Jumat, 16 Juni 2017

KINERJA JOKOWI BIDANG PEREKONOMIAN

Kepala Bappenas: Kondisi Ekonomi Indonesia Sekarang Mirip Saat Dijajah Belanda        JAKARTA, KOMPAS.com - M4enteri Perencanaan Pembangunan Bambang Brodjonegoro mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini mirip dengan kondisi ekonomi Indonesia pada saat dijajah oleh Belanda. "Ekonomi Indonesia saat ini tidak jauh beda dengan kondisi ekonomi saat kita di jajah Belanda. Mereka menjajah dengan menjarah rempah-rempah dan komoditas lainnya yang dikirim ke negaranya," ujar Bambang saat menghadiri acara paguyuban Mas TRIP di Gedung Perbanas, Jakarta, Sabtu (12/11/2016). Menurut mantan Menteri Keuangan ini, Indonesia saat dijajah oleh Belanda sumber daya alam Indonesia dikeruk habis, bahkan ada gerakan tanam paksa. Kondisi ini, menurut dia, menyerupai kondisi Indonesia saat ini yang mengandalkan sumber daya alam untuk diekspor. "Indonesia sekarang kondisinya modern, tetapi jika melihat sejarah, mirip dengan keadaan saat dijajah Belanda," terangnya. Menurut Bambang, saat ini Indonesia banyak sekali diminta asing untuk mengekspor hasil tambangnya dengan menawarkan nilai tambah yang cukup menggiurkan. Tawaran-tawaran tersebut tidak terlepas dari agenda politik yang sudah tersusun rapi. Namun, jika kondisi tersebut tidak disikapi secara bijak oleh Indonesia maka kondisi penjajahan di zaman Belanda akan dirasakan lagi saat ini. "Kalau Indonesia kerjaannya gali tambang lalu hasilnya diekspor, maka sampai kapan pun Indonesia tidak akan maju. Negara yang bergantung sama sumber daya alam, maka negara itu akan acak-acakan," ucap Bambang. Dia sedikit bercerita bahwa penemu minyak bumi pertama di Indonesia yakni perusahaan minyak asal Belanda, yaitu Royall Dutch Shell. Perusahaan tersebut sudah cukup lama memanfaatkan minyak bumi. "Belanda yang pertama kali menemukan minyak di Indonesia melalui perusahaan pengelolaan minyaknya, yakni Royal Dutch Shell yang kini kita kenal namanya Shell," kata Bambang. Semestinya pemanfaatan sumber daya alam perlu disikapi dengan bijak. Tidak perlu jor-joran dalam pemanfaatan sumber daya alam mengingat ketersediaannya yang semakin lama semakin menipis. "Banyak yang bisa kita lakukan dengan alam kita, tetapi kita selalu ribut sendiri dan saling menjatuhkan. Kuncinya kita harus mengubah Indonesia jangan seperti saat dijajah Belanda dulu yang dikuras sumber daya alamnya," pungkasnya. Penulis: Iwan Supriyatna Editor: Bambang Priyo Jatmiko http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/12/140156526/kepala.bappenas.kondisi.ekonomi.indonesia.sekarang.mirip.saat.dijajah.belanda Indeks Daya Saing Global Indonesia Duduki Peringkat 37 dari 140 Negara https://www.kemenkeu.go.id/Berita/indeks-daya-saing-global-indonesia-duduki-peringkat-37-dari-140-negara Jakarta, 02/10/2015 Kemenkeu - World Economic Forum telah merilis Global Competitiveness Report 2015-2016 pada akhir bulan lalu. Dalam laporan tersebut, indeks daya saing Indonesia tahun ini tercatat berada di peringkat ke-37 dari 140 negara yang dinilai. Peringkat Indonesia ini berada di atas negara-negara seperti Portugal yang berada di peringkat 38, Italia di peringkat 43, Rusia di peringkat 45, Afrika Selatan di peringkat 49, India di peringkat 55, dan Brazil yang berada di peringkat 75. Di level ASEAN sendiri, peringkat Indonesia ini masih berada di bawah tiga negara tetangga, yaitu Singapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 18 dan Thailand yang berada di peringkat 32. Namun demikian, Indonesia masih mengungguli Filipina yang berada di peringkat 47, Vietnam di peringkat 56, Laos di peringkat 83, Kamboja di peringkat 90, dan Myanmar di peringkat 131. Dari laporan-laporan World Economic Forum terdahulu tercatat, indeks daya saing global Indonesia sempat berada di peringkat 54 pada tahun 2009, lalu naik ke peringkat 44 pada tahun 2010. Peringkat Indonesia kembali turun ke peringkat 46 pada tahun 2011 dan peringkat 50 pada tahun 2012, untuk selanjutnya kembali naik ke peringkat 38 pada tahun 2013. Tahun lalu, indeks daya saing Indonesia kembali naik ke peringkat 34, dan turun ke peringkat 37 pada tahun ini. Sebagai informasi, dengan menggabungkan data kuantitatif dan survei, penilaian peringkat daya saing global ini didasarkan pada 113 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar daya saing. Kedua belas pilar tersebut yaitu institusi, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.(nv) @prh MEMBURUKNYA EKONOMI INDONESIA 2017 Oleh : Salamuddin Daeng (AEPI) 1. Kenaikan tarif dasar listrik dalam setengah tahun terakhir meningkatkan inflasi menjadi 4,9% dari rata-rata tahunan 3.2%. 2. Sektor perbankkan Indonesia memburuk yang ditandai dengan meningkatnya non-performing loans (NPL) perbakkan yang sudah berada diatas batas atas yang ditetapkan dalam Basel III threshold 3. Jakarta Composite Index (JCI) telah jatuh sekitar 8% tahun ini dan imbal hasil dari investasi asing dalam berbagai investasi di Indonesia telah jatuh. 4. Defisit transaski berjalan meningkat menjadi 1 % GDP lebih tinggi dibandingkan dengan kwartal 4 tahun 2016 sebesar 0,9% GDP. Untuk tahun 2017 defisit transaksi berjalan akan meningkat pada posisi 1.8% GDP. 5. Resiko keuangan pemerintah terjadi disebabkan pemotongan anggaran 2016 yang menimbulkan ketidakpastian karena penganggaran APBN yang tidak realistik. 6. Defisit Anggaran Pendapatan dan bealnja Negara 2017 akan meningkat dari 2.4% GDP pada tahun 2016 menjadi 2,6% GDP pada tahun 2017. Itupun dengan asumsi peenrimaan pajak tercapai. Jika tidak maka defisit bisa berada di atas 3 %. 7. Sampai dengan bulan Mei 2017 pemerintah telah mengambil 53% dari rencana utang untuk mengatasi defisit,penurunan penerimaan pendapatan negara, dan utang jatuh tempo. 8. Penjualan ritel yang merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi menurun tajam menjadi 4,6% sampai dengan Mei dibandingkan rata rata pertumbuhan kwartal II 2016 sebesar 9,5%. 9. Menurut Bank Dunia, tahapan pemilu yang akan dimulai pada tahun 2018 akan menghambat reformasi struktural, menimbulkan ketidakpastian dan akan menjadi pertimbangan utama bagi investor asing. Waspada waspada wasapadalah… Data disarikan dari laporan World Bank (Juni 2017) Dapat dinilai, parpol pendukung Jokowi sangat mungkin gagal mempengaruhi massa pemilih mereka untuk mendukung Jokowi. Mengapa? 1.Mesin parpol tidak akan bekerja efektif dan mendulang suara pemilih maksimal untuk Jokowi. 2. Khusus umat Islam politik menilai, Rezim Jokowi anti umat Islam dan suka mengkriminalisasi aktivis dan Ulama Islam. Hal akan diperkuat lagi andai PPP dan PKB selaku parpol Islam tidak mendukung resmi Jokowi. 3. Bagi klas menengah atas perkotaan, Rezim Jokowi hingga menjelang tiga tahun berkuasa belum mampu dan berhasil menunjukkan prestasi sesuai janji kampanye dan rencana pembangunan national jangka menengah yang dibuat sendiri oleh Rezim Jokowi. 4. Elektabilitas parpol pendukung utama PDIP kian merosot. Hal ini bisa dibuktikan dengan kegagalan mempertahankan sejumlah kekuasaan lokal/daerah melalui Pilkada belakangan ini, terutama Provinsi Banten dan DKI. Disarikan dan dianalisis dari laporan World Bank Juni 2017 MEMBURUKNYA KEADAAN EKONOMI INDONESIA 2017 Oleh : Salamuddin Daeng (AEPI) 1. Kenaikan tarif dasar listrik dalam setengah tahun terakhir meningkatkan inflasi menjadi 4,9% dari rata-rata tahunan 3.2%. 2. Sektor perbankan Indonesia memburuk yang ditandai dengan meningkatnya non-performing loans (NPL) perbakkan yang sudah berada di atas batas atas yang ditetapkan dalam Basel III threshold 3. Jakarta Composite Index (JCI) telah jatuh sekitar 8% tahun ini dan imbal hasil dari investasi asing dalam berbagai investasi di Indonesia telah jatuh. 4. Defisit transaski berjalan meningkat menjadi 1 % GDP lebih tinggi dibandingkan dengan kwartal 4 tahun 2016 sebesar 0,9% GDP. Untuk tahun 2017 defisit transaksi berjalan akan meningkat pada posisi 1.8% GDP. 5. Resiko keuangan pemerintah terjadi disebabkan pemotongan anggaran 2016 yang menimbulkan ketidakpastian karena penganggaran APBN yang tidak realistik. 6. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 akan meningkat dari 2.4% GDP pada tahun 2016 menjadi 2,6% GDP pada tahun 2017. Itupun dengan asumsi penerimaan pajak tercapai. Jika tidak maka defisit bisa berada di atas 3 %. 7. Sampai dengan Bulan Mei 2017 pemerintah telah mengambil 53% dari rencana utang untuk mengatasi defisit, penurunan penerimaan pendapatan negara, dan utang jatuh tempo. 8. Penjualan ritel yang merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi menurun tajam menjadi 4,6% sampai dengan Mei dibandingkan rata rata pertumbuhan kwartal II 2016 sebesar 9,5%. 9. Menurut Bank Dunia, tahapan pemilu yang akan dimulai pada tahun 2018 akan menghambat reformasi struktural, menimbulkan ketidakpastian dan akan menjadi pertimbangan utama bagi investor asing. Selamat lebaran, mudik, tetap hati- hati dan waspada. KALAU URUSAN UTANG SANGAT RAKUS. KALAU SUBSIDI RAKYAT SANGAT PELIT. JOKOWI ITU ANTEK SIAPA? Oleh : Salamuddin Daeng (AEPI) Pemerintahan Jokowi ini memiliki sifat yang aneh. Pemerintahan ini sangat rakus utang, menumpuk utang hingga segunung. Tapi sangat pelit dan medit subsidi. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), utang Pemerintah Indonesia yang bersumber dari luar negeri hingga kwartal I 2017 mencapai 166,45 miliar dolar atau sebesar 2.213,8 triliun pada tingkat kurs Rp. 13300/US dolar. Sejak pemerintahan Jokowi berkuasa (kwartal IV tahun 2014) utang luar negeri pemerintah bertambah sebanyak 36,71 miliar dolar atau sebesar Rp. 488,33 triliun. Selanjutnya utang pemerintah yang bersumber dari surat utang negara (SUN) hingga bulan juni 2017 mencapai 1.658,6 triliun. Sejak pemerintahan Jokowi (Oktober 2014) jumlah tersebut bertambah sebesar Rp. 551,32 triliun. Jokowi sejak naik ke tampuk kekuasaan telah menambah utang lebih dari Rp. 1000 triliun lebih. Tahun 2017 ini pemerintah berencana akan menambah utang sebesar Rp. 450 triliun seiring melebarnya defisit anggaran 2,92% PDB. Maka dengan demikian total utang pemerintah yang bersumber dari dalam dan luar negeri sampai dengan Bulan Juni 2017 mencapai Rp. 3.872,4 triliun. Sisi lain pemerintah begitu pelit kepada rakyat. Subsidi tahun 2015 diberangus. Sebanyak 75 % persen subsidi BBM langsung dicabut. Harga BBM langsung melejit dan daya beli masyarakat langsung ambruk. Sepanjang tahun 2016 - 2017 pemerintah setiap 3 bulan menggeregaji subsidi listrik yang mengakibatkan tarif listrik melompat melebihi rata rata tarif listrik di Amerika Serikat, China dan India. Sekarang pemerintah sedang berusaha melobi DPR agar batas defisit ditiadakan, dengan demikian pemerintah boleh berhutang sepuas puasnya. Padahal meningkatnya utang pemerintah menjadi beban besar bagi fiskal saat ini dan masa yang akan datang dan tak mungkin terbayarkan kecuali jual negara. Kebijakan pemerintah yang haus dan rakus utang namun pelit dan medit kepada rakyat membuat kita bertanya kemana uang hasil hutang dibawa kabur? Jangan jangan utang digunakan untuk menyelamatkan para taipan yang sedang sekarat? Kapan penuhnya kantong oligarkhi pemerintahan Jokowi ini? Kalau mengaku utang untuk bangun infrastruktur, nilai infrastruktur yang dibangun Jokowi tidak lebih dari Rp 100 triliun, sementara utang bertambah lebih dari Rp.1000 trilun dan subsidi untuk rakyat semua telah dicabut dan diberangus. Hati hati lo pak Jokowi...semua ada hukumnya.. Pemerintahan Jokowi panik. Mengapa penerimaan pajak turun? Baca laporan bank dunia yang menyatakan bahwa indonesia menghadapi dua masalah yang serius dan sulit ditemukan jalan keluarnya yakn 1. Inflasi yang tinggi 2. Daya beli masyatakat yang turun. Itu dua masalah gawat. Sementara pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi. Konsmsi menyumbang 53 persen PDB. Kalau daya beli jatuh maka otomatis pajak jatuh. Siapa yang memukul daya beli masyarakat ? Jokowi sendiri. Presiden dengan tampa ragu ragu dan penuh keberanian menaikkan harga bahan bakar minyak tepat diawal pemerintahanya. Itu adalah tindakan yang super konyol karena pada saat itu harga minyak mentah jatuh. Justru negara negara lain menggunakan kesemapatan itu untuk menekan biaya produksi, menekan harga, sekaligus mengangkat daya beli yang tengah jatuh yang merupakan masalah ekonomi yang dihadapi oleh sebagian besar negara. Lebih dungu lagi pemerintah menaikkan harga listrik hampir setiap bulan sementara harga energi primer jatuh. Kebijalan ini telah memukul daya beli dan sekaligua melipatgandakan inflasi yang terus ditutup tutupi dengan manipulasi statistik. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sekarang hanya ditopang oleh tambahan utang pemerintah lebih dari 1000 triliun dalam 2,5 tahun terakhir dan kemungkinan 1500 triliun dalam 3 tahun anggaran. Sandaran ekonomi pada utang tidak akan berdampak pada penerimaan pajak uang berarti. Sementara pada tahap selanjutnya utang akan menjadi beban fiskal. Sementara utang tidak digunakan sebagai belanja dalam kegiatan yang menciptakan multiflier effect terhadap ekonomi dalam negeri. Utang sebagian besar digunakan untuk membeli barang barang impor yang menciptakan dampak berganda bagi keuntungan bagi negara lain. Jadi ambruknya penerimaan pemerintah sekarang yang menimbulkan defisit hingga 2,92% PDB, dugaan saya lebih dari 3 % PDB adalah karena ulah pemerintah sendiri yakni pemerintah membongi rakyat dan menipu diri sendiri setiap hari. Kalau mau keadaan membaik cobalah bersikap jujur dan jangan suka menipu. Sementara cara pemerintah dalam menggunakan anggaran membabi buta. Memgangap anggarannya masih besar. Padahal dibadingkan dengan masa pemerintahan sebelumnya dengan penerimaan pajak 1000 triliun dengan nilai tukar rupiah terhadap USD rata 8000. Sekarang penerimaan pajak hanya berkisar 1000 sampai 1100 tapi kurs 13500/USD. Dengan demikia. Kualitas anggaran pemerintahan Jokowi mejurun hampir separuh. Anggaran Jokowi berdasarkan selisih kurs tersebut hanyalah secara riel hanyalah 60 % dari angagran yang dimiliki pemerintahan sebelumnya. Lalu bagaimana mungkin pemerintahan ini dengan gagah berani membangun infrastruktur dengan menyadarkan pada bahan baku dan barang modal impor. Cara semacam itu hanya akan menguntungkan penerimaan pajak di negara lain yang menjadikan indonesia sebagai pasar. Haluan ekonomi semacam ini akan menyebabkan defisiti anaggaran 2018 akan semakin parah. http://m.katadata.co.id/berita/2017/08/02/ekonom-daya-beli-stagnan-gara-gara-pemerintah-buat-gaduh Ekonom: Daya Beli Stagnan Gara-gara Pemerintah Buat Gaduh - Katadata News “Saya merasa, redenominasi dan pemindahan ibukota menambah perkara. Belum lagi soal defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 2,92% dari Produk Domestik Bruto,” kata Ekonom UGM Tony Prasetiantono. Kinerja penjualan sejumlah perusahaan ritel tercatat melemah pada paruh pertama tahun ini. Ekonom Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono menduga pelemahan terjadi lantaran daya beli masyarakat stagnan. Penyebabnya, masyarakat menahan diri untuk berbelanja setelah melihat rencana kebijakan pemerintah. “Saya yakin betul (daya beli stagnan) ini karena persepsi. Itu harus dijaga. Saya merasa, redenominasi dan pemindahan ibukota menambah perkara. Belum lagi soal defisit anggaran yang diperkirakan mencapai 2,92% dari Produk Domestik Bruto,” kata dia di sela-sela acara bertajuk ‘Wealth Wisdom’ di Pacific Place, Jakarta, Rabu (2/8). Ia juga menyinggung soal ide penyesuaian Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mencuatkan ide penyesuaian PTKP berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di masing-masing daerah. Bila itu diterapkan, maka PTKP di beberapa daerah bakal turun. Sebelumnya, beberapa ekonom dan pejabat negara menduga pelemahan penjualan yang dialami sejumlah perusahaan ritel akibat masyarakat beralih ke belanja melalui jaringan internet (online). Jadi, bisa jadi bukan karena daya beli yang lemah. (Baca juga: Penjualan Unilever dan Mayora Semester I Melemah, Indofood Stagnan) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 13,5% menunjukkan adanya peningkatan transaksi jual beli. Artinya, daya beli masyarakat masih positif. Adapun kondisi pusat perbelanjaan yang sepi diduga karena pola belanja masyarakat yang bergeser menjadi secara online. Adapun Tony meyakini penyebabnya memang adalah daya beli yang stagnan. Sebab, data penjualan dari produsen barang juga tak banyak berubah dari paruh pertama tahun lalu. “Ini bukan hanya soal shifting (pergeseran) dari (belanja) konvensional menjadi online, tetapi data hulunya juga bermasalah. Hulu itu pabriknya,” kata dia. Daftar newsletter Katadata sekarang! Dapatkan berita terbaru pilihan kami melalui email Anda setiap hari (Senin - Jumat). Bila pemerintah berkilah bahwa daya beli masih positif, “seharusnya data (penjualan di hulu) ini selaras (dengan pertumbuhan pendapatan ritel). Tapi ini tidak,” ucapnya. (Baca juga: Kinerja Bank Kecil Terpukul Lesunya Perdagangan dan Daya Beli) Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan PPN saat ini bukan karena transaksi jual beli yang membaik. Melainkan karena ada peningkatan kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak setelah pelaksanaan program pengampunan pajak (tax amnesty). “PPN naik itu karena compliance-nya yang naik, bukan karena transaksi. Itu karena pelaksanaan amnesti pajak kemarin itu,” tutur dia. Daya Beli Terus Turun, Rizal Ramli Sindir Tim Ekonomi Jokowi Rajin 'Ngeles' EKBIS  SENIN, 07 AGUSTUS 2017 , 22:33 LAPORAN: IHSAN DALIMUNTHE  Rizal Ramli/net RMOL. Pakar Ekonomi Rizal Ramli meminta agar tim ekonomi Presiden Joko Widodo berhenti untuk berkilah alias ngeles untuk menutupi kelemahannya saat semakin buruknya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. "Ini kok rajinnya ngeles. Online (bisnis) lah jadi penyebab retail anjlok. Let get straight, kebijakan makro ekonomi super konservatif itu penyebab anjlok," kicau Rizal melalui akun twitter pribadinya @RamliRizal, Senin (7/8). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu merinci kebijakan makro ekonomi super konservatif yang dia maksud. Beberapa diantaranya, tim ekonomi Jokowi hanya memiliki prioritas utama bayar pokok dan bunga utang. "Rp 512 Triliun untuk tahun 2017, infrastruktur prioritas ketiga Rp 387 Triliun. Tidak ada kreatifitas untuk mengurangi beban utang dengan cara seperti 'Debt-to-Nature Swap','Loan Swap' dan lainnya," jelas Rizal. Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya itu juga menilai tim ekonomi Jokowi hanya fokus pada austerity (potong-potong/pengetatan). Itu dilakukan hanya sekedar untuk mengamankan kepentingan kreditors, i.e. pembayaran utang. "Tidak ada 'growth story', memacu sektor-sektor unggulan yang competitive dan cepat hasilkan devisa seperti tourism, electronics dan lainnya," ungkap Rizal Mantan Kepala Bulog itu juga menilai tim ekonomi Jokowi melihat macro economics seolah-olah hanya soal inflasi dan APBN. Padahal kata Rizal, banyak cara untuk memicu infrastruktur di luar APBN seperti revaluasi aset. Rizal pun bercerita dia berhasil mendorong asset BUMN naik 800 Triliun dan pajak 32 Triliun pada tahun 2016 lalu. "Selain revaluasi aset juga harusnya lakukan sekuritisasi aset, BOT/BOO untuk infrastruktur di Jawa (daya beli dan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi)," tambah Rizal. Rizal juga menyayangkan pertumbuhan kredit dibawah tim ekonomi Jokowi yang hanya mencapai 10%. Menurut Rizal untuk mencapai target ekonomi tumbuh 6,5% maka kredit perlu tumbuh 15 hingga 17%. "Tapi harus tetap prudent," ujar Rizal. Terakhir Rizal juga mengkritisi soal kebijakan pemotongan subsidi dan pajak yang diuber-uber. Ironisnya penguberan pajak itu termasuk untuk golongan menengah bawah seperti petani tebu dan yang memiliki akun Rp 1 milyar. "Upaya turunkan batas minimum kena pajak Rp 4,5 juta. Kalau berani yang top 1 % dong. Di negara yang lebih canggih pengelolaan makro ekonominya, mereka longgarkan fiskal, pajak dan moneter ketika ekonomi slowdown. Nanti kalau sudah membaik, baru diuber," pungkas Rizal. Rizal pun mengaku mendapatkan data jika penjualan sepeda motor saat ini turun 5%. Selain itu, pertumbuhan konsumsi listrik hanya 2% yang biasanya bisa mencapai 9%. Pertumbuham omset semen pun disayangkan Rizal hanya mencapai 3% yang biasanya 10%. "Dari pada ngeles, mungkin lebih simpatik akui trend-trend factual dan umumkan langkah-langkah yang akan diambil dan time-framenya. Lebih asyik ndak perlu ngeles lagi. Sudah terang benderang, cari solusi keluar dari kebijakan makro ekonomi konservatif," demikian Rizal.[san]. Daya Beli Terus Turun, Rizal Ramli Sindir Tim Ekonomi Jokowi Rajin 'Ngeles' #jokowi https://t.co/8cEP3jolkt   HOME   HOTDedi Mulyadi, Bung Karno Dan Pemimpin Bermental Inlander, 17 AGUSTUS 2017 , 08:19:00    Benarkah Makro Ekonomi Kita Sukses? POLITIK  KAMIS, 17 AGUSTUS 2017 , 09:17:00 WIB | OLEH: FUAD BAWAZIER  Fuad Bawazier/Net AKHIR-akhir ini para pejabat penting di bidang ekonomi dan keuangan pemerintahan sibuk membanggakan "sukses" dengan kebijakan makro ekonomi yang stabil. Padahal Presidennya mendesak para pejabatnya agar mengambil berbagai langkah konkrit untuk mendongkrak ekonomi Indonesia, antara lain melalui berbagai Paket Kebijakan Ekonomi untuk menerobos kelesuan di sektor riil alias mikronya. BERITA TERKAIT Pemerintah Targetkan Ekonomi Tumbuh 5,4 Persen Di 2018 Pertumbuhan Ekonomi Harus Langsung Dirasakan Rakyat Makro Ekonomi Indonesia sejak 50 tahun terakhir ini (awal Orba sampai sekarang) praktis stabil begini-begini saja (kecuali saat terkena krisis moneter) dengan kecenderungan kini memburuk. Sebab dulu pertumbuhan bisa mencapai 6-7 persen; sekarang hanya 5 persen; cadangan devisa relatif stabil diukur rationya terhadap impor; inflasi plus-minus sama/relatif stabil; rata-rata pertumbuhan kredit perbankan dulu lebih tinggi dari sekarang; IHSG BEI dari dulu selalu yang paling menguntungkan di Asia; tetapi utang negara jelas memburuk sebab dulu (Orba) hanya utang kepada IGGI/CGI dengan ratio pembayaran cicilan dan bunganya terhadap APBN yang amat kecil dibandingkan utang negara saat ini yang selain ke CGI juga ke pasar bebas, dengan pemenuhan kewajibannya bisa sampai 25 persen dari APBN; tax ratio juga memburuk; kurs rupiah terhadap valas juga relatif stabil tetapi semasa Orba lebih stabil lagi dengan devaluasi. Jadi makro ekonomi kini bisa dibilang OK dan masih OK, tapi sebenarnya terus memburuk dan ingat, lama-lama bisa ambruk.  Jadi sebaiknya petinggi ekonomi keuangan Pemerintah tidak terlena apalagi membanggakan "sukses" makro ekonomi sebab dari dulu ya begitu-begitu saja dengan kecenderungan relatif memburuk. Jadi tidak ada yg perlu dibanggakan dengan makro ekonomi Indonesia sekarang ini. Ada yang bilang ke saya bahwa itu hanyalah manuver para menteri agar tidak terkena reshuffle kabinet. Saya jawab itu urusan politik, tapi yang jelas harus diperhatikan dan dijadikan ukuran kesuksesan ekonomi oleh Pemerintah adalah keadaan mikro ekonomi, karena itulah yang betul-betul dirasakan para pelaku ekonomi, baik penjual/produsen maupun pembeli/konsumen. Propaganda "sukses" yang terus menerus bisa menyesatkan.  Dan bahayanya, lama-lama pemerintah sendiri bisa terlena karena percaya pada kebohongan atau propagandanya sendiri. Kita sedang defisit prestasi makro ekonomi cuma belum sampai terpuruk. Jadi tanyakanlah pada pasar secara detail apa keluhan mereka. Stabilitas makro penting tapi itu saja tidak cukup, sebab ukuran sukses sesungguhnya di sektor riil atau mikro. Dan di mikro kita sedang babak belur. Bersyukur Jokowi giat membangun infrastruktur yang dalam jangka menengah dan panjang akan mengangkat ekonomi Indonesia. [* Opini Perlambatan Ekonomi dan Kinerja Pemerintahan Koran SINDO Sabtu 27 Juni 2015 - 09:29 WIB  Defiyan Cori  Pendekatan evaluasi kinerja sistem ekonomi kapitalisme-liberalisme yang saat ini digunakan banyak negara mengharuskan dan tidak dapat dielakkan bahwa ekonomi makro harus didasarkan pada pertumbuhan ekonomi (growth). Dengan logika itu pulalah, kinerja perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo dapat diperbandingkan. Dilihat dari capaian pertumbuhan ekonomi berdasar data BPS pada kuartal I 2015 (Januari- Maret) sebesar 4,71%, terjadi penurunan 0,33% dari tahun lalu (2014) yang mencapai sebesar 5,14%. Perlambatan ekonomi ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan kontribusi sektor konsumsi dalam memberikan sumbangan (kontribusi) terbesar atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu sampai 55% lebih. Lalu, terbesar kedua adalah sektor investasi yaitu 28%. Pada kuartal I 2015 ini pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun yaitu hanya mencapai 2,75% dibandingkan dengan 2014 yang mencapai 2,93% atau turun sebesar 0,18%. Di sektor yang lain, penurunan juga terjadi. Di sektor perdagangan misalnya ekspor Indonesia pada kuartal I 2015 hanya mencapai USD39,13 miliar atau menurun 11,67% dibanding 2014. Sedangkan ekspor nonmigas terjadi penurunan pada kuartal I 2015 ini sebesar 8,23% atau hanya mencapai USD33,43 miliar dibanding kuartal I 2014 yang mencapai USD36,18 miliar. Penjualan kendaraan bermotor yaitu motor dan mobil pada kuartal I 2015 ini juga menurun, masingmasing sebesar 16% dan 19%. Di sektor keuangan dan perbankan, ekspansi kredit pada kuartal I 2015 ini hanya mencapai 11%, jauh dari rencana sasaran ekspansi yang menjadi sasaran yaitu 15-17%. Dengan membandingkan kondisi ekonomi 2005, 2010, dan 2015, terutama capaian pertumbuhan ekonomi pada triwulan yang sama (triwulan I) dan masing-masing berada pada masa awal pemerintahannya, yang dicapai pada masa Presiden Joko Widodo lebih rendah. Dengan kondisi relatif sama, ada perDengan kondisi relatif sama, ada perbedaan capaian pertumbuhan ekonomi pada masa awal kedua Presiden baru memerintah dan telah bekerja selama enam bulan yaitu sebesar 1,64% lebih tinggi capaian Presiden SBY dibandingkan dengan Presiden Jokowi. Tantangan Presiden Terkait dengan sektor keuangan, tingginya suku bunga membuat terhambatnya kinerja para pengusaha dalam melakukan kegiatan operasional usahanya, terlebih bagi pengusaha yang memiliki utang yang cukup besar. Maka itu, jatuh tempo kewajiban pembayaran atas cicilan pokok dan bunga pinjaman yang harus segera dipenuhi dengan melambatnya perekonomian dan rendahnya daya beli konsumen atas produk- produk tertentu akan berimbas pada penjualan dan laba yang diperoleh perusahaan. Semakin kecil hasil produksi yang bisa terjual, akan semakin rendah penjualan produk perusahaan yang akan mengakibatkan tertekannya likuiditas perusahaan untuk membayar kewajiban pada karyawan maupun pihak ketiga. Dengan pihak perbankan, tentu dalam jangka panjang akan terjadi penumpukan kewajiban atas utang yang akhirnya macet dan menimbulkan permasalahan baru. Sebab itu, harus ada kebijakan penurunan suku bunga acuan kredit perbankan agar para pengusaha dapat lebih leluasa, ditambah ada penjadwalan ulang atas kewajiban utang. Tentu saja ini diikuti oleh pengawasan atas operasi perbankan yang selama ini mungkin tidak dijalankan secara konsisten sehingga saat ekonomi memburuk tidak ada sistem peringatan dini (early warning system) yang memadai. Inflasi pada Mei 2015 sesuai data BPS sudah mencapai 7,15% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya berkisar 5-6% sudah sangat mengkhawatirkan. Jelas pada permasalahan inflasi ini harga kebutuhan pokok yang sangat tinggi sudah tidak bisa dikendalikan oleh otoritas yang berwenang. Muchtar Effendi Harahap: Anggaran Dimutilasi Rp.70 Triliun, Bukti Kegagalan Pemerintahan Jokowi  13 Jun, 2016 Center for Budget Analysis (CBA) mengaku kecewa terhadap proposal APBN-P 2016 yang diajukan pemerintah kepada DPR. Pasalnya CBA mendapat bocoran dari Badan Anggaran (Banggar) DPR bahwa draf RAPBN-P tersebut melakukan pyengurangan alokasi anggaran hingga Rp70 triliun. Direktur CBA, Uchok sky Khadafi mengatakan dengan adanya pengurangan atau “mutilasi” alokasi anggaran di setiap kementerian/lembaga negara tersebut, memperlihatkan bahwa Presiden tidak mempunyai kapasitas sebagai pemimpin. Dia berpendapat seharusnya Jokowi tidak melakukan ‘mutilasi’ anggaran dalam APBN-P, tetapi mestinya meningkatkan alokasi anggaran pada kementerian atau lembaga yang punya kinerja baik di mata publik. “Untuk mengelabui publik, pemerintah menyatakan bahwa pengurangan alokasi anggaran pada setiap kementerian atau lembaga negara karena tujuan penghematan anggaran. Ini artinya pemerintah Jokowi memakai istilah penghematan anggaran, sengaja untuk memplintir otak publik agar bisa ikut membebek ikut kebodohan pemerintah,” kata Uchok, Senin (13/6). Dengan demikian CBA meminta DPR agar menolak mutilasi anggaran yang diusulkan Jokowi. Kemudian Uchok juga menantang Ketua DPR, Ade Komarudin selaku mantan aktivis untuk menunjukkan keberpihakannya kepada kepentingan publik. “Dengan melakukan penolakan atas mutilasi anggaran berarti DPR menunjukan kewibawaan lembaga parlemen. Karena DPR sekarang setara dengan Presiden, maka jangan mau jadi stempel presiden Jokowi. Klau DPR hanya jadi stempel presiden Jokowi lebih baik pulang kampung saja, tidak usah jadi wakil rakyat karena memalukan sekali,” tukasnya. Berikut 10 Kementerian/Lembaga menjadi korban mutilasi anggaran presiden Jokowi. 1 Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat anggaran dimutilasi sebesar Rp 8.4 Trilun 2 Kementerian Pendidikan dan Budaya anggaran dimutilasi Rp 6.6 Triliun. 3 Kementerian Pertanian anggaran dimutilasi sebesar Rp 3.9 Triliun 4 Kementerian Perhubungan, anggaran dimutilasi sebesar Rp3.7 Triliun 5 KKP, anggaran dimutilasi sebesar Rp 2.8 triliun 6). Kemenhan anggaran dimutilasi sebesar Rp.2.8 Triliun. 7 Kemen Ristek dan Dikti, anggaran dimutilasi sebesar Rp.1.9 Triliun 8 Kemensos anggaran yang dimutilasi sebesar Rp1.5 Triliun 9 POLRI, anggaran dimutilasi sebesar Rp.1.5 Triliun. “Mutilasi anggaran ini akan berdampak kepada terganggu kepentingan atau pelayanan publik. Misalnya Polri dimutilasi sampai Rp1.5 triliun maka banyak penjahat yg begitu senang dan gembira karena polisi tidak sanggup untuk memproses secara hukum. Atau Komisi Yudisial tidak akan bisa lagi melakukan pengawasan atas hakim hakim yang nakal lantaran tidak punya anggaran. Apakah ini yang diinginkan oleh Presiden Jokowi dan DPR?,” pungkasnya [28/5 11.18] Muchtar Effendi Harahap:  HOME BISNIS NASIONAL NUSANTARA INTERNASIONAL METROPOLITAN OLAHRAGA GAYA HIDUP CSR EDITORIAL KOLOM KOMUNITAS OTOMOTIF BIDIK HISTORI GOLF INFO BUMDESA GADO-GADO ARSIP BERITA   CARI BERITA 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda