Kamis, 04 Januari 2018

KINERJA JOKOWI URUS APARATUR NEGARA


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)



Aparatur negara, satu urusan pemerintahan harus dikerjakan Jokowi. Saat kampanye Pilpres 2014, Capres Jokowi berjanji tertulis di dalam dokumen “Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014”. Tercatat konsep Trisakti dan Nawa Cita. Apa janji Capres Jokowi terkait urusan aparatur negara?
Capres Jokowi berjanji, akan menjalankan secara konsisten UU Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tercipta ASN kompeten dan terpercaya. Konsisten akan menjalankan agenda Reformasi Birokrasi (RB) berkelanjutan al.: meningkatkan kompetensi ASN. 
Janji kampanye tertulis ini ditindaklanjuti di dalam RPJMN 2015-2019. Sasaran utama pembangunan bidang aparatur negara 2015-2019 adalah meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan bersih, efektif dan terpercaya.  Parameter:
1.     Terwujudnya birokrasi bersih dan akuntabel, ditandai meningkatnya integritas birokrasi, kapasitas dan independensi pengawasan, akuntabilitas keuangan dan kinerja pemerintah; dan meningkatnya transparansi proses pengadaan barang/jasa. Indikator kinerja: (a) Opini WTP atas Laporan Keuangan; (b) Tingkat Kapabilitas APIP; (c) Tingkat Kematangan Implementasi APIP; (d) Instansi Pemerintah Akuntabel; (e) Penggunaan E-Procurement Belanja Pengadaan.
2.     Terwujudnya birokrasi efektif dan efisien, ditandai:  (a) Meningkatnya kualitas RB nasional; (b) Terwujudnya kelembagaan birokrasi tepat fungsi dan tepat ukuran serta sinerjis; (c) Terwujudnya bisnis proses sederhana dan berbasis TIK (Teknologi Informatika dan Komonikasi); (d)  Terwujudnya impelementasi manajemen ASN berbasis merit; (e)  Meningkatnya kualitas kebijakan dan kepemimpinan dalam birokrasi; dan (f) Meningkatnya efisiensi penyelenggaraan birokrasi. Indikator kinerja: (a)  Persentase Instansi Pemerintah memiliki Nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik (Kategori B ke atas); (b) Indeks Profesionalisme ASN; (c) Indeks E-Government National.
3.     Terwujdunya birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas, ditandai dengan: (a) Makin efektifnya kelembagaan dan tata kelola pelayanan publik, dan (b) Meningkatnya kapasitas pengelolaan kinerja pelayanan publik.  Indikator kinerja: (a) Indeks Integritas Nasional; (b) Survey Kepuasan masyarakat (SKM); (c) Persentase Kepatuhan Pelaksanaan UU Pelayanan Publik (Zona Hijau).

Janji kampanye Pilpres 2014 ini kemudian ditindaklanjuti di dalam RPJMN 2015-2019.  Pembangunan aparatur negara berperanan strategis utk mendukung pemerintahan amanah dan efektif, dan keberhasilan pembangunan nasional di berbagai bidang. RB merupakan inti pembangunan aparatur negara.  Diharapkan dapat mewujudkan birokrasi pemerintah lebih profesional, berintegritas tinggi, dan mampu menjadi pelayanan bagi masyarakat. Pembangunan aparatur negara tidak dapat dilepaskan dan harus merujuk pada landasan ideologis dan konstitusional negara Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai tindak lanjut RPJMN 2015-2019  Kementerian PANRB menerbitkan Renstra 2015-2019. Sasaran utama,  meningkatnya kualitas tata kelola pemerintahan bersih, efektif dan terpercaya.  Parameter keberhasilan sasaran:
1.     Birokrasi bersih dan akuntabel. Sasaran: (a) Penerapan sistem nilai dan integitas birokrasi efektif; (b) Penerapan pengawasan independen, profesional dan sinergitas; (c) Peningkatan kualitas pelaksanaan dan integrasi antara sistem akuntabilitas keuangan dan kinerja; (d) Peningkatan fairness, transparansi dan profesionalisme dalam pengadaan barang/jasa.
2.     Birokrasi efektif dan efisien.  Sasaran: (a) Penguatan agenda RB nasional dan peningkatan kualitas implementasinya; (b) Penataan kelembagaan instansi pemerintah tepat ukuran, tepat  fungsi dana strategis; (c) Penataan bisnis proses sederhana, transparan, partisipatif dan berbagai e-Government; (d) Penerapan manajemen ASN transparan, kompetitif, dan berbasis merit utk mewujudkan ASN profesional dan bermartabat; (e)  Penerapan sistem manajemen kinerja nasional efektif; (f) Peningkatan kualitas kebijakan publik; (g) Perngembangan kepentingan visioner, berkomitmen tinggi dan transpormatif; (h) Peningkatan efisiensi (belanja aparatur) penyelenggaraan birokrasi; (i) Penerapan manajemen kearsipan handal, komprehensif  dan terpadu.
3.     Birokrasi memiliki pelayanan publik bekualitas. Sasaran: (a) Penguatan kelembagaan dan manajemen pelayanan; (b) pengutan kapasitas pengelolaaan kinerja pelayanan publik.

Sasaran2 di atas sesungguhnya sangat baik jika memang dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Untuk 3 tahun lebih kekuasaan Jokowi, bisa jadi kondisi aparatur negara akan lebih baik dan birokrasi lebih bersih, efektif dan terpercaya. Namun, realitas obyektif tidaklah demikian.  Belum ada perubahan berarti.

Realitas obyektif dapat dirasionalisasikan dgn pengakuan  MenPANRB, Yuddy Chrisnandi. Masih ada berbagai potensi permasalahan bidang PANRB di tingkat Pemda. Pengelolaan area perubahan terdapat dalam Roap Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 pada Pemda belum berjalan secara merata. Penataan kelembagaan umumnya masih cenderung utk menciptakan organisasi gemuk dengan jenjang pengambilan keputusan panjang, belum berorientasi pada birokrasi efisien dan ramping. (Bisnis.com, 19 Mei 2016).
Di lain pihak, ternyata, hanya 40 %  ASN yang memiliki keahlian dan kecakapan tertentu dalam bekerja. 60 % sisanya hanya pandai kemampuan administrasi (JPNN.com , 15 Sep 2016).

Data ini didapat melalui hasil survei Kemenpan RB. “Banyak saat ini ASN tidak memiliki spesifikasi keahlian tertentu, ini menjadi perhatian kita,” ujar MenPANRB Asman Abnur. Karena kondisi itu, saat menjalankan pekerjaannya, banyak hal yang tidak diketahui oleh ASN tsb. Selain itu saat berada di kantor, ASN juga kerap tidak berinovasi dan menciptakan gagasan terbaru dalam bekerja. Banyaknya pegawai di bidang administratif dianggap penyebab lemahnya kinerja PNS. Para PNS juga dianggap kalah dengan pegawai swasta lantaran tidak adanya beban dan target ditetapkan. PNS juga dianggap lebih besar. Karena itu, menurut MenPANRB, Pemerintah melakukan beberapa cara untuk merampingkan jumlah PNS dan memaksimalkan yang ada.

Pengakuan berikutnya, Mendagri Tjahyo Kumolo.  Ada 5 masalah krusial Pemda selama tahun 2016. 1. Rendahnya integritas penyelenggara pemerintahan daerah.  2. Penyalahgunaan wewenang Kepala Daerah dalam perizinan; 3. Konsistensi dokumen perencanaan dan penganggaran tahunan daerah; 4. Kualitas pengelolaan keuangan daerah belum memadai; 5.Kepatuhan Pemda dalam melaksanakan urusan pemerintahan belum optimal ( 26/9/2016).

Selanjutnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) lebih jauh mengakui,  ada transaksi jual beli jabatan pada 2016. Estimasi transkasi mencapai Rp. 36, 7 triliun. Asumsi nominal  untuk jabatan tinggi mulai Rp. 250 juta hingga Rp. 500 juta.

Jual beli jabatan ini tidak beda jauh praktik rente jabatan. PP Pemuda Muhammadiyah merilis hasil penelitian dan simulasi soal praktik rente jabatan ASN. Sebanyak 90 % dari proses pengisian 21 ribu jabatan Kepala Dinas di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota diduga diperjualbelikan. Berdasarkan sampel di 10 daerah, harga rente jabatan eceran tertinggi Rp. 400 juta, eceran terendah Rp.100 juta. Diambil rata2 Rp 200 juta (VIVA.co.id, 23 Januari 2017).

Praktik rente jabatan dinilai sebagai modus baru dalam korupsi Kepala Daerah. Mereka tidak lagi mengambil uang APBD,  namun memperjualbelikan jabatan di SKPD. Praktik rente jabatan  acap kali dilakukan pada momen menjelang atau setelah Pilkada. Jika disimulasikan, dugaan potensi rente jabatan di daerah lebih Rp. 44 triliun.

Realitas obyektif lain mencakup tingginya jumlah pengaduan tertulis masyarakat kepada KemenPANRB. Pada 2015, dari 696 pengaduan, 84 berkas kategori pungli atau korupsi. Pada 2016 dari 924 pengaduan, 77 berkas kategori pungli dan korupsi. Pada 2017, terhitung awal Juni, 38 pengaduan kategori pungli atau korupsi dari 410 berkas (Antara, 12/7/2017).

Pelayanan publik merupakan cerminan pelayanan negara kepada rakyat. Cita2 mewujudkan pemerintahan kelas dunia dalam desain besar RB terus diupayakan melalui layanan publik profesional, transparan, dan akuntabel. Kini, sedikit demi sedikit, masyarakat mulai merasakan perbaikan layanan tersebut. Sebuah hasil survei dua tahun era Jokowi menggambarkan  kepuasan responden terhadap sejumlah faktor di bidang pelayanan publik.
Kepada responden ditanyakan kondisi sejumlah perbaikan layanan publik di daerah masing2 selain menilai kondisi secara nasional.63 % responden mengaku puas dengan kinerja pegawai pemerintah dalam melayani masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.
Dalam pengurusan dokumen dibutuhkan seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, misalnya, publik merasakan peningkatan kecepatan dan perbaikan keramahan proses pelayanan dari waktu sebelumnya. Perilaku negatif aparat dalam melayani publik juga semakin berkurang. Sikap acuh tak acuh dulu sering ditemui masyarakat saat pengurusan dan berhadapan dengan pegawai instansi pemerintahan kini mulai berganti dengan layanan yang baik dan profesional. Pujian ini dilontarkan oleh 76,6 % responden survei menyatakan keramahan sikap pegawai saat melayani masyarakat.

Penilaian positif lain terkait kinerja aparat pelayanan publik diberikan dalam praktik transparansi ditunjukkan instansi pemerintahan. Aspek transparansi mengacu pada informasi biaya resmi pelayanan publik masa lalu jarang atau tidak terbuka untuk publik. Separuh responden survei (61,1 %) menganggap, saat ini transparansi biaya layanan publik sudah semakin banyak dipraktikkan di instansi pemerintah.  Sebanyak 6 dari 10 responden memberi nilai positif untuk citra ASN  sebagai ujung tombak pelayanan birokrasi.

Namun, memberantas perilaku negatif birokrasi tampaknya masih terkendala. Sejumlah sikap buruk aparat pemerintah terkait pungli saat melayani masyarakat sehari-hari masih kerap dijumpai.
Praktik pungli masih terjadi al.: uang suap dan pelicin mengindikasikan adanya tindakan korupsi.
Sepertiga lebih bagian responden (38,5 %) mengaku masih selalu atau sesekali dipungut biaya di luar tarif resmi oleh pegawai Pemda saat mereka mengurus surat atau dokumen dibutuhkan. Sebanyak 44,0 % responden bahkan merasa perilaku aparat pemerintah melakukan pungli berlangsung cukup lama.

Pengakuan terakhir boleh diajukan: (a) Masih ada gap kompetensi ASN  terlalu jauh; dan, (b)  Rendahnya kesadaran Badan Kepegawaian serta desentralisasi pengembangan kompetensi ASN. Gap kompetensi ASN ini terkait dengan tingkat pendidikan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas keseharian.

Pengakuan kondisi aparatur negara masih bermasalah atau  sudah lebih baik di atas, tentu masih dapat diperdebatkan. Jokowi masih memiliki waktu sekitar 1,5 tahun lagi untuk mengerjakan urusan aparatur negara sesuai dengan sasaran ditentukan. Mari kita cermati kemajuan Jokowi urus aparatur negara ini 1,5 tahun ke depan. Apakah berhasil atau gagal? Apakah kinerja Jokowi baik atau buruk?

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda