Senin, 22 Mei 2017

PILPRES TAHUN 2019 DALAM PERSAINGAN AS-CINA

Pada tahun 2019 mendatang akan dilaksanakan sekaligus Pilpres dan Pileg. Khusus Pilpres 2019, akan dipengaruhi persaingan AS-Cina. Penyelenggaraan Pilpres 2019 dalam persaingan AS-Cina sebagai Adikuasa masing2 berupaya membantu memenangkan Paslon Presiden dan Wakil Presiden. Tentu saja maksud dan tujuan Negara Adikuasa mendukung masing Paslon agar pihak pemenang mendukung dan memenuhi kepentingan nasional dan motip kekuasaan Adikuasa bersangkutan di Indonesia. Dinamika politik ekonomi di Asia Tenggara ditentukan persaingan AS-Cina. Persaingan AS-Cina dipengaruhi "kepentingan nasional" masing-masing Negara Adikuasa tersebut. Secara geopolitik persaingan global antar negara adikuasa, AS dan Cina (RRC)-Rusia, telah bergeser dari kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah, ke kawasan Asia Pasifik, termasuk Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan. Artinya, Asia Pasifik menjadi “medan perang” baru berbagai kepentingan Negara-Adikuasa seperti AS, Cina dan Rusia. Indonesia sebagai suatu negara bangsa di kawasan Asia Tenggara otomatis akan menjadi “sasaran arena persaingan” negara adikuasa. Untuk memperkuat kehadiran militer di kawasan, AS akan kembali mempengaruhi penguasa negara Indonesia dengan mendukung kekuatan-kekuatan politik pro AS dan anti Cina (RRC) di Indonesia. Yakni: 1. Kelompok pensiunan perwira tinggi militer seperti group SBY (Perwira Militer Pensiunan), group Prabowo (Perwira Militer Pensiunan), group Cendana (keluarga dan pendukung Mantan Presiden Indonesia Orde Baru, Soeharto) 2. TNI/Polri. 3. Islam politik umumnya turunan dari Partai Masyumi (era Orde Lama). 4. Kelompok politisi Parpol non aliran Islam dan Marhaenisme turunan Partai Golongan Golkar (era Orde Baru). 5. Kaum terpelajar didikan Barat khususnya AS, dll. Kelompok-kelompok politik ini pada prinsipnya anti Komunisme dan lebih pro AS ketimbang Cina. Khusus bagi kelompok Islam politik, Cina masih dipercaya memiliki ideologi Komunisme dan akan tetap mempengaruhi kebangkitan Komunisme di Indonesia. Sekalipun ekonomi Cina cenderung kapitalisme, namun negara Cina tetap memiliki hanya satu parpol, yakni Partai Komunis Cina (PKC). Hal ini juga berlaku pada negara komunisme lain seperti Vietnam dan Korea Utara. Ekonomi boleh kapitalisme, tapi politik tetap komunisme. Di bawah Rezim Jokowi hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina berkembang pesat. Investasi Cina sudah nomor tiga, setelah Singapura Nomor satu dan Jepang nomor dua. Pesatnya hubungan kerjasama ekonomi ini mempercepat kristalisasi dan pengelompokan kekuatan politik menjadi dua kekuatan raksasa. Pertama, kekuatan raksasa anti komunisme dan lebih pro AS dan para sekutunya. Kedua, kekuatan raksasa berasal pada umumnya dari kekuatan Nasakom (era Orde Lama) dan lebih pro Cina. Kekuatan raksasa lebih pro AS dan lebih pro Cina ini akan bertarung dalam perebutan kekuasaan negara pada Pilpres 2019 mendatang. Sekalipun Pilpres masih masih paling cepat dua tahun lagi, tetapi suasana politik sekarang ini (awal 2017) mulai menunjukkan beragam indikasi ke arah kristalisasi dan polarisasi dua kekuatan raksasa. Salah satu indikasi mulai kencang menentang Rezim Jokowi lebih pro Cina. Bahkan, ada penilaian bahwa konsep Jokowi Tol Laut dan Poros Maritim sesungguhnya bagian komponen strategis atau tindak lanjut program OBOR Cina. Kembali pada Pilpres 2019, Cina tentu mendukung Jokowi lanjut sebagai Presiden RI melalui Pilpres 2019. Sebaliknya, AS takkan mendukung Jokowi. AS akan mendukung tiga kemungkinan, yakni SBY, Prabowo atau Calon dari Group Cendana. Kami memperkirakan, jika SBY tampil lagi sebagai Calon Presiden 2019 ini, AS sangat mungkin mendukung ketimbang Prabowo atau Calon Cendana. Namun, jika SBY tidak tampil lagi, sangat mungkin AS mendukung Prabowo. Walau Pilpres 2014 AS tak mendukung Prabowo. Untuk Pilpres 2019 sesuai semakin meningkatnya kerjasama Cina dan Indonesia dibawah Rezim Jokowi, maka AS akan intens mendukung Calon Prabowo. Dari variabel internasional ini, dapat diperkirakan bahwa Prabowo akan lebih unggul ketimbang Jokowi. Sedangkan untuk Group Cendana masih belum terbaca siapa Calon Presiden. Jika Tommy Soeharto, tentu AS lebih percaya terhadap Prabowo. AS mendukung Prabowo bisa jadi tidak ada pilihan karena Cina semakin merapat dengan Rezim Jokowi. Jika perkiraan ini faktual, Pilpres tahun 2019 dalam persaingan AS-Cina sangat mungkin Jokowi tumbang dari jabatan Presiden. Karena itu, Jokowi harus membuat kebijakan tidak mengutamakan Cina ketimbang AS. Harus mengambil kebijakan lebih pro AS, bukan Cina. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS: Network for South East Asian Studies)  

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda