Jumat, 12 Mei 2017

KEPENTINGAN CINA DI INDONESIA

Hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina sesungguhnya memasuki ‘era baru” saat Presiden SBY dan Presiden Cina, Xi Jinping, menandatangani perjanjian kerjasama Oktober 2013 di Jakarta. Selama ini hubungan kerjasama Indonesia-Cina hanya bidang perdagangan, namun sejak penandatangan ini meningkat ke arah industrialisasi dan pembangunan non perdagangan seperti infrastruktur, transportasi enerji, keuangan dan pariwisata. Pada 2014, Rezim SBY-Boediono melalui Pilpres digantikan Rezim Jokowi-JK. Sejak pergantian Rezim ini, Indonesia berpaling ke Cina. Di bawah Rezim Jokowi-JK hubungan kerjasama ekonomi meningkat pesat bahkan Indonesia cenderung berpaling ke Cina. Rezim Jokowi-JK cenderung berpaling ke Cina, bermula dari pertemuan antara Jokowi dan Presiden Cina (RRC) Xi Jinping, di sela-sela acara KTT Asia Afrika (KAA) ke-60, di Jakarta Convention Center, 22 April 2015. Dalam pertemuan itu, Jokowi ingin memastikan Cina dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, meliputi pembangunan 24 pelabuhan laut, 15 bandar udara (airport), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (KM), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 KM, dan pembangunan pembangkit listrik (powerplan) berkapasitas 35 ribu megawatt. Ada kesepakatan Indonesia-Cina terkait bantuan pembangunan infrastruktur. Di bidang keuangan, di bawah Rezim Jokowi-JK, utang luar negeri Indonesia terhadap Cina tumbuh 56,61 %. Pada Januari 2015 utang Indonesia ke Cina AS $ 8,55 miliar, sementara per Januari 2016 tumbuh menjadi AS $ 13,65 miliar, melejit 59 %. Dari lima negara kreditor besar Indonesia, hanya utang ke Cina saja mengalami kenaikan selama tahun terakhir. Sementara itu, utang ke Singapura, Jepang, AS dan Belanda sama-sama menurun (Bank Indonesia, Maret 2016). Selanjutnya, pada September 2016, diperkirakan utang Indonesia ke Cina melonjak hingga 46,09 %. Jika Juli 2015 jumlah utang ke Cina sebesar AS $ 9,69 miliar, maka Juli 2016 menaik AS $ 4,47 miliar menjadi AS $ 14,17 miliar (Bank Indonesia, 2016). Jika tahun 2015 Cina masih berada di peringkat kelima sebagai negara kreditor terbesar, pada Juli 2016 Cina sudah di peringkat ketiga terbesar. Dari lima Kreditor dimaksud, tercatat hanya utang Indonesia ke Cina dan Jepang mengalami kenaikan. Sisanya mengalami penurunan. Investasi Cina di bidang keuangan dan infrastuktur, terutama pelabuhan, akan bermanfaat bagi Cina dari segi geopolitik dan geostrategis Cina. Cina memandang amat penting untuk menjaga jalur laut ke Hongkong, Shenzhen, Guangzhou, dan pelabuhan Cina lain agar tetap terbuka dan bebas dari segi keamanan laut. Hal ini selaras dengan doktrin “String of Pearl” Cina dengan gagasan dasar, yakni sebagai doktrin penguasaan maritim kawasan Asia Tenggara, khususnya wilayah-wilayah melewati Laut Cina Selatan. Berdasarkan skema Cina tentang penguasaan geopolitik jalur sutra, Indonesia termasuk mata-rantai penting menjadi sasaran strategis dan perang asimetris Cina. Metode digunakan dalam bentuk investasi dan bantuan (utang), termasuk pembangunan infrastruktur. Cina memiliki kepentingan utk memecahkan masalah utang dirinya sendiri. Sebuah sumber menggambarkan kini kondisi ekonomi Cina tidak menggembirakan. Ekonomi China tengah berada di bawah tekanan utang raksasa, nilainya mencapai US$28,2 triliun, atau sekitar Rp. 366 ribu triliun. Jumlah utang Cina ini 100 kali utang luar negeri Indonesia. Utang China sebenarnya meningkat sangat pesat sejak 2007. Peningkatannya mencapai US$ 20,8 triliun. China menguasai dua pertiga dari peningkatan utang global dalam rentang waktu 2007-2014 sebesar US$ 57 triliun. Kini utang ekonomi China mencapai 286% terhadap GDP negara Cina. Jumlah ini akan terus meningkat. Apalagi pertumbuhan ekonomi China terus merosot. Semula sempat pertumbuhan 7%, tahun ini diperkirakan hanya akan tumbuh 6%. Diperkirakan, sangat mungkin pada tahun-tahun mendatang mencapai hanya sekitar 4 %. Pertumbuhan ekonomi Cina terus merosot. Sejumlah pengamat ekonomi internasional menilai, kondisi ekonomi China merupakan "alarm" atau peringatan bagi ekonomi global. Karena jika utang raksasa China jatuh, maka krisis 2008 melanda ekonomi AS akan terulang di China. Kondisi krisis ini akan berdampak negatif terbesar terhadap negara2 Asia, termasuk tentunya Indonesia. Dengan utang sebesar itu, Cina berpotensi menjadi penyebab krisis global seperti AS pada saat tahun 2008. Sesungguhnya selama ini Cina memanfaatkan Indonesia di bawah Rezim Jokowi. Rezim Komisi menyerahkan semua proyek infrastruktur raksasa kepada China Indonesia bagi Cina seakan "pelampung penyalamat". Rezim Jokowi jangan merasa bangga dulu karena punya kerjasama infrastruktur dengan Cina. meski dana pembangunan bersumber dari Cina. Dengan memegang "kontrak" infrastruktur dengan Indonesia, beserta hak atas tanah, maka China bisa mengagunkan atau menggadaikan kontrak tsb. ke pasar keuangan global dan membentuk kembali gelembung keuangan China. Infrastruktur raksasa seperti Tol Laut, Tol Darat, Pelabuhan Laut, Bandara, Kereta Api, Monorel, MRT, dll. digadaikan. Padahal, semua itu adalah infrastruktur menelan dana sekitar ratusan triliun rupiah. Data terakhir menunjukkan, pada 14-15 Mei 2017 akan diadakan KTT One Belt One Road (OBOR) atau KTT Jalur Sutera di Beijing, China. Akan dihadiri 20an negara. Rezim Jokowi mewakili negara Indonesia akan hadir dengan menawarkan proyek infrastruktur senilai hingga US$ 35 miliar atau sekitar Rp 465 triliun (kurs US$ 1 = Rp 13.300). Proyek ditawarkan ini akan diarahkan pada skema business to business dan melibatkan BUMN Indonesia. Lokasi proyek semua di luar Pulau Jawa. Uraian di atas menunjukkan Cina telah berhasil memenuhi kepentingan di Indonesia. Kerjasama ekonomi semakin berkembang pesat. Politik luar negeri Indonesia sudah membuka diri seluas-luasnya untuk bekerjasama ekonomi terutama pembangunan infrastruktur di Indonesia. Indonesia mulai condong ke Cina ketimbang AS dan Barat dalam kerjasama ekonomi pada umumnya. Manfaat telah diperoleh Cina dlm kerjasama ekonomi, antara lain telah diperoleh sejumlah kontrak infrastruktur yang dapat diagunkan atau digadaikan ke pasar keuangan internasional. Hal ini salah satu solusi Cina atasi krisis utang Cina dan membentuk kembali gelembung keuangan Cina yang sekarang ini semakin "kempis". Rakyat Indonesia harus paham posisi keuangan Cina ini agar tak mudah tertipu atas propaganda atau kampanye publik seakan Indonesia dapat manfaat setara dengan Cina. Hingga kini sungguh belum ada bukti faktual hasil pembangunan konstruksi yang dikontrakkan terhadap Cina, misalnya kegiatan konstruksi dalam program Tol Laut, Tol Darat, Jalan Darat dan juga Kereta Api cepat. Padahal masa kekuasaan Rezim Jokowi tinggal sekitar dua tahun lagi. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS: Network for South East Asian Studies)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda