Minggu, 15 Januari 2017

KINERJA AHOK DIMATA BPK: OPINI WAJAR DENGAN PENGECUALIAN (WDP)

BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) menilai Pemprov DKI adalah lembaga negara bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (UUD 1945 pasal 23E dan UU No.15 2006 pasal 2). BPK berfungsi, memeriksa dan mengawasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, termasuk keuangan Pemprov DKI dibawah Ahok. Bagaimana opini BPK atas pengelolaan keuangan Pemprov DKI di bawah Ahok? Opini BPK atas pengelolaan keuangan Gubernur Ahok 2013, 2014 dan 2015, sangat mungkin juga 2016 sebagai WDP (Opini Wajar Dengan Pengecualian). Apa makna WDP? Menurut istilah akuntansi, WDP adalah pendapat diberikan ketika laporan dikatakan wajar dalam hal material, tetapi terdapat sesuai penyimpangan (kurang lengkap) pada pos-pos tertentu, sehingga harus dikecualikan. Pengecualian itu sendiri mungkin saja terjadi karena bukti kurang cukup, adanya pembatasan ruang lingkup, atau terdapat penyimpangan dalam penerapan prinsip akuntansi berlaku umum. Predikat WDP 2015, 2014 tidak berbeda dengan opini audit BPK pada laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2013 (Awal Era Jokowi-Ahok). Padahal pada periode Gubernur sebelumnya, baik Sutiyoso dan Fauzie Bowo alias Foke, selalu mendapat opini audit WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Apa dimaksud WTP? Yakni opini audit akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi bebas dari salah saji material. Artinya, auditor meyakini berdasarkan bukti2 audit dikumpulkan, Pemprov DKI di bawah Sutiyoso atau Foke dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi berlaku umum dengan baik, dan kalau ada kesalahan dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. Bagaimana WDP dikenakan pada Ahok, tentu kebalikan dari WTP !!! Mengapa predikat WDP diberikan kepada Ahok? Karena ada 70 temuan dalam laporan keuangan DKI senilai Rp. 2,16 triliun, berindikasi kerugian DKI senilai Rp 442 miliar. Berpotensi merugikan DKI sebanyak Rp. 1,71 triliun. Lalu kekurangan penerimaan dana DKI sebanyak Rp. 3,13 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp. 469 juta dan pemborosan Rp. 3,04 miliar. Beberapa temuan wajib menjadi perhatian Pemprov DKI. Yaitu asset seluas 30,88 hektar di Mangga Dua dengan PT. Duta Pertiwi dianggap lemah dan tidak memperhatikan faktor keamanan asset; pengadaan tanah RS Sumber Waras di Jakarta Barat tidak melewati proses pengadaan memadai (ada indikasi kerugian senilai Rp. 191 miliar); kelebihan bayar premi asuransi senilai Rp. 3,7 miliar; pengeluaran dana Bantuan Operasional Pendidikan tidak dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp. 3,05 miliar; penyertaan modal dan asset kepada PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta) tidak sesuai ketentuan. Hal terakhir ini menyangkut tanah seluas 794 ribu meter persegi, bangunan seluaas 234 meter persegi dan tiga blok apartemen belum diperhitungkan sebagai penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah. Berdasarkan laporan BPK, dalam perjalanan Ahok selaku Gubernur DKI terdapat data dan fakta lain, Ahok gagal mengurus pemerintah dan rakyat DKI Jakarta. Data dan fakta dimaksud antara lain temuan BPK tentang beberapa ketidkberesan dalam penggunaan anggaran oleh Pemerintah DKI tahun anggaran 2014. Atas dasar itu, BPK memberi opini "wajar dengan pengecualian (WDP)" untuk laporan keuangan tahun 2014 lalu. Hal ini tak berbeda dengan laporan keuangan pada 2013. Beberapa temuan BPK yang mengakibatkan DKI mendapat "rapor merah" antara lain sensus aset masih berantakan (Tempo, 7 Juli 2015). Predikat WDP (Wajar Dengan Pengecualian) juga berlaku untuk Anggaran Tahun 2015. Karena itu, dimata BKP kinerja Gubernur Ahok sejak tahun 2013, 2014 dan bahkan 2015 tergolong jelek dengan predikat WDP. Untuk Anggaran Tahun 2016, belum ada laporan penilaian BKP hingga tulisan ini dibuat. Mengacu pada Liputan6.com, Jakarta, BPK telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan tahun 2015. Dalam audit keuangan tersebut, Pemprov DKI kembali mendapat penilaian “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP). Empat poin utama yang dicatat BPK, semuanya mengenai bobroknya pencataan aset di DKI."WDP tahun lalu sudah ditindaklanjuti namun belum memadai. Tahun 2016 masih sama seperti tahun 2015. Hal diperhatikan pengendalian pengelolaan piutang PBB belum memadai, belum catat kewajiban konversi terkait kontribusi pengembang, penc:;ataan aset tidak melalui sistem akuntasi dan inventarisiasi aset belum valid. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS, Network for South East Asian Studies)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda