Minggu, 15 Januari 2017

KINERJA AHOK DIMATA KEMENPANRB: PREDIKAT CC DAN URUT KE-18

Belakangan ini kalangan pendukung buta Ahok (buta data, fakta dan angka) membuat kesan atau pencitraan Ahok berprestasi dan kinerja bagus sebagai Gubernur DKI. Kalaupun menurun elektabiltasnya dimata publik, pendukung buta Ahok berkilah, bukan karena prestasi atau kinerja Ahok jelek atau rendah, namun karena Ahok salah ucap nista agama di Kepulauan Seribu. Bahkan, dikesankan mereka yg nuntut Ahok dipenjarakan adalah kalangan koruptor. Juga, issu nista Agama digunakan utk menurunkan ekektabilitas Ahok. Padahal sebelum muncul kasus Ahok nista agama, berdasarkan semua lembaga survei, rata2 terjadi penurunan elektabilitas Ahok sekitar 5 persen. Diprediksi sampe bulan Januari 2017, elektabilitas Ahok turun terus hingga antara 15 dan 20 persen. Kini pendukung buta Ahok sibuk mengkambinghitamkan Issue nista Agama sebagai sebab merosotnya ekektabilitas Ahok bulan per bulan, bukan karena Ahok tak kayak dan gagal laksanakan kebijakan urusan pemerintahan dan rakyat DKI sesuai Perda No.2 Tahun 2012 ttg RPJMD DKI. Atau karena kinerja Ahok buruk!!! Kalangan pendukung buta Ahok ini bukan saja datang berdasarkan "primordial" ras/etnis, "kesamaan" agama dgn Ahok, tetapi juga dari "kader" terutama fungsionaris parpol pendukung Ahok dlm Pilkada DKI 2017. Sungguh dari berbagai sudut, kinerja Ahok mimpin DKI tidak istimewa dan tergolong rendah atau buruk. Penilaian ini tidak saja datang dari komponen masyarakat madani, namun juga pemerintahan DKI dan pusat. Salah satu penilaian dari pemerintahan pusat, yakni KemenPANRB berbasis LAKIP. SESUAI Pepres No. 47/ 2015 ttg Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), salah satu tugas KemenPANRB yakni menyelenggarakan perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang reformasi birokrasi, akuntabilitas aparatur, dan pengawasan. KemenPANRB berfungsi al. mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang reformasi birokrasi, termasuk level pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota. Bagaimana penilaian KemenPANRB tentang pelaksanaan reformasi birokrasi (RB) di pemerintahan DKI? Inilah jawabannya? Yuddy Chrisnandi selaku MenPANRB menerangkan penilaian LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja) diikuti 77 kementerian/lembaga. Ada 7 kategori dibagi yaitu NILAI: 1. AA (0 lembaga/kementerian). 2. A (4). 3. BB (21). 4. B (36). 5. CC (16). 6. C (0). 7. D (0). 77 Kementerian/lembaga ini dinilai sejak awal 2015. LAKIP disusun sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999, mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga negara dibiayai anggaran negara agar menyampaikan LAKIP. LAKIP merinci pertanggungjawaban organisasi dan tanggung jawab pemakaian sumber daya untuk menjalankan misi organisasi. KemenPANRB membeberkan hasil penilaian "akuntabilitas kinerja" 86 Kementerian dan Lembaga. Ada beberapa menjadi indikator dalam penilaian akuntabilitas, yaitu: 1. Penerapan program kerja. 2. Dokumentasi target tujuan. 3. Pencapaian organisasi. Hasilnya, Pemerintah Daerah raih nilai tertinggi di Indonesia Timur, yaitu Pemerintah Provinsi Sulut dgnpredikat B (baik). Sedang Provinsi raih nilai A hanya DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Berapa nilai diraih Pemprov DKI di bawah Gubernur Ahok? Sangat memalukan, hanya raih predikat CC. Predikat Pemprov DKI masih di bawah Provinsi Kalimantan Tengah. Provinsi DKI diantara seluruh Provinsi dinilai KemenPANRB hanya pd urutan ke-18 dengan nilai CC= 58. Nilai Pemprov DKI ini sama dgn nilai Pemprov Banten, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, Jambi, dan juga Papua Barat. Sekali lagi nilai Pemprov DKI dimata KemenPANRB sana dan sederajat dengan nilai Pemprov Papua Barat. Bahkan, di bawah Pemprov Kalimantan Tengah. Memalukan !!! Hal ini menunjukkan prestasi Ahok dalam urusan akuntabilitas penerapan program kerja, dokumentasi target tujuan, dan pencapaian organisasi tergolong rendah tak sebanding dgn posisinya sbg Ibukota RI dgn sumberdaya terbesar di Indonesia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya tentu pada rendahnya kepemimpinan atau leadership Ahok urus pemerintahan DKI. Ahok tak mampu melaksanakan kebijakan national ttg reformasi birokrasi (RB). Para pendukung buta Ahok perlu memahami prestasi Gubernur berbasis regulasi (LAKIP) bukan berbaris kemauan kepentingan sendiri subyektif tanpa standar dan kriteria sesuai regulasi. Predikat CC dan urut 18 di bawah Provinsi Kalimantan Tengah diperoleh Pemprov DKI pimpinan Gubernur Ahok jelas menunjukkan prestasi di bidang reformasi birokrasi tergolong jelek, tidak bisa ditonjolkan sebagai prestasi. Padahal selama ini Ahok sesumbar, menilai PNS Pemprov DKI pada maling semua, dan dia mau berantas korupsi. Bahkan, pendukung buta Ahok acap kali klaim, para pengkritik dan penentang Ahok tidak mau " Jakarta maju" bahkan menuduh mereka sebagai koruptor. Namun, dlm realitas obyektif, lembaga negara tingkat Pusat yg punya kompetensi menilai kepemimpinan Ahok urus pemerintahan DKI, masih di bawah Kalimantan Tengah, nun jauh di Indonesia Timur dan jauh lebih rendah APBD dan juga sumber daya ketimbang Pemprov DKI. Ironis memang!!!

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda