Sabtu, 04 Juni 2016

KEGAGALAN AHOK URUS PEMERINTAHAN DAN RAKYAT DKI

I.KESADARAN PALSU Beberapa hari lalu ada Lembaga Survei mengklaim, publik puas dengan kinerja Ahok selaku Gubernur. Ada pula Lembaga Survei sodorkan pertanyaan yg mempengaruhi responden agar bersikap positif terhadap Ahok (push polling). Pemahaman publik awam politik bisa jadi menilai Ahok berhasil urus pemerintahan dan rakyat DKI. Tetapi, apakah hal itu faktual? Tentu tidak. Data, fakta dan angka tidak ada urusan pemerintahan DKI telah berhasil diselesaikan Ahok. Tidak ada Ahok penuhi target-target diharapkan tercapai baik tahun 2015 maupun 2016 berdasarkan regulasi perencanaan 5 tahun pembangunan DKI.Ahok sangat tidak punya kepemimpinan yg konsisten dan konsekuen dgn perencanaan tertuang di dlm RPJMD Jakarta telah ditetapkan dgn Perda No. 2 Tahun 2012.Sebagai standar kriteria, target2 diharapkan tercapai per tahun sangat tepat untuk menilai kinerja dan prestasi Ahok. Realitas obyektif, hanya kegagalan demi kegagalan dialami Ahok. Hal ini tertutupi oleh pencitraan Ahok via media massa setiap hari. Publik awam dijadikan memiliki "kesadaran palsu" tentang kepemimpinan Ahok.Yakni Ahok berhasil, bahkan jujur anti korupsi. Seakan Ahok tidak mau korupsi. Karena dipungkiri berkali berbulan bukan via media massa, publik awam menganggap realitas obyektif, padahal palsu. Sungguh, kepalsuan itu harus dibongkar demi kebenaran faktual Jakarta dipimpin semula Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Shok. Jokowi kemudian jadi Presiden. Ahok dikukuhkan sebagai pengganti Jokowi. Ahok bukan dipilih rakyat utk jadi Gubernur. KINI hampir dua tahun Ahok dikukuhkan jadi Gubernur DKI. Tim Studi NSEAS menilai Ahok hadapi kegagalan demi kegalan.Apa standar kriteria kegagalan Ahok? Pertama, Janji-Janji Kampanye Pasangan Jokowi dan Ahok dalam Pilkada 2012. Kedua, target-target diharapkan tercapai per tahun pada masing2 urusan pemerintahan dan rakyat DKI dlm Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. II. INDIKATOR KEGAGALAN Sejumlah indikator membuktikan kegagalan-kegagalan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta: 1. Rakyat Nganggur kian banyak. 2. Rakyat Miskin kian banyak. 3. Kesenjangan rakyat kaya dan miskin melebar. 4. Menurunnya pertumbuhan ekonomi. 5. Gagal meraih penghargaan Adipura. 6. Kota DKI Paling Macet se Dunia. 7. Titik banjir belum berkurang signifikan. 8. Realisasi Anggaran Belanja rendah. 9. Pembangunan Infrastruktur Terhenti. 10. Kualitas Manajemen dan Perlindungan Asset rendah. III. DESKRIPSI RINGKAS INDIKATOR KEGAGALAN Pertama, Meningkatnya Pengangguran. Secara umum, pengangguran bermakna orang tidak bekerja sama sekali atau sedang dalam mencari kerja atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pemecatan dan berusaha untuk memperoleh pekerjaan. Tingkat pengangguran adalah perbandingan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Penilaian Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Tahun 2015, DKI Jakarta dalam alarm darurat, jangan dianggap sepele.. Buruknya kondisi ekonomi DKI Jakarta ditandai dengan tingkat pengangguran terbesar di Indonesia yakni di DKI Jakarta dan Banten. Di Banten sebanyak 8,85 persen, sementara di DKI Jakarta sebanyak 8,36 persen, jauh di atas rata-rata Indonesia. Kedua, Meningkatnya Kemiskinan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Keadaan sebagian rakyat miskin di Jakarta semakin memburuk dari tahun ke tahun. Mengacu pada data BPS DKI Jakarta 2015, jumlah kemiskinan di DKI Jakarta telah meningkat secara terus menerus dari tahun ke tahun. Jika jumlah penduduk miskin tahun 2012 sebanyak 363.200 orang, tahun 2015 menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. Ketiga, Kesenjangan rakyat kaya dan miskin melebar. Hal yang sangat membahayakan dan harus menjadi perhatian semua pihak adalah masalah ketimpangan ekonomi rakyat DKI. Gini Rasio DKI menunjukkan nomor dua terendah di Indonesia setelah Papua. Ketimpangan atau kesenjangan ekonomi menjadi masalah dengan kaya yang menguasai Jakarta. BPS DKI Jakarta (2015) menunjukkan, masalah ketimpangan ekonomi meningkat dari 0,44 tahun 2014. Tahun 2015 belum diumumkan. Berarti kelompok kaya menguasai 44 persen pendapatan DKI Jakarta. Ketimpangan DKI Jakarta adalah yang tertinggi secara nasional. Bagi J.Suryo Prabowo, gini rasio DKI meningkat 7,20 persen. Sebagai catatan tambahan, pada 24 Februari 2016, Dewan Pimpinan Wilayah Barisan Muda Penegak Amanah Nasional (BM-PAN) DKI Jakarta menggelar diskusi sekitar Evaluasi Kritis Pembangunan DKI Jakarta. Muhammad Idrus, kader PKS, selaku narasumber menilai, ekonomi Jakarta saat ini hanya dinikmati oleh kalangan menengah atas. Gini Ratio (Kesenjangan Ekonomi) Jakarta sebesar 0,43. Versi Fraksi PPP DPRD DKI, angka Gini rasio 0,47. Lalu ada pengakuan BPS DKI Gini Rasio 0,46. Di lain fihak, Syahganda Nainggolan menghitung gini rasio 0,5 atau bahkan lebih. Angka ini jauh di atas angka nasional. Prijono, pakar ekonomi, setuju gini rasio sudah 0,5. Baginya, jika digunakan data BPN (2012) dari tanah produktif 10 persen menguasai 80 persen tanah Jakarta. Itu logikannya berbanding lurus dengan prolehan income kapitalis tersebut. Secara kasar dari aset tanah saja asumsinya Gini Rasio 0,7. Belum kekayaan dan income dari factor non property. Susah dibayangkan angka 0,46 versi Pemerintah. Sebab tidak ada transfer subsisi seperti di ngara-negara Skandinavia atau Belanda sebagai pengurang ketimpangan pendapatan. Bagi Letjen TNI (Purn.) J.Suryo Prabowo, gini rasio DKI meningkat 7,20 persen. Keempat, Menurunnya Tingkat Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Sejak Ahok menjabat Wagub dan Gubernur Jakarta, pertumbuhan ekonomi Jakarta hanya di kisaran 5% jauh di bawah kinerja Fauzi Bowo yang rata-rata 6.8% per tahun. Kegagalan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jakarta ini berdampak langsung terhadap penurunan kesejahteraan rakyat, peningkatan kemiskinan dan angka pengangguran di Kota Jakarta. Kelima, Kegagalan Meraih Penghargaan Adipura. Adipura adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil antara lain proses pengolahan sampah; , penataan ruang hijau dengan tersedianya 30 persen dari luas wilayah; area daerah aliran sungai (DAS) yang harus terjaga; dan, perawatan ruang publik seperti terminal, rumah sakit, dan sekolah. Kinerja buruk Ahok paling menonjol pada kegagalan Pemprov DKI Jakarta meraih penghargaan Adipura, lambang prestasi kebersihan dan kenyamanan kota. Sebelumnya, Kota Jakarta tidak pernah gagal merail Penghargaan Adipura selama 10 tahun terakhir. Kegagalan Ahok makin diperburuk dengan perolehan status penilaian WDP (wajar dengan pengecualian) atas laporan keuangan dan kinerja Pemprov DKI Jakarta dari BPK RI. Keenam, Kota Paling Macet se Dunia dan Banjir Jalan Terus. Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan di DKI Jakarta selama Ahok menjadi Gubernur, ternyata mencapai ranking teratas kota paling macet se dunia. Kondisi ini ditemukan oleh suatu studi yang dibuat melalui Traffic Jam Index, dilaksanakan Lembaga Internasional CASTROL Hasil studi ini dimuat di dalam Majalah TIME.http://time.com/3695068/worst-cities-traffic-jams. Di lain pihak banjir jalan terus, bahkan tahun 2016 ini paling dahsyat dan terbesar sejak 2007 karena mencapai kedalaman 5 Meter. Ahok sampai marah kepada Walikota Jakarta Utara, Rustam Effendi, hingga Rustam meletakkan jabatannya sebagai Walikota Jakarta Utara. Ketujuh, Titik banjir belum berkurang signifikan. Para pendukung buta Ahok acapkali mengklaim, Ahok berhasil memecahkan masalah banjir di DKI. Apa betul? Fakta menunjukkan, Jakarta kembali kebanjiran saat hujan deras turun. pada 2016 titik lokasi banjir harus tinggal 45 titik lokasi lagi. Namun, banjir jalan terus masih melebihi 45 titik lokasi. Bahkan pada banir 21 April 2016 terjadi banjir terbesar sejak 2007. Banjir terjadi pada 21 April 2016 termasuk terbesar sejak 2007. Banjir mencapai kedalaman 20 hingga 100 cm di Pademangan, Jakarta Utara. Bahkan, ketika banjir terjadi di Cawang Maret 2016, kedalaman air 20 Cm hingga 1,5 M. Kalau dibandingkan 2007, banjar saat itu paling dahsyat karena mencapai kedalaman 5 meter. Banjir bulan April 2015 cukup merata di Ibukota. Sama seperti 2015, Jakarta Utara, Timur, dan Selatan merupakan wilayah paling parah terkena dampak banjir. Kedelapan, Realisasi Anggaran Belanja Terendah. Penilaian BPK atas laporan penggunaan anggaran dan pengelolaan keuangan serta kepatuhan hukum Pemprov DKI Jakarta menghasilkan nilai CCC atau BURUK. Dengan hasil ini, Pemprov DKI Jakarta berada pada urutan ketiga terburuk dari seluruh propinsi di Indonesia. Kelemahan utama Pemerintah DKI Jakarta adalah realisasi belanja daerah terendah. Realisasi belanja 2015 senilai 37, 8 triliun rupiah, sebesar 53,39 persen dari yang direncanakan. Penyerapan APBD DKI Jakarta termasuk paling terendah se-Indonesia dan kegagalan mencapai target PAD (pendapatan asli daerah) merupakan indikator buruknya kinerja Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Puncak kegagalan kinerja Ahok adalah peningkatan korupsi mencapai 900% dengan kerugian negara dari Rp. 1.54 triliun pada tahun 2013 hingga Rp2.5 triliun pada tahun 2014. Salah satu korupsi temuan BPK adalah pada pengadaan lahan RS Sumber Warag Jakarta yang pengadaan lahannya dibeli Pemprov DKI dari Yayasan RS Sumber Waras. Kesembilan, Pembangunan Infrastruktur Terhenti. Infrastruktur (saran dan prasarana fisik) memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di DKI Jakarta. Keberadaan infrastruktur merupakan bagian sangat penting dalam sistem pelayanan masyarakat. Berbagai fasilitas fisik merupakan hal yang vital guna mendukung berbagai kegiatan pemerintahan, perekonomian, industri dan kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintahan. Mulai dari sistem energi, transportasi jalan raya, bangunan-bangunan perkantoran dan sekolah, hingga telekomunikasi, rumah peribadatan dan jaringan layanan air bersih, kesemuanya itu memerlukan adanya dukungan infrastruktur yang handal. Kondisi infrastruktur di Jakarta yang masih berantakan. Ada tumpukan galian di pinggir jalan sampai mengering. Jakarta sebagai kota besar masih belum punya pelayanan publik yang bagus. Pelayanan di Jakarta belum menggambarkan sebagai ibu kota Indonesia. Belum optimal. Kondisi infrastruktur di Jakarta yang masih berantakan. Ada tumpukan galian di pinggir jalan sampai mengering. Jakarta sebagai kota besar masih belum punya pelayanan publik yang bagus. Pelayanan di Jakarta belum menggambarkan sebagai ibu kota Indonesia. Belum optimal. Hampir semua pembangunan infrastruktur strategis di DKI seperti MRT, pengendalian banjir, yang sedang berlangsung merupakan Pemerintah Pusat. Sebagai konsekuensi rendahnya penyerapan anggaran belanja, maka pembangunan infrastruktur menjadi terhenti. Kalaupun terdapat kemajuan pembangunan infrastruktur, hal itu hanya berkisar pada taman-taman terbuka yang sebagian besar dibiayai oleh bantuan korporasi. Selama kepemimpinan Ahok, belum ada pembangunan infrastruktur strategis benar-benar terealisir, kecuali sekedar program di atas kertas. Kesepuluh, Kualitas Manajemen dan Perlindungan Asset Pemerintah DKI Rendah. Kualitas manajemen dan perlindungan asset Pemerintah DKI rendah. Banyak asset Pemerintah DKI Jakarta beralih tangan ke pihak swasta. Data BPK tahun 2014, khusus di pemerintah DKI Jakarta, nilai aset beralih ke tangan swasta mencapai Rp259,05 miliar. Aset tersebut berpindah setelah kalah gugatan di pengadilan. Dari data dihimpun Bisnis, saat ini terdapat 35 bidang tanah seluas 1.538.972 meter persegi milik Pemprov DKI Jakarta dengan nilai Rp.7,976 triliun digugat oleh pihak swasta. Dari jumlah tersebut, 11 bidang tanah sudah dimenangkan pihak swasta. Total aset yang beralih kepada pihak swasta ini mencapai Rp259 miliar. Seringkali DKI kalah di persidangan untuk masalah perolehan aset karena antara lain tidak memiliki sertifikat. Kesepuluh, tingkat keamanan dan ketertiban masyarakat sangat rendah ditandai dengan aksi-aksi ratusan ribu rakyat DKI mengkritik dan mengecam prilaku kista agama Islam oleh Ahok sendiri. Ahok bukannya pemecah masalah, malahan menjadi pepeyebab masalah keamanan dan ketertiban masyarakat DKI. Bahkan, Ahok satu satunya Gubernur diusir rakyatnya di Indonesia. IV. KESIMPULAN Berdasarkan uraian kegagalan-kegagalan Ahok di atas, dapat ditarik kesimpulan, sungguh Ahok telah gagal dan tidak layak untuk terus sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jika masih dipertahankan, maka kondisi sosial ekonomi rakyat dan pemerintahan DKI akan terus merosot dari hari ke hari. Ahok sudah menjadi penyebab masalah keamanan dan ketertiban masyarakat DKI. Karena itu, sebagai Gubernur alami kegagalan dari kegagalan, jika tetap jadi Gubernur, tentu tetap mengalami kegagalan dan kondisi sosial ekonomi politik rakyat DKI terus merosot. Masalah penggangguran,kemiskinan, kesenjangan kaya miskin, banjir, kemacetan, kawasan kumuh, dan urusan pemerintahan lain terus takkan terpecahkan.Edisi 24 Oktober 2016/MEH.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda