapainya? Dari mana uangnya? Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kan terbatas, dan paling banyak tersedot untuk membiayai subsidi. Jadi perlu cari pendanaan yang lain," ujarnya. Salah satu cara, tambah Pande, berasal dari investasi swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahkan utang luar negeri. (Fik/Nrm) ======== *INI JANJI WAKTU KAMPANYE CAPRES - CAWAPRES 3 JUNI 2014.* *MEMANG LUDAH TAK BERTULANG.*  Beranda  Nasional  Ekonomi NasionalEkonomi Awas, Indonesia Bisa Terjebak Utang Seperti Negara-Negara PIGS Penulis  Djony Edward  - 4 Agustus 2017 0 69 Portugal, Irlandia, Greece (Yunani) dan Spanyol adalah negara-negara yang hingga kini terjerat utang dan mengalami gagal bayar (default). Indonesia walaupun dinyatakan aman, namun setiap saat bisa saja terjerembab dalam big trap utang yang makin melilit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Nusantara.news, Jakarta – Masih segar dalam ingatan Indonesia pernah terjerembab dalam krisis pada 1997-1998 sebagai dampak dari krisis moneter Asia. Belakangan ekonomi global melambat kembali, akankah Indonesia kembali terperangkap dalam kubangan krisis tersebut? Kalau kita perhatikan, karakter krisis dari waktu ke waktu memiliki perbedaan yang menonjol. Pertama, pada 1997 terjadi krisis nilai tukar yang menghantam baht Thailand, won Korea, yen Jepang, peso Filipina, ringgit Malaysia, dolar Singapura dan rupiah Indonesia. Indonesia terkena krisis paling lama dan paling dalam, sehingga rupiah terperosok dari Rp2.300 menjadi Rp17.000. Tapi karena krisis hanya melanda Asia, Indonesia masih bisa minta pertolongan ke Prancis, Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), dan Dana Moneter Internasioal (IMF). Krisis nilai tukar 1998 diperparah dengan krisis politik, sehingga terjadi pergantian kekuasaan. Sejak saat itu hingga kini Indonesia belum terkena krisis lagi. Namun beban utang karena krisis moneter itu masih harus ditanggung hingga 2032 nanti. Kedua, krisis KPR subprime mortgage di Amerika. Karakternya adalah krisis lokal Amerika lantaran Pemerintah George Walker Bush menerbitkan surat utang untuk membiayai KPR tanpa bunga bahkan tanpa down payment (DP). Alasannya pertumbuhan nilai harga KPR saat itu 20% per tahun, sehingga pengembang tidak perlu lagi mengejar marjin dari bunga maupun DP. Akhirnya Amerika merasakan beban berat krisis itu hingga 2012, di mana lewat kebijakan mengguyur dolar AS ke pasar, kemudian diikuti kebijakan moneter Quantitative Easing (QE) atau menarik secara perlahan dolar AS yang sudah diguyur untuk menyudahi program membanjiri dolar AS ke pasar. Selanjutnya diikuti kebijakan menaikkan suku bunga Fed Fund Rate, yang kemudian dikenal kebijakan currency war. Sambil membenahi krisis, Amerika juga menghantam mata uang yuan. Ketiga, krisis Eropa 2013 sampai sekarang. Di mana hampir seluruh negara Eropa terperangkap utang, kecuali Jerman, Turki, dan Prancis. Tapi yang paling parah adalah Portugal, Irlandia, Greece (Yunani) dan Spanyol, yang kemudian lebih dikenal sebagai negara PIGS (mirip pig, babi). Krisis ekonomi di Eropa sebenarnya sangat parah, tetapi karena tidak terjadi krisis politik, maka tidak begitu terlihat dari permukaan. Jika dilihat dari dekat segi angka-angka dasar ekonomi negara-negara besar di Eropa akan terungkap betapa besar lubang yang harus ditutupi melalui dana talangan. Inti dari krisis zona euro ini tak lain adalah ketidakmampuan negara membayar utang-utangnya. Pengalaman Yunani Guncangan pertama prahara ekonomi terbongkar ketika pemerintahan baru Yunani tahun 2009 mengetahui bahwa defisit anggarannya bukan 3,7% seperti diumumkan, tetapi sudah menyentuh angka 14% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bisa saja hal ini terjadi di Indonesia ketika terjadi pergantian rezim. Dengan kata lain, sistem perbankannya hampir gulung tikar. Dari sinilah diketahui bahwa utang pemerintah sudah menggunung sehingga negara seperti Yunani sudah di ambang kebangkrutan. Kemudian obat baru disuntikkan berupa dana talangan dari IMF dan Eropa sebesar 110 miliar euro pada Mei 2010. Dana untuk membuat Yunani segar kembali sekaligus menghindari Eropa dari krisis parah ini luar biasa besarnya. Namun, setahun setelah itu Yunani tampaknya benar-benar terjerembab, sulit bangun lagi. Gelombang kedua dana talangan disuntikkan lagi, bahkan melibatkan swasta untuk ikut menanggung beban krisis. Demikian juga Irlandia dan Portugal mendapatkan dana talangan untuk membantu agar pulih lagi. Tampaknya utang yang melanda negara-negara yang tergabung dalam PIGS sudah mengarah pada gagal bayar (default). Khusus Yunani sudah dua kali mengalami default, sementara yang lainnya tinggal menunggu waktu. Bagimana dengan Indonesia? Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan utang negara masih dalam kondisi aman dengan rasio di bawah 30% terhadap PDB. Sri mengatakan utang pemerintah saat ini masih lebih rendah dari rata-rata yang dimiliki G20 atau negara yang memiliki perekonomian besar. Rasio utang Indonesia saat ini mencapai 28% terhadap PDB dengan nilai nominal sebesar Rp3.672,34 triliun, sementara defisit ditargetkan sebesar 2,92%. Sehingga tiap warga negara Indonesia harus menanggung beban sekitar Rp14,24 juta. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pernah menyebutkan tiap warga negara Amerika Serikat kini menanggung utang pemerintah sekitar US$62 ribu (Rp824,6 juta) sementara di Jepang masyarakatnya memiliki utang sebesar US$82 ribu (1,09 miliar) per orang. Menkeu mengatakan dengan defisit anggaran sekitar 2,92%, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat di atas 5%. “Stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif,” kata dia. Pemerintah merencanakan menambah utang sebesar Rp76,6 triliun menjadi Rp461,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Pada APBN 2017 pemerintah mematok total pembiayaan utang Rp 384,7 triliun. Utang yang bertambah untuk membiayai defisit anggaran yang di antaranya akibat subsidi energi yang membengkak  hingga Rp25,8 triliun. Pemerintah memperkirakan defisit naik menjadi 2,92% terhadap PDB atau naik Rp67 triliun menjadi Rp397,2 triliun. Baik jumlah utang maupun defisit terhadap PDB sudah seleher dari batas yang ditolerir UU Keuangan Negara. Utang tidak boleh melewati 30%, sementara defisit tidak boleh melewati 3% dari PDB. Akankah Indonesia aman tenteram dengan jumlah utang yang dikatakan masih aman? Atau justru setelah ganti rezim baru ketahuan bahwa sebenarnya utang luar negeri kita sudah tembus 50%, sebagaimana fakta yang mengejutkan terjadi di Yunani pasca pergantian kepemimpinan. Siapa yang bakal menanggungnya?[ Defisit 2,92% Tertinggi Sepanjang Sejarah, INDEF: Inilah Rezim Utang Terbesar! SHARE: 15.3K Minggu, 30 Juli 2017 35 Komentar Defisit 2,92% Tertinggi Sepanjang Sejarah, INDEF: Inilah Rezim Utang Terbesar! www.posmetro.info - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, kebijakan pemerintah untuk memasang defisit anggaran di APBN Perubahan 2017 di angka 2,92 persen menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah keuangan Indonesia. Atau tepatnya setelah ada UU Keuangan Negara tahun 2003 lalu. “Ini bisa disebut risiko dari pengelolaan fiskal kian membesar. Apalagi penyebab utamanya itu adanya tambahan belanja yang cukup besar dengan penerimaan negara yang terus shortfall, padahal sudah dilakukan tax amnesty,” ujar Bhima kepada Aktual.com, Minggu (30/7). Selain itu, kata dia, karena mulai masuk tahun politik, pemerintah juga menambah subsidi energi. Realisasi belanja subsidi energi sampai Mei 2017 kmarin sudah 41,8%. Untuk BBM bersubsidi 51,9%. Sementara, kata dia, realisasi total penerimaan baru mencapai 33,8% dari target Rp1.748.9 triliun brdasar APBN 2017. “Sehingga, dengan risiko shortfall penerimaan pajak cukup besar di tahun ini makanya defisitnya sampai 2,92 persen. Maka opsi Pemerintah untuk tekan defisit itu yaitu dengan menambah utang secara agresif termasuk lewat SBN rupiah atau valas,” cetus dia. Opsi penambahan utang yang agresif itu, kata dia, justru jadi persoalan baru. Apalagi, realisasi pembiayaan utang juga sudah mencapai 58,9% per Mei 2017. “Tentu saja, agresivitas utang ada risikonya bagi perekonomian, selain beban cicilan kedepannya juga ada resiko crowding out alias perebutan dana di pasar. Dampaknya, perbankan yang paling terkena, bunga kredit sulit turun dan likuiditas mengetat,” jelas dia. Sepertinya, kata dia, agresivitas utang juga akan terjadi hingga 2019 nanti. Makanya outlook pemerintah juga di 2019 itu rasio utangnya akan tembus di atas 32%. “Jadi, kalau pemerintah klaim itu (rasio utang) masih aman di bawah 30% ya cuma tahun ini aja,” ucap Bhima. Bahkan, sebetulnya itu bukan cuma rasio utang saja yang dipersoalkan tapi penggunaan utangnya pun bermasalah. Klaim bahwa utang untuk kegiatan produktif sangat lemah, termasuk untuk infrastruktur. “Faktanya realisasi belanja modal selama dua tahun terakhir hanya mencapai 78-80%. Apalagi penggunaan utang juga terbukti kurang efisien, karena Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) belanja pemerintah juga masih di atas Rp24 triliun,” cetus dia. Dia menyebut, sikap rezim Joko Widodo (Jokowi) yang menumpuk utang itu sangat aneh. “Karena, kebijakan utangnya sendiri bisa disebut utang mubazir dilihat dari penyerapnnya itu. Terutama untuk dana perimbangan masih belum optimal,” jelas Bhima. Rezim utang Jokowi ini terlihat dari selama kurang dari tiga tahun sudah menumpuk utang lebih dari Rp1.000 triliun atau per Juni 2017 mencapai Rp3.706,52 triliun. Angka itu naik Rp34,19 triliun dari bulan Mei 2017 yang di posisi Rp3.673,33 triliun. [akt] Defisit 2,92% Tertinggi Sepanjang Sejarah, INDEF: Inilah Rezim Utang Terbesar! SHARE: 15.3K Minggu, 30 Juli 2017 35 Komentar Defisit 2,92% Tertinggi Sepanjang Sejarah, INDEF: Inilah Rezim Utang Terbesar! www.posmetro.info - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, kebijakan pemerintah untuk memasang defisit anggaran di APBN Perubahan 2017 di angka 2,92 persen menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah keuangan Indonesia. Atau tepatnya setelah ada UU Keuangan Negara tahun 2003 lalu. “Ini bisa disebut risiko dari pengelolaan fiskal kian membesar. Apalagi penyebab utamanya itu adanya tambahan belanja yang cukup besar dengan penerimaan negara yang terus shortfall, padahal sudah dilakukan tax amnesty,” ujar Bhima kepada Aktual.com, Minggu (30/7). Selain itu, kata dia, karena mulai masuk tahun politik, pemerintah juga menambah subsidi energi. Realisasi belanja subsidi energi sampai Mei 2017 kmarin sudah 41,8%. Untuk BBM bersubsidi 51,9%. Sementara, kata dia, realisasi total penerimaan baru mencapai 33,8% dari target Rp1.748.9 triliun brdasar APBN 2017. “Sehingga, dengan risiko shortfall penerimaan pajak cukup besar di tahun ini makanya defisitnya sampai 2,92 persen. Maka opsi Pemerintah untuk tekan defisit itu yaitu dengan menambah utang secara agresif termasuk lewat SBN rupiah atau valas,” cetus dia. Opsi penambahan utang yang agresif itu, kata dia, justru jadi persoalan baru. Apalagi, realisasi pembiayaan utang juga sudah mencapai 58,9% per Mei 2017. “Tentu saja, agresivitas utang ada risikonya bagi perekonomian, selain beban cicilan kedepannya juga ada resiko crowding out alias perebutan dana di pasar. Dampaknya, perbankan yang paling terkena, bunga kredit sulit turun dan likuiditas mengetat,” jelas dia. Sepertinya, kata dia, agresivitas utang juga akan terjadi hingga 2019 nanti. Makanya outlook pemerintah juga di 2019 itu rasio utangnya akan tembus di atas 32%. “Jadi, kalau pemerintah klaim itu (rasio utang) masih aman di bawah 30% ya cuma tahun ini aja,” ucap Bhima. Bahkan, sebetulnya itu bukan cuma rasio utang saja yang dipersoalkan tapi penggunaan utangnya pun bermasalah. Klaim bahwa utang untuk kegiatan produktif sangat lemah, termasuk untuk infrastruktur. “Faktanya realisasi belanja modal selama dua tahun terakhir hanya mencapai 78-80%. Apalagi penggunaan utang juga terbukti kurang efisien, karena Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) belanja pemerintah juga masih di atas Rp24 triliun,” cetus dia. Dia menyebut, sikap rezim Joko Widodo (Jokowi) yang menumpuk utang itu sangat aneh. “Karena, kebijakan utangnya sendiri bisa disebut utang mubazir dilihat dari penyerapnnya itu. Terutama untuk dana perimbangan masih belum optimal,” jelas Bhima. Rezim utang Jokowi ini terlihat dari selama kurang dari tiga tahun sudah menumpuk utang lebih dari Rp1.000 triliun atau per Juni 2017 mencapai Rp3.706,52 triliun. Angka itu naik Rp34,19 triliun dari bulan Mei 2017 yang di posisi Rp3.673,33 triliun. [akt] http://www.posmetro.info/2017/07/defisit-292-tertinggi-sepanjang-sejarah.html?m=1 *MENGAPA JOKOWI MENUDING HUTANG MASA LALU?* _Oleh : Ferdinand Hutahaean_ _Rumah Amanah Rakyat_ *Adalah sebuah kegelisahan bagi bangsa ini jika Hutang terus menggunung tanpa jelas hutang tersebut nanti akan dibayar pakai apa dan bersumber dari mana pos pemasukan negara untuk membayar hutang tersebut.* Adalah juga sebuah keniscayaan bagi semua negara untuk berhutang demi kepentingan negaranya. Dan adalah juga sebuah realita setiap bangsa tidak akan lepas dari hutang karena hutang adalah salah satu instrumen untuk mempercepat pembangunan, atau sebuah upaya untuk mengentaskan kemiskinan. *Negara tentu boleh berhutang, yang tidak boleh itu adalah negara berhutang ugal-ugalan tanpa jelas sumber pos pembayarannya dan juga tidak boleh berhutang untuk gagah-gagahan seperti membangun infrastruktur tanpa perencanaan matang dan akurat urgensinya bagi kehidupan masyarakat hingga melupakan membangun Sumber Daya Manusianya sendiri. Melupakan dan mengabaikan pembangunan manusia dan kehidupan manusianya, itu yang tidak boleh.* Fakta bahwa Indonesia telah berhutang sejak negara ini baru terbentuk dari jamam Hindia Belanda hingga menjadi sebuah negara merdeka yang pertama sekali dipimpin oleh Presiden Soekarno. *Hutang perlu untuk menjaga kelangsungan kehidupan manusia dan mebangun bangsa secara perlahan, berpijak kepada kebijakan yang menghitung daya mampu bangsa.* Dari era Soekarno hingga era SBY, hutang diambil oleh negara masih layak kita kategorikan dalam kata wajar, urgen dan peruntukannya jelas. Dan hasilnyapun terlihat, Indonesia saat inilah yang kita nikmati dari hasil semua itu. Hasil kemampuan negara dan hasil dari berhutang. Namun demikian, ada kondisi yang saat ini sungguh menggelitik dan membuat kening berkerut. *Adalah seorang Presiden Republik Indonesia, yang saat ini sedang berkuasa yaitu Presiden Joko Widodo, yang seolah menyalahkan hutang masa lalu menjadi bebannya, dan seolah semua hutang yang ada sekarang adalah akibat hutang masa lalu yang tidak seharusnya dibebankan tanggung jawabnya kepada Jokowi.* Setidaknya itulah kesimpulan pemikiran yang Saya dapatkan dari pernyataan Jokowi dihadapan pengurus Persatuan gereja-Gereja Indonesia (PGI) tanggal 31 Juli 2017 lalu. *Pernyataan yang tidak elok dari seorang Presiden karena terkesan menyalahkan para pemimpin pendahulunya yang sesungguhnya jauh lebih sukses dari kepemimpinan Jokowi saat ini.* Marilah kita sedikit bicara fakta tentang hutang negara kita. Kita tidak akan melihat fakta hutang jauh kebelakang, tapi kita akan mencoba melihat fakta hutang kita sejak kepemimpinan Megawati, SBY hingga Jokowi 3 tahun memerintah. *Megawati mewarsikan hutang negara kepada SBY senilai USD 139,7 Miliar atau sekitar Rp. 1.298 T dengan ratio hutang 56,5%.* Kemudian dalam pemerintahan SBY standing hutang kita adalah sebagai berikut : Tahun 2005 hutang negara USD 133,4 Miliar atau sekitar Rp. 1.311,7 T dengan Ratio hutang 47,% Tahun 2006 hutang negara USD 144,5 Miliar atau sekitar Rp. 1.302,2 T dengan Ratio hutang 39% Tahun 2007 hutang negara USD 147,5 Miliar atau sekitar Rp. 1.389,4 T dengan Ratio hutang 35,% Tahun 2008 hutang negara USD 149,5 Miliar atau sekitar Rp. 1.636,7 T dengan Ratio hutang 33% Tahun 2009 hutang negara USD 169,2 Miliar atau sekitar Rp. 1.590,7 T dengan Ratio hutang 28% Tahun 2010 hutang negara USD 187 Miliar atau sekitar Rp. 1.681,7 T dengan Ratio hutang 24% Tahun 2011 hutang negara USD 199,5 Miliar atau sekitar Rp. 1.809 T dengan Ratio hutang 23% Tahun 2012 hutang negara USD 204,5 Miliar atau sekitar Rp. 1.977,7 T dengan Ratio hutang 23% Tahun 2013 hutang negara USD 204,9 Miliar atau sekitar Rp. 2.375,5 T dengan Ratio hutang 24% Tahun 2014 hutang negara USD 209,7 Miliar atau sekitar Rp. 2.608,8 T dengan Ratio hutang 24% *Dengan fakta diatas, ada penambahan hutang sebesar USD 70 Miliar selama 10 tahun atau rata-rata USD 7 Miliar setiap tahunnya. Dengan penambahan hutang tersebut, Indonesia mampu membangun Infrastruktur Jalan, Bandara, Pelabuhan, Jalan Tol, Alat Utama Sistem Persenjataan TNI, Gaji TNI, POLRI dan PNS naik, membangun sumber daya manusia, membangun kemanusiaan dan memberikan subsidi kepada rakyat baik dalam bentuk BLT, Subsidi BBM, Subsidi Listrik, Sekolah Gratis, Kesehatan dan Beasiswa. Indonesia bahkan tercatat melunasi hutang kepada IMF yang dibuat oleh Presiden Soeharto kala Indonesia krisis ekonomi 1997 dan bahkan hebatnya Indonesia menjadi Investor di IMF sebesar USD 2 Miliar.* Fakta kehidupan ini tentu dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia ditengah kekurangan dan kelebihan serta prestasi pemerintahan SBY selama 10 tahun. Dan tentu, SBY juga setiap tahun dalam APBN pasti menganggarkan membayar Bunga dan Cicilan Pokok Pinjaman hutang negara. Semua beban terukur dan terlaksana tanpa menjadi beban tambahan bagi rakyat. Kemudia pasca presiden SBY menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Presiden Jokowi, Indonesia pun tetap membutuhkan hutang. *Namun sayangnya, pemerintahan Jokowi berhutang ugal-ugalan hingga dalam 2,5 tahun kepemimpinannya, Jokowi telah menyamai besaran hutang era 10 tahun pemerintahan SBY. Fantastis, luar biasa, padahal Subsisdi dicabut, Listrik, BBM, Gas naik, Bantuan Operasional Sekolah kabarnya berkurang, iuran BPJS naik, rakyat dipajaki sesuak hati oleh pemerintah, infrastruktur belum ada yang selesai karena infrastruktur yang diresmikan oleh Jokowi dalam 2,5 tahun pemerintahannya adalah infrastruktur peninggalan pemeritahan SBY yang memang jadwal penyelesaiannya sedemikian rupa hingga menyeberang ke pemeritahan selanjutnya.* Jadi itu bukan karena mangkrak seperti yang sering di opinikan oleh kelompok tertentu yang tidak suka dengan SBY dan ingin menyenangkan atau minimal membentuk opini bahwa seolah-olah Jokowi sudah sukses dengan infrastruktur. *Logika singkatnya, tidak mungkin infrastruktur besar yang bernilai trilliunan diselesaikan dalam satu tahun. Minimal 2 atau 3 tahun dan jika nilai proyeknya puluhan trilliun dapat dipastikan akan butuh waktu lebih lama mulai dari perencanaan hingga selesai 100% minimal 5 tahun keatas.* Jadi bukan karena mangkrak, tapi emamng jadwal waktunya sudah sedemikian rupa. Sehingga jika ada klaim infrastruktur besar selesai dalm 6 bulan itu hanya ilusi saja dan sebuah kebohongan. *Fakta hutang kita saat ini, di era kepemimpinan Jokowi hingga tahun 2016 menjadi sebesar USD 258,04 Miliar atau setara dengan Rp.3.466,9 T dengan ratio hutang 27,4% naik sekitar 3% dari peminggalan era SBY. Dan pada tahun berjalan 2017 bulan Mei hutang kita berada diangka Rp.3.672,33 T dengan ratio hutang sekitar 28%. Artinya dalam 2,5 pemerintahan Jokowi sudah berhutang lebih dari Rp.1.000 T atau sekitar USD 24 Miliar pertahun, menyamai rekor hutang era SBY 10 Tahun.* *Pertanyaannya, dengan hutang tersebut, apa yang didapat rakyat? Sepertinya rakyat hanya dapat berita ilutif semata tentang infrastruktur. Lantas menaga Jokowi terkesan menyalahkan masa lalu? Bukankah estafet kepemimpinan itu mewarisi segala kebaikan dan kekurangan?* Tidaklah elok menyalahkan masa lalu karena ketidak cakapan masa sekarang. Janganlah karena buruk rupa lantas cermin di yang dibelah. Jakarta, 14 Agustus 2017 http://www.teropongsenayan.com/66409-bank-dunia-tempatkan-utang-indonesia-di-level-bahaya JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pengamat ekonomi-politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Bank Dunia telah menempatkan utang luar negeri Indonesia di level bahaya. Sebab, fluktuasinya sudah di atas 30 persen. Ichsanuddin mengatakan hal itu dalam dialektika demokrasi ‘Utang Luar Negeri untuk Siapa?” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/7/2017). Hadir juga sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah Anggota Komisi XI DPR RI FPDIP Maruarar Sirait dan Ketua Banggar DPR RI Azis Syamsuddin. Menurut Ichsanuddin, jika beban utang luar negeri suatu negara itu fluktuasinya mencapai 30 %, maka dalam level bahaya. Bank dunia menempatkan Indonesia pada level tersebut, dengan fluktuasi beban utang luar negeri sebesar 34,08%. “Dan, selama negara didekte oleh asing, maka Indonesia sampai 2040 tak akan mampu menghadapi kekuatan asing,” katanya. Negara-negara yang memberi pinjaman kepada Indonesia adalah: Singapura (58 M dollar AS), Jepang (31 M dollar AS), Belanda (11 M dollar AS), Amerika Serikat dan lain-lain. Sementara itu, Maruarat Sirait mengatakan, pemerintah harus lebih realistis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi maupun pajak. Hal ini untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan utang luar negeri tidak membebani negara. Pada 2017, target pertumbuhan 5,2 % dan realisasinya 5,1 %, sedangkan penerimaan pajak tidak memenuhi target di level Rp 1.307,6 triliun. “Harus ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan target pajak. Memang ekonomi sedang melambat di seluruh dunia, tapi sektor riil ekonomi kecil dan menengah di Indonesia tetap tumbuh dengan baik,” tegas Maruarar. Menurut dia, seharusnya kenaikan pertumbuhan ekonomi diikuti kenaikan pajak. “Kondisi setiap negara memang berbeda-beda. Namun, Jokowi telah membangun pondasi perekonomian jangka panjang yang kuat dengan membangun berbagai insfrastruktur di seluruh Indonesia,” ujarnya. Azis Syamsuddin berpandangan, meski utang luar negeri terus naik, namun rasio utang negara masih aman. (plt) *HARTA CUMA RP2.188 TRILIUN, UTANG RP3.780 TRILIUN* Pemerintah Hitung Ulang Nilai Aset Negara untuk Jaminan Utang. Begitu judul satu media daring pekan silam. Berita yang mengutip Dirjen Kekayaan Negara Issa Rachmatarwata itu antara lain menyebutkan, penghitungan ulang (revaluasi aset) akan dilakukan atas 934.409 barang milik negara (BMN). Jumlah tersebut  terdiri atas 108.000 bidang tanah, 391.000 jalan, irigasi dan jaringan, serta 434.000 gedung. Pemerintah terakhir kali menghitung (BMN) 10 tahun lalu. Hasilnya, total nilai aset negara yang ada sebesar Rp229 triliun. Kemenkeu mencatat BMN yang telah diaudit sampai 2016 mencapai Rp2.188 triliun. Artinya, dalam 10 tahun terakhir terjadi kenaikan nilai BMN hampir 10 kali lipat. Harta itu tersebar di 87 Kementerian dan Lembaga (K/L).  Menyimak angka-angka ini, saya jadi teringat beberapa waktu silam Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) mengatakan kenapa takut utang? Harta kita banyak. Lewat pernyataan yang diajukan dalam bentuk kalimat tanya tadi, dia ingin menepis kekhawatiran banyak kalangan, bahwa Indonesia telah memasuki tahap darurat utang. Maklum, sampai akhir Juli 2017 saja, total utang kita mencapai US$283,72 miliar atau Rp3.780 triliun. *Masih tekor* Numpang tanya bu Menteri, harta kita yang mana yang sampeyan maksud? Yang nilainya Rp2.188 triliun itu? Lha, kalau begitu kita masih tekor, dong. Matematika sederhana menemukan, kalau berutang Rp3.780 triliun dengan mengandalkan harta yang cuma Rp2.188 triliun, artinya masih kurang Rp1.592 triliun. Mosok doktor ekonomi jebolan universitas bergengsi luar negeri seperti anda tidak paham hitung-hitungan amat sederhana ini? Lagi pula, apa Ani, begitu Menkeu biasa disapa, benar-benar yakin bakal menjadikan BMN sebagai agunan berutang? Terus, bagaimana jika ratusan ribu aset negara tadi disita karena kita tidak becus membayar bunga, cicilan, dan pokok utang yang terus menjulang? Pada 2017 saja, APBN kita mengalokasikan anggaran Rp486 triliun hanya untuk membayar utang. Ini adalah porsi terbesar anggaran kita dalam APBN, jauh mengalahkan anggaran pendidikan yang Rp416 triliun dan infrastruktur yang ‘cuma’ Rp387 triliun. Jumlah kewajiban kita terhadap utang tahun depan makin mengerikan saja. Bayangkan, di APBN 2018 dialokasikan Rp399,2 triliun untuk membayar pokok dan cicilan utang. Jumlah tiu diluar Rp247,6 triliun untuk membayar bunga utang. Total jenderal, untuk urusan utang ini Indonesia harus merogoh dalam-dalam hingga Rp646,8 triliun! Bisakah bu Menteri membayangkan, bagaimana nasib birokrasi kita saat gedung-gedung tempat mereka bekerja tiba-tiba menjadi milik para kreditor? Haruskah mereka keluar dari gedung-gedung itu? Lalu, dimana mereka harus bekerja? Di pematang sawah dan di pinggir jalan yang juga sudah menjadi milik kreditor? Atau, mereka tetap bekerja di gedung yang sama tapi tiap bulan harus membayar sewa, membayar service fee, dan berbagai biaya lain? Jangan lupa, Ditjen Kekayaan Negara menyebut, berbagai aset itu juga meliputi satusan ribu ruas jalan, saluran irigasi dan jaringan. Lalu, ketika semua itu pada akhirnya menjadi milik kreditor, bagaimana nasib para petani kita? Apakah mereka harus membayar tiap liter air yang mengairi sawah mereka hanya karena air itu melewati saluran irigasi milik kreditor? Lalu, haruskah rakyat membayar biaya untuk tiap ruas jalan yang mereka lalu, walau jalan itu adalah bukan tol? Na’udzu billahi mindzalik (kami berlindung kepada Allah dari hal demikian)! http://www.kompasiana.com/edymulyadilagi/59ad0cbd9f63cd04cb45c503/harta-cuma-rp2-188-triliun-utang-rp3-780-triliun 📌 *INFO DUNIA ISLAM*📌 *KWIK KIAN GIE KRITIK KEBIJAKAN UTANG JOKOWI* Mediaumat.news – Pakar ekonomi Kwik Kian Gie menilai keadaan utang yang ditanggung negara hingga 2017 ini berbahaya, pasalnya jumlah utang yang ditanggung pun fantastis, dalam 2 tahun rezim Jokowi utang indonesia bertambah hampir 1000 triliun rupiah. “Utang negara sekarang sudah mencapai jumlah yang sangat besar, yaitu sekitar Rp. 3.600 triyun (dibulatkan). Ketika Jokowi disumpah sebagai Presiden, utang negara sebesar sekitar Rp. 2.600 triliun. Dalam waktu 2 tahun dia menambah utang sebesar Rp. 1.000 trilyun atau sebesar 38,46 %. Ini peningkatan yang luar biasa dalam waktu 2 tahun saja,” ungkap Kwik kepada  Mediaumat.news. Keadaan negara sangatlah berbahaya, Kwik menilai bahwa ini akibat dari Negara yang dipaksa melakukan liberalisasi sejauh mungkin. “Ini dilakukan yang tercermin dari perkembangan perundang-undangan kita dalam bidang ekonomi sejak terbitnya UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Baca buku karangan saya yang berjudul “Nasib Rakyat Indonesia dalam era Kemerdekaan,” ujarnya. Pada akhirnya dalam keadaan negara terlilit utang, Kwik mengatakan rakyat Indonesia akan menjadi korban, rakyat akan semakin dipersulit dengan pajak dan sebagainya. “Sangat benar bahwa rakyat diperas oleh pemerintah sekarang, sebagai contoh melalui pajak. Pembiayaannya utang. Utang ini dibayar dari APBN yang 90 % dari pajak, di sinilah letak pemerasan kepada rakyat dalam memungut pajak yang lebih besar dengan berbagai macam cara dan ancaman-ancaman,” jelas Kwik. Kwik juga berpendapat bahwa utang negara saat ini akibat dari ambisi Jokowi dalam bidang infrastruktur yang kebablasan. “Menurut saya agak ngawur. Intinya, infrastruktur dibangun tanpa perhitungan apakah ada yang akan menggunakannya? Di mana-mana dibangun jalan tol yang mahal tanpa perhitungan. Apakah kalau sudah jadi akan ada yang memakai? Ada ruas di Papua yang kalau jadi, jumlah mobil di wilayah itu hanya 500 buah. Jangan lupa bahwa kalau infrastruktur terbangun, harus keluar banyak uang untuk pemeliharaan (maintenance),” tegas Kwik. Kwik menyarankan agar Rezim Jokowi bisa memperhitungkan segala sesuatunya dengan baik. Bukan hanya pencitraan semata. ‘Pembangunan dilakukan dengan perhitungan yang matang tentang biaya dan manfaatnya (cost benefit ratio). Jangan asal pencitraan saja,” pungkasnya. []Fatihsholahuddin https://mediaumat.news/kwik-kian-gie-kritik-kebijakan-utang-jokowi/

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda