Sabtu, 28 Januari 2017

KINERJA AHOK DI MATA LEMBAGA NEGARA OMBUDSMAN: DI BAWAH NTT

I. PENGANTAR: Selama ini para pendukung buta Ahok acapkali membangga-banggakan, kinerja Gubernur Ahok tentang pelayanan publik. Mereka tanpa data, fakta dan angka meyakinkan rakyat DKI Jakarta bahwa Gubernur Ahok telah meningkatkan pelayanan publik ketimbang para Gubernur sebelumnya. Jika, Kita buta data, fakta dan angka atas realitasr obyektif Pemprov DKI selama dipimpin Gubernur Ahok, rakyat DKI bisa begitu saja percaya dan terbohongi oleh pendukung buta Ahok ini. Tetapi, betulkah Gubernur Ahok telah berhasil meningkatkan pelayanan publik di DKI Jakarta ? Inilah jawabannya! Dalam “Debat Kedua Paslon Pilkada DKI”, Jumat 27 Januari 2017 malam, disiarkan ke publik lewat beberapa stasiun TV nasional, mencuat hasil penilaian dan pemeriksaan atas peringkat kepatuhan terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan publik di Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok. Menjadi menarik, muncul ungkapan bahwa peringkat kepatuhan di Pemprov DKI Jakarta masih di bawah Pemprov NTT (Nusa Tenggara Timur ). II. LEGALITAS ORI MELAKUKAN PENILAIAN: Dasar legalitas lembaga negara Ombudsman RI (ORI) melakukan penilaian dan pemeriksaan kepatuhan pelayanan publik yakni UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. UU ini memberi mandat kepada Ombudsman RI (ORI) untuk berperan sebagai lembaga pengawas eksternal pelayanan publik baik dilakukan pemerintah termasuk BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau perorangan diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu seluruhnya atau sebagian dananya berasal dari APBN atau APBD. Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, sejak 2013 ORI melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di Kementerian, Lembaga, dan Pemda terhadap standar pelayanan publik. RPJMN 2015-2019 (Perpres No. 2 Tahun 2015), menempatkan langkah-langkah Pusat dan Pemda mematuhi UU No 25 Tahun 2009 ttg Pelayanan Publik dalam peningkatan kualitas pelayanan publik sebagai bagian dari proses penyempurnaan dan peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN). Perpres No.2 Tahun 2005 menempatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sebagai salah satu target capaian RPJMN. Fokus penilaian dan pemeriksaan dipilih karena standar pelayanan publik merupakan ukuran baku wajib disediakan oleh penyelenggara pelayanan sebagai bentuk pemenuhan asas-asas transparansi dan akuntabilitas. Pasal 54 UU No 25 Tahun 2009 ttg Pelayanan Publik menetapkan, terdapat sanksi mulai dari sanksi pembebasan dari jabatan sampai dengan sanksi pembebasan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi pelaksana dan penyelenggara pelayanan publik tidak memenuhi kewajiban menyediakan standar pelayanan publik layak. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik juga akan mendorong terjadinya potensi perilaku maladministrasi dan perilaku koruptif. Dalam jangka panjang, pengabaian terhadap standar pelayanan publik potensial mengakibatkan menurunnya kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan katalisator pembangunan pelayanan publik. Penilaian kepatuhan ini untuk mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat berbasis fakta dan metodologi pengumpulan data yang kredibel (evidence-based policy) III. HASIL PENILAIAN KEPATUHAN: Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik Sesuai UU No. 25 Tahun 2009 ttg Pelayanan Publik Tahun 2016 mencakup kepatuhan di Kementerian, di Lembaga Negara, di Pemerintah Provinsi (Pemprov), dan di Pemerintah Kabupaten/Kota. Khusus untuk kepatuhan di Pemprov di Indonesia, ORI telah menilai dan memeriksa kepatuhan terhadap pemenuhan komponen standar pelayanan di 33 Pemprov, termasuk DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok. Apa hasilnya? a. 13 Pemprov (39,39 %) masuk dalam “zona hijau” dengan predikat kepatuhan “tinggi”. b. 13 Pemprov (39,39 %) masuk dalam “zona kuning” dengan predikat kepatuhan “sedang”. c. 7 Pemprov (21,21 %) masuk dalam “zona merah” dengan predikat kepatuhan ”rendah”. Pemprov raih predikat kepatuhan “tinggi” dalam “zona hijau” yakni: 1. Jawa Timur; 2. Kalimantan Timur; 3. Sulawesi Selatan; 4. Lampung; 5. Sumatera Barat; 6.Riau; 7. Kalimantan Selatan; 8.Bali; 9.Jawa Tengah; 10. Bengkulu; 11. Bangka Belitung; 12.Sumatera Selatan; dan, 13. Kalimantan Tengah. Pemprov raih predikat kepatuhan “sedang” dalam “zona kuning”yakni: 1.Jawa Barat; 2. NTT; 3. Sumatera Utara; 4. DKI JAKARTA; 5. NTB; 6. Papua Barat; 7.Sulawesi Barat; 8. Kepulauan Riau; 9. Sulawesi Tenggara; 10. Kalimantan Barat; 11. Sulawesi Tengah;12. Sulawesi Utara; dan, 13. Aceh. Pemprove raih predikat kepatuhan “sedang” dalam “zona merah” yakni: 1. Jambi; 2. Banten; 3. Maluku; 4. DI Yogyakarta; 5. Maluku Utara; dan, 6. Papua. IV. POSISI PEMPROV DKI JAKARTA Posisi Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok sungguh tidak sesuai dengan apa yang digembor-gemborkan para pendukung buta Ahok selama ini. Pemprov DKI Jakarta di bawah Gubernur Ahok ternyata dimata lembaga negara ORI ini hanya meraih predikat kepatuhan “sedang” atau “zona kuning”, bahkan masih di bawah Pemprov NTT. Ironis sekali, peringkat Pemrov DKI masih di bawah Pemprov NTT. Jika dibandingkan sesama Pemprov peraih predikat “sedang”, Pemprov DKI Jakarta ternyata pada posisi nomor 4 (empat) terendah. Sementara jika diurut berdasarkan keseluruhan Pemprov dinilai atau diperiksa ORI, posisi Pemrove DKI Jakarta harus mau menerima kenyataan berada pada nomor urut 17 jauh di bawah Pemprov Bangka Belitung (meraih nomor 11). Data, fakat dan angka ini mudah-mudahan dapat mengubah sikap sepihak para pendukung buta Ahok dan berhenti gembor-gembor Ahok berprestasi pada aspek pelayanan publik rakyat DKI Jakarta. Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP ( NSEAS)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda