Minggu, 08 Oktober 2017

ELEKTABILITAS JOKOWI DIMATA LEMBAGA SURVEI

Survei: Lebih dari 50 Persen Tak Pilih Jokowi jika Pemilu Digelar
Minggu, 8 Oktober 2017 | 18:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir 50 persen dari 800 masyarakat tidak akan memilih Joko Widodo (Jokowi), jika Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dilakukan pada bulan lalu.

Hasil ini diketahui berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) pada 8 hingga 27 September 2017. Survei dilakukan di delapan kota yakni Medan, Padang, Palembang, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Jakarta kecuali Kepulauan Seribu.

Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara tatap muka. Adapun margin of error (MoE) sekitar 3,5 persen.

"Kami juga menanyakan tentang pilihan Presiden bila pemilu dilakukan di hari saat pertanyaan diajukan. Responden yang memilih Jokowi 44,9 persen, sementara yang memilih opsi jawaban selain Jokowi ada 48,9 persen, dan sisanya tidak menjawab," kata Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (8/10/2017).

Hendri melanjutkan, sejumlah nama yang muncul dari responden di antaranya Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Selain itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Menurut Hendri, hasil survei tersebut juga berpengaruh terhadap pilihan partai politik di 2019.

"Hanya 41,3 persen responden yang mengaku akan memilih partai politik pengusung Jokowi pada 2019 nanti, 53,5 persen menjawab tidak akan memilih, sementara sisanya memilih untuk tidak menjawab," kata Hendri

V.INI LAGI HASIL SURVEI Indo Barometer  ELEKTABILITAS JOKOWI: ADA APA DENGAN JOKOWI KOK BISA TERJUN BEBAS DARI 54 PERSEN 3 TAHUN LALU ???

PADAHAL UNTUK MENANG PILPRES 2019, INCUMBENT HARUS PUNYA ELEKTABILITAS 60,1  PERSEN.

Sila cermati angka elektabilitas Jokowi, hanya 35,9 %.

1. Jokowi 34,9%
2. Prabowo Subianto 12,1%
3. Anies Baswedan 3,6%
4. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) 3,3%
5. Gatot Nurmantyo 3,2%
6. Ridwan Kamil 2,8%
7. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 2,5%
8. Megawati Soekarnoputri 2,0%
9. Tito Karnavian 1,8%
10. M Sohibul Iman 1,5%
11. Jusuf Kalla 1,0%
12. Tri Rismaharini 0,9%
13. Moeldoko 0,8%
14. UU Ruzhanul Ulum 0,6%
15. Deddy Mizwar 0,6%
16. Hary Tanoesoedibjo 0,5%
17. Ahmad Heryawan 0,5%
18. Sandiaga Uno 0,4%
19. Setya Novanto 0,3%
20. Ganjar Pranowo 0,3%
21. Ahmad Syaikhu 0,3%
22. Bima Arya Sugiarto 0,2%
23. Zainul Mutaqin 0,1%
24. Belum memutuskan 6,1%
25. Rahasia 4,6%
26. Tidak tahu atau tidak jawab 15,4%


Sumber:https://m.detik.com/news

ADA APA DENGAN JOKOWI? KOK ELEKTABILITASNYA TERJUN BEBAS. Sila baca👇🏿👇🏿👇🏿

Minggu 03 Desember 2017, 14:21 WIB
Survei Orkestra: Elektabilitas Jokowi 24,38%, Prabowo 21,9%
Parastiti Kharisma Putri - detikNews

Foto: Parastiti Kharisma Putri/detikcom
Jakarta - Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) melakukan survei elektabilitas terhadap nama yang muncul di radar Capres 2019. Hasilnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas 21,9% masih menjadi lawan bersaing Presiden Jokowi dengan elektabilitas 24,38%.

"Prabowo masih kuat jadi lawan bersaing Jokowi pada Pilpres 2019 yang akan datang. Kandisat ini akan mempersiapkan diri masing-masing. Kita senang kalau ada dua pasang biar demokrasi lebih hidup," kata Ketua Umum Orkestra Poempida Hidayatulloh di Gado-Gado Boplo, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (3/12/2017).

Poempida mengatakan, elektabilitas Jokowi dan Prabowo berdasarkan hasil survei yang dilakukan Orkestra berimbang. "Jokowi dan Prabowo hanya 3% dengan margin of error +- 3% berarti imbang antara Jokowi dan Prabowo. Ini warning bagi Jokowi," sebutnya.

Pada survei tersebut juga muncul nama-nama yang terprediksi pada Pilpres 2019. Bahkan nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun muncul pada hasil survei tersebut.

"Di sini juga muncul, lumayan fresh juga ini nama-nama baru. Nama Pak Gatot Nurmantyo muncul, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul, Anies Baswedan muncul. Tapi ini aneh kok SBY muncul lagi, ini nama nya top of mind kita ga bisa tahan," tuturnya.

Orkestra melakukan survei kepada 1300 responden di 34 provinsi di Indonesia. Survei diambil mulai tanggal 6 November sampai 20 November 2017 dengan menggunakan metode multi stage random sampling dengan tingkat kepercayaan 95% dan margin of error +- 3%.

Responden adalah penduduk Indonesia berusia minimal 17 tahun yang menjawab sesuai yang ada dipikirannya (top of mind). Wawancara dilakukan secara langsung tatap muka dengan panduan kuisioner oleh surveyor yang tersebar di seluruh Provinsi.

Berikut hasil survei Orkestra terkait elektabilitas Capres 2019.
1. Jokowi 24,38%
2. Prabowo 21,9%
3. Gatot Nurmantyo 2,80%
4. AHY 2,31%
5. Anies Baswedan 2,14%
6. SBY 1,81%
7. Jusuf Kalla 1,48%
8. Ridwan Kamil 1,32%
9. Risma 1,24%
10. Mahfud MD 1,07%
11. Nama lainnya 5,93%
12. Tidak Tahu atau Tidak memilih 34,43% (yas/nvl)

INES: Lapangan Kerja Sempit, Elektabilitas Jokowi Jatuh
By Repelita Online - 2017-12-12, 21:32135
 

Presiden Jokowi. ©2017 Biro Pers Istana


Survei terbaru yang digelar oleh Indonesia Network Election Survei (INES) soal elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukan hasil yang cukup mengejutkan.

Tingkat keterpilihan Jokowi dalam survei itu ternyata melorot, hal ini karena kondisi ekonomi masyarakat yang kian buruk dan terpuruk, dan berimbas pada tingginya angka pengangguran di Indonesia.



Direktur Eksekutive INES, Widodo Edi Sektianto mengatakan, dalam surveinya tercatat sebanyak 68,3 persen responden mengaku mengalami penurunan dan kekurangan pendapatan. Tak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.

“Sementara 27,8 persen mengatakan cukup, tidak ada sisa pendapatan yang bisa disimpan. Dan sisanya sebanyak 3,9 persen menyatakan ada peningkatan pendapatan,” ujar Widodo melalui keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Selasa (12/12).

Sementara itu soal lapangan kerja, tercatat 71,7 persen. responden menyatakan selama tiga tahun terakhir sangat sulit mencari pekerjaan. Dan sebanyak 1,6 persen menyatakan tersedia lapangan kerja.

Berdasar fakta tersebut, lanjutnya, INES pun membuat survei terkait tingkat elektabilitas tokoh, dengan pertanyaan siapa sosok yang akan dipilih jika Pilpres digelar hari ini?

Maka munculah 12 nama yakni Jokowi yang meraih 27, 2 persen, Prabowo mendapat nilai tertinggi yakni 41,8 persen, Gatoto Nurmantyo 7,8 persen, Anies Basweden 1,1 persen.

Ada juga, Sri Mulyani 1,1 persen, Puan Maharani 5,7 persen, Agus Yidhoyono 1,1 persen, Harry tanoe 0,7 persen, Zulkifli Hasan, 2,1 persen, Cak Imin 1,7 persen, Rizal Ramli 1,6 persen, Tito Karnavian 1,7 persen. Sementara tidak memilih nama 6,4 persen.

Sedangkan untuk pertanyaan yang sama dengan dikerucutkan menjadi 8 tokoh. Maka Prabowo meraih suara 43,2 persen disusul Jokowi 29,6 persen.

“Tokoh lainnya, yakni Gatot Nurmantyo 6,6 persen, Puan Maharani, 5,1 persen, Zulkifli Hasan, 2,1 persen, Cak Imin 1,7 persen, Sri Mulyani 6,2 persen, AHY 1,1 persen dan tidak memilih 4,4 persen,” paparnya.

Namun, ketika dikerucutkan kembali menjadi tiga nama paling tinggi dari tokoh diatas, maka Prabowo mendapat suara terbanyak 52,1 persen disusul Jokowi 31,1 persen dan Gatot Nurmantyo 16,7 persen.

“Pemilih Indonesia saat ini sudah semakin cerdas, mereka memilih berdasarkan kinerja dan track record dari si calon. Sederhananya, ketika lapang kerja senpit, maka eletabilitas jatuh” paparnya.

Diketahui, para responden pada penelitian ini tersebar secara proposional di 178 kabupaten/kota. Data berasal dari laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor domestik atau publik, dengan aneka profesi dengan ragam pendidikan dan ragam umur.

Sementara untuk Margin of error ± 2,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

(dms/JPC)


E

HOTKoalisi Gerindra-PKS-PAN Untuk Mengulang Kemenangan Pilkada DKI, 26 DESEMBER 2017 , 02:15:00

Jokowi Melorot, Prabowo Dan Gerindra Terus Melejit Disusul Gatot
 SELASA, 26 DESEMBER 2017 , 10:49:00 WIB | LAPORAN: BUNAIYA FAUZI ARUBONE



RMOL. Partai Gerindra masih menempati posisi teratas yang dipilih dalam hasil survei Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) jika Pemilu digelar hari ini.
BERITA TERKAIT
Jokowi Dan Perindo Terbanyak Diberitakan Media Cetak
Ternyata Berita Gatot Sebagai Capres Minim
Pelaku Pasar Tradisional Ogah Pilih Jokowi, Elektabilitas Prabowo Makin Melesat
Partai besutan Prabowo Subianto itu unggul dengan 20,7 persen, disusul Golkar 13,7 persen, PDI Perjuangan 13,4 persen, PKB 7,6 persen, Partai Demokrat 6,1 persen, PAN 5,8 persen, PPP 5,2 persen, PKS 4,5 persen. Berikutnya Perindo 4,3 persen, Nasdem 3,6 persen, Hanura 1,3 persen, dan tidak memilih sebanyak 13,8 persen.

Gerindra kembali unggul saat pertanyaan yang sama diberikan secara tertutup. Partai berlambang Garuda warna emas itu unggul dengan 23,7 persen, PDIP 14,2 persen, Golkar 14,1 persen, Partai Demokrat 6,8 persen, PAN 6,6 persen, PKB 6,4 persen, PKS 5,7 persen, Perindo 4,8 persen, PPP 3,4 persen, Nasdem 3,1 persen dan Hanura 1,1 persen. Sedangkan yang tidak menjawab atau tidak memilih sebanyak 10,1 persen.

Direktur Eksekutif LKPI, Arifin Nur Cahyono menjelaskan, meningkatnya pilihan masyarakat terhadap Partai Gerindra dalam survei ini tidak lepas dari figur Prabowo Subianto selaku nahkoda. Prabowo dianggap konsisten dengan sikap politiknya selama periode pemerintahan Joko Widodo-JK.

"Sekalipun menjadi oposisi juga bukan oposisi yang serta-merta tdak mendukung program-program pemerintah selama ini," bebernya melalui keterangan tertulis, Selasa (26/12).

Sementara, lanjut Arifin, menurunnya elektabilitas PDI Perjuangan lebih dikarenakan kegagalan pemerintahan Joko Widodo dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi  wong cilik. Pasalnya, dahulu PDI Perjuangan saat menjadi oposisi sangat gigih menolak kebijakan kenaikan harga BBM, gas serta tarif dasar listrik. Bahkan kepala daerah dari PDIP sampai turun untuk menolak kenaikan harga BBM.

"Tetapi saat Joko Widodo berkuasa justru PDI Perjuangan menjadi partai pedukung kenaikan harga BBM. Turunnya elektabilitas partai-partai pendukung Joko Widodo selain Golkar tak lepas juga dari kesulitan ekonomi yang banyak dialami oleh para pemilih partai pendukung Joko Widodo dipemerintahannya," imbuhnya.

Lebih lanjut kata Arifin, LKPI kemudian menanyakan kepada responden soal siapakah tokoh yang mereka pilih jika Pilpres digelar hari ini secara spontan. Tak beda jauh dengan partai yang dipimpinnya, Prabowo Subianto menang telak. Dia dipilih 50,7 persen sekaligus mengalahkan petahana, Jokowi yang hanya 26,4 persen.

"Gatot Nurmantyo 10,7 persen, dan sisanya tidak menjawab 12,2 persen," tandas Arifin.

Saat pertanyaan yang sama dilakukan dengan menggunakan kuisioner, elektabilitas Prabowo malah tambah naik dengan 53,6 persen, Joko Widodo 19,4 persen, Gatot Nurmantyo 4,6 persen, Sri Mulyani 3,1 persen, Anies Baswedan 2,1 persen, Puan Maharani 2,8 persen, Tri Rismaharini 5,7 persen, Muhaimin Iskandar 2,1 persen, Agus Harimurti Yudhoyono 0,8 persen dan tidak memilih sebanyak 5,8 persen.

Hal menarik menurut dia saat pertanyaan yang sama diberikan secara tertutup. Di mana Tri Rismaharini yang notabene tokoh baru punya elektabilitas di atas tokoh lain selain Jokowi dan Prabowo dengan 5,7 persen.

"Bagi Joko Widodo yang elektabilitas melorot hingga 19,4 persen atau hanya tinggal 36,5 persen dari hasil Pilpres 2014 sebanyak 53.15 persen, sementara Prabowo Subianto memiliki tingkat elektabilitas di atas 50 persen plus 1, namun ini baru potret survei jelang Pemilu 2019 yang dikaitkan dengan kinerja Joko Widodo selama memerintah dan masih ada waktu satu tahun bagi Joko Widodo untuk bisa mengangkat elektabilitasnya jika berhasil meningkatkan kesejahteraan wong cilik," pungkasnya.[wid


Survei Orkestra: Elektabilitas Partai Gerindra Salip PDIP
Reporter: Arkhelaus Wisnu Triyogo
Editor: Amirullah
3 Desember 2017 12:43 WIB
597402613

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat berpidato dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, 18 Oktober 2017. ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) merilis survei elektabilitas partai politik menjelang pemilihan umum 2019. Ketua Umum Orkestra Poempida Hidayatulloh mengatakan elektabilitas Partai Gerindra meningkat tajam dengan menyalip pemenang pemilu 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

"Hasil survei menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan peta kecenderungan pemilih dibanding pemilu 2014," kata Poempida di restoran Gado-gado Boplo, Jakarta Pusat, Ahad, 3 Desember 2017.

Berdasarkan hasil survei Orkestra, elektabilitas Gerindra menempati posisi teratas dengan tingkat keterpilihan sebesar 15,2 persen. Posisi ini diikuti PDI Perjuangan dengan elektabilitas 12,5 persen, Partai Demokrat (7,4 persen), dan Partai Golkar (7,3 persen).

Baca juga: Gerindra Tetap Usung Prabowo pada Pilpres 2019


Dominasi partai besar itu diikuti elektabilitas PKS (5,8 persen), PKB (5,4 persen), PPP (3,4 persen), PAN (3,3 persen), Partai NasDem (3,3 persen), dan Hanura (2,4 persen). Partai baru Perindo dan PSI memiliki elektabilitas masing-masing 2,9 persen dan 2,0 persen. PKPI dan PBB mengikuti dengan elektabilitas 1,8 persen dan 1,6 persen.

Poempida berpendapat meningkatnya elektabilitas Gerindra karena kemampuan partai tersebut merawat basis pendukung di tengah ketiadaan inovasi partai lain. "Gerindra berpotensi menjadi pemenang pemilu 2019," kata Poempida. Gerindra, menurut dia, memiliki basis dukungan, baik dari sisi geografis, ekonomi, pendidikan, maupun pemilih pemula.

Baca juga: Ziarah Dikaitkan Pilpres 2019, Prabowo: Kok Mikirnya Gitu?

Survei nasional Orkestra ini dilakukan pada 6-20 November 2017 dengan melibatkan 1.300 responden dari 34 provinsi. Survei ini menggunakan sampel secara acak dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error plus-minus 3 persen.

Direktur Pollcomm Institute Heri Budianto mengatakan, dengan margin of error 3 persen, elektabilitas PDI Perjuangan dan Partai Gerindra sama-sama kuat. Menurut dia, hasil ini bisa memprediksi kemunculan calon presiden pada pemilu 2019.

"Kita bisa lihat dan memprediksi kekuatan dua partai dan siapa yang menjadi capres dan cawapresnya," ucap Heri



Survei LSI_Denny JA, Feb 2018 tentang Capres-Cawapres

AKANKAH JOKOWI TERPILIH KEMBALI?

    - 5 Isu Pilpres Terkini di Zaman Now

Denny JA

Seberapa besar peluang seorang presiden yang sedang memerintah (incumbent/pertahana) terpilih kembali, jika ia ikut bertarung dalam pilpres berikutnya?

Jika kita melihat data statistik Indonesia sejak pemilu langsung, jawabnya jelas. Baru tiga kali kita melaksanakan pilpres langsung: 2004, 2009, 2014. Namun baru dua kali, pertahana presiden bertarung kembali: Presiden Megawati di 2004. Dan presiden SBY di 2009.

Pada pemilu 2014, tak ada presiden yang bertarung. Presiden SBY sudah memangku jabatan dua periode. Konstitusi melarangnya. Pilpres 2014 terjadi tanpa kehadiran pertahana selaku peserta.

Di tahun 2004, pertahana presiden kalah. Di tahun 2009, pertahana presiden menang. Sejarah Indonesia menunjukkan angka. Sebesar 50 persen  kemungkinan pertahana presiden terpilih kembali. Sebanyak itu pula, kemungkinan 50 persen pertahana dikalahkan.

Bagaimana di Amerika Serikat? Berdasarkan data 18 kali pemilu presiden terakhir yang pertahana maju kembali untuk periode kedua, prosentase juga ketat. Sebanyak 10 kali pertahana presiden menang. Sebanyak 8 kali pertahana presiden dikalahkan. Prosentase pertahana untuk menang dalam pilpres Amerika Serikat untuk kasus di atas sebesar 55 persen.

Berdasarkan dua kasus Indonesia dan Amerika, ini gambarannya. Sebesar 50-55 persen pertahana presiden akan menang. Namun sebesar 45-50 persen pula pertahana akan dikalahkan.

Apakah data statistik ini berita baik atau berita buruk buat Jokowi  selaku pertahana, dan penantangnya?

LSI memberikan gambaran lebih detail berdasarkan survei nasional paling mutakhir. Ini lima isu paling hot untuk pilpres zaman now.

-000-

ISU PERTAMA: Jokowi Kuat Tapi Belum Aman.


Survei LSI Denny JA, Januari 2018 menunjukan  elektabilitas Jokowi saat ini  48.50 %. Elektabilitasnya masih dibawah 50 %. Dan ada dukungan sebesar 41.20 % yang menyebar kepada para kandidat capres lainnya.

Sebesar 41.20 % itu  angka total atau gabungan dari dukungan pemilih terhadap sejumlah kandidat capres diluar Jokowi. Dan sebesar 10.30 % yang belum menentukan pilihan.

Demikianlah salah satu temuan survei nasional LSI Denny JA. Survei nasional ini survei nasional reguler LSI Denny JA. Responden sebanyak 1200 dipilih berdasarkan multi stage random sampling.

Wawancara tatap muka dengan responden dilakukan serentak di 34 propinsi. Waktu survei dari tanggal 7 sampai tanggal 14 Januari 2018. Survei dibiayai sendiri sebagai bagian layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2.9 persen.

Survei dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan depth interview narasumber.

Mengapa disimpulkan Jokowi kuat tapi belum aman?

Saat ini elektabilitas Jokowi masih tertinggi  dibanding semua capres yang disimulasikan. Bahkan total dukungan semua capres diluar Jokowi jika digabung (41.20 %) masih dibawah Jokowi (48.50%).

Kepuasan terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden diatas 70 %. Sementara ada 21.30 % publik yang menyatakan kurang puas.

Dua variabel di atas membuat Jokowi kuat. Namun tiga variabel di bawah ini membuatnya belum aman.

Dalam jumlah besar, publik tak puas dengan kondisi ekonomi. Masalahnya, isu ekonomi adalah isu terpenting yang membuat pertahana terpilih atau dikalahkan.

Sebesar 52.6 % responden menyatakan harga-harga kebutuhan pokok makin memberatkan mereka. Sebesar 54.0 % menyatakan lapangan kerja sulit didapatkan. Dan sebesar 48.4 % responden menyatakan pengangguran semakin meningkat.

Jokowi rentan pula terhadap isu primordial. Kekuatan dan isu Islam politik diprediksikan akan mewarnai Pilpres 2019 seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta, dalam kadar berbeda.

Islam politik itu terminologi untuk segmen pemilih yang percaya, yakin hakul yakin,  politik tak bisa dipisahkan dari agama.

Untuk pemilih Indonesia, jumlah segmen Islam Politik cukup besar. Sebesar 40.7 % publik menyatakan tidak setuju agama dan politik dipisahkan. Sementara 32.5 % publik menyatakan agama dan politik harus dipisahkan.

Dari mereka yang menyatakan agama dan politik harus dipisahkan, mayoritas (58.6%) mendukung kembali Jokowi sebagai presiden.

Sementara mereka yang tidak setuju agama dan politik harus dipisahkan mayoritas mendukung capres lain diluar Jokowi (52.1 %). Walaupun Jokowi juga  masih memperoleh dukungan sebesar 40.8 % di segmen ini.

Islam politik versus bukan Islam politik ternyata punya prilaku politik berbeda terhadap memilih atau melawan Jokowi.

Merebak pula isu buruh negara asing. Terutama isu tenaga kerja yang berasal dari Cina. Di tengah sulitnya lapangan kerja dan tingginya pengangguran di berbagai daerah, isu tenaga kerja asing sangat sensitif.

Isu ini secara nasional memang belum populer karena belum banyak publik tahu. Survei menunjukan baru 38.9 % pemilih mendengar isu ini.

Dari mereka yang mendengar,  58.3 % menyatakan sangat tidak suka dengan isu itu. Hanya 13.5 % yang menyatakan suka.

Tiga isu ini akan menjadi tiga isu kunci yang menentukan kemenangan Jokowi dalam pilpres nanti. Jokowi akan makin kuat dan perkasa jika tiga isu ini dikelola dengan baik. Dan sebaliknya Jokowi akan melemah jika tiga isu ini terabaikan. Apalagi jika tiga isu itu digoreng, bulak balik, oleh lawan politik.

-000-

ISU KEDUA: Siapakah penantang terkuat Jokowi? Siapakah yang bisa mengalahkannya? Mereka yang bisa mengalahkan pertahana acapkali bukan karena semata daya tarik pertahana itu. Tapi dalam jumlah yang signifikan, ia dapatkan “bola muntah,” atau “umpan lambung,” segmen pemilih yang tak suka pertahana.

        LSI Denny JA membagi penantang ke dalam 3  divisi. Pembaginya berdasarkan tingkat popularitas  (tingkat pengenalan) masing-masing capres penantang Jokowi. Popularitas penting karena sebagai modal awal para tokoh untuk bertarung.

Divisi 1 untuk tokoh/capres yang popularitasnya diatas 90 %. Dari nama-nama yang akan bertarung hanya Prabowo Subianto yang masuk ke dalam Divisi 1. Popularitas Prabowo diangka 92.5 %.

Ternyata penantang divisi  satu penghuninya hanya satu tokoh saja: Prabowo Subianto. Divisi satu  sungguh tempat yang sepi dan sunyi.

Divisi 2  untuk tokoh/capres yang popularitasnya diantara 70-90 %. Tokoh yang masuk ke dalam divisi 2 ini hanya Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Popularitas Anies Baswedan sebesar 76.7 %. Dan Popularitas AHY sebesar 71.2 %.

Hiruk pikuk pilkada DKI menjadi panggung nasional bagi dua tokoh ini.

Divisi 3 untuk tokoh/capres yang popularitasnya di antara 55-70%. Tokoh yang memenuhi kriteria ini hanyalah Gatot Nurmantyo. Popularitas Gatot sebesar 56.5 %.

Sayangnya sejak pensiun, kiprah Gatot memudar. Padahal ibarat pentas, penonton masih rindu dan bertepuk tangan menanti atraksinya.

LSI Denny JA memprediksi 4 nama ini yang kemungkinan besar menjadi penantang Jokowi di Pilpres 2019 nanti.

-000-

        ISU KETIGA: bagaimana dengan wakil presiden?

Ada 5 (lima) jenis bursa wapres di Pilpres 2019 nanti. Kelima jenis itu berasal dari panggung berbeda.

Ada wapres berlatar belakang militer. Hadir pula wapres berlatar belakang Islam. Tak tinggal wapres berlatar belakang partai politik. Ikut menyemarakkan wapres berlatar belakang gubernur provinsi strategis. Jangan lupa pula wapres berlatar belakang profesional.

Untuk wapres berlatar belakang militer, tiga nama ini paling menonjol. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan popularitas sebesar 71.2 %. Gatot Nurmantyo dengan popularitas sebesar 56.5 %. Moeldoko dengan popularitas 18.0%.

Meskipun popularitas Moeldoko masih rendah, namun masuknya Moeldoko dalam kabinet Jokowi membuka peluang memainkan langkah gambit.

Dari bursa cawapres berlatar belakang Islam, ada 2 nama yang berpeluang dibanding tokoh yang lain. Kedua nama tersebut Muhaimin Iskandar (Cak Imin) popularitasnya sebesar 32.4 %. Cak Imin sudah pula mulai aktif melakukan sosialisasi sebagai cawapres.

Dan satu lagi, TGH M. Zainul Majdi (TGB), yang popularitasnya sebesar 13.9 %. Sungguhpun tingkat pengenalan Zainul Majdi masih rendah, namun tingkat kesukaan publik yang mengenalnya sangat tinggi, di atas 70 persen.

Jika saja cukup waktu bagi Zainul Majdi memperkenalkan diri, ia bisa menjelma darah Baru. Bagi yang mengenal, Zainul dipersepsikan sebagai gubernur muslim yang taat dan berhasil membangun daerahnya di NTB.

Dari bursa cawapres dari latar belakang partai politik, ada 2 (dua) nama yang muncul. Airlangga Hartarto, sebagai Ketua Umum partai Golkar dan Budi Gunawan. Budi Gunawan saat ini menjabat sebagai Kepala BIN. Sejarah membawanya melambung dengan simbol PDIP.

Sementara Airlangga Hartarto juga datang tak terduga. Sejarah pula yang membawanya menjadi ketum Golkar dalam “injury time,” dan momen menentukan.

Cawapres berlatar belakang partai hanya dimasukan PDIP dan Golkar, karena kedua partai ini punya kekuatan bargaining lebih besar di banding partai lain.

Dari bursa cawapres yang berasal dari provinsi strategis yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, hanya Anies Baswedan yang sementara ini muncul. Ketiga provinsi besar lain baru akan melakukan pemilihan kepala daerah Juni 2018 nanti.

Keempat daerah ini disebut strategis karena populasi pemilih  besar. Keempat daerah ini juga punya daya tarik media.

Selesai pilkada 2018 nanti, gubernur baru yang terpilih di Jabar, Jateng dan Jatim potensial pula menjadi kandidat wapres yang seksi.

Bagaimana dengan panggung cawapres dari kalangan profesional? Tersedia 4 nama di sana. Ada 2 nama berasal dari kabinet kerja Jokowi: Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani.

Hadir pula dua nama di luar kabinet. Mereka tokoh pungusaha mewakili wilayah barat dan timur. Chairul Tanjung pengusaha sukses pemilik CT Corp. Aksa Mahmud, pengusaha sukses berasal dari Sulawesi Selatan, pemilik Bosowa Corp. Aksa Mahmud juga adalah iparnya Jusuf Kalla.

-000-

ISU KEEMPAT, jangan lupakan kabinet.  Kurang lebih dua tahun menjelang berakhirnya Kabinet Kerja, kepuasaan terhadap kinerja kabinet cukup memuaskan.

Mereka yang puas (sangat puas dan cukup puas) terhadap kinerja kabinet sebesar 55.25 %.  Sedangkan mereka yang menyatakan kurang puas sebesar 25.66 % terhadap kinerja kabinet.

Survei juga menanyakan tentang kepuasaan publik terhadap kinerja masing-masing kementrian. Evaluasi publik terhadap kinerja masing-masing kementrian tentunya berbeda dengan evaluasi riil dan objektif yang dilakukan oleh lembaga yang kompeten.

Karena evaluasi publik terhadap kementrian lebih banyak dipengaruhi oleh opini dan informasi terkait program atau personal menterinya di media. Dari evaluasi tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani, Menteri Keuangan memperoleh peringkat tertinggi.

Sebesar 25.3 % menyatakan kinerja Susi Pudjiastuti paling memuaskan. Sebesar 20.5 % menyatakan kinerja Sri Mulyani paling memuaskan.

Di posisi ketiga, meskipun agak jauh dari dua nama sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang dinilai memuaskan, yaitu sebesar 11.5 %.

Kepuasan publik terhadap Airlangga terbantu dengan public expose sebagai ketua Umum Golkar.

Kementerian yang lain rata-rata kepuasaan bervariasi namun dibawah 10 %, jika ditotal dan digabung sebesar 22.5 %.

Yang populer di mata publik tentu belum tentu yang paling berprestasi jika diukur dengan KPI (Key Performance Index). Namun setidaknya tiga menteri itu berhasil dari sisi PR (Public Relations) pada opini publik.

-000-

ISU KELIMA: apa yang terjadi jika pilpres 2019 rematch pilpres 2014? Kembali Jokowi dan Prabowo berhadapan. Apa yang terjadi jika pilpres 2019 tarung ulang? The rematch of two big “titans?”

Jika ini terjadi, yang pasti Partai Gerindra akan sangat diuntungkan. Ini pertama kali pemilu nasional serentak. Dalam satu TPS dan satu momen, pemilih mencoblos capres dan partai dalam pemilu legislatif.

Besar kemungkinan mereka mencoblos capres (untuk pilpres) sejalan dengan mencoblos partai utama sang capres (untuk pileg).

Hadir menjadi kandidat terkuat penantang Jokowi, Prabowo otomatis melambungkan Partai Gerinda. Itu akan menjadi marketing strategis bagi Gerindra sendiri.

Tapi akankah pemerintahan baru kembali lambung  dan linglung di masa paska pilpres 2019, sebagaimana paska pilpres 2014?

Perlu  dipertimbangkan dalam pilpres 2019, satu inovasi yang disebut Coopetiton. Istilah ini mengacu pada competition dan cooperation: berkompetisi kemudian bekerja sama.

Agar terbentuk pemerintahan yang kuat, capres yang bertarung dalam pemilu dapat bekerjasama setelah selesai pemilu.

Dua capres utama bisa membentuk pemerintahan bersama. Yang menang mengajak yang kalah dalam pemerintahan baru. Ini akan mengurangi ketegangan pemerintahan baru seperti yang terjadi di tahun 2014.

Tapi apa iya akan terjadi Rematch of the Big Titans? Survei LSI Denny JA akan hadir berkala menjawabnya. Terus menganalisis hingga datang subuh menjelang pilpres 2019.***

Feb 2018


Link:  https://t.co/OdoZf1fdRv

Home  Berita
BeritaNasional
Survei Median: Suara Jokowi terus melorot menjadi 35 persen
By Administrator - 2018-02-22,21:24152
 

Survei suara Jokowi. ©2018 Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin


Hasil survei Media Survei Nasional (Median) menunjukkan suara Joko Widodo mengalami penurunan untuk maju dalam laga Pilpres 2019. Hal tersebut menurut Direktur eksekutif Median, Rico Marbun suara Jokowi mengalami penurunan dari 36,9% di April 2017, 36,2% di Oktober 2017, dan terakhir merosot menjadi 35% di Februari 2018.

“Karena suara Pak Jokowi secara konsisten mengalami penurunan dari bulan ke bulan. Sehingga secara konsisten mengalami lampu kuning dan secara konsisten menurun,” kata Rico dalam acara rilis survei Nasional ‘lampu kuning untuk Jokowi dan pergerakan suara para penantang’ di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

Kemudian, dia juga mengatakan, terdapat 65% yang belum mau memilih Jokowi. Dan terdapat 35 persen yang memilih Jokowi. “21% memilih Prabowo dan 16,1% tidak memilih siapapun,” tambah Rico.



Hal tersebut, menurut Rico, ada beberapa faktor lantaran suara Jokowi terus merosot. Yaitu masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia terdapat 15,6%. Kemudian harga kebutuhan pokok yang terus meningkat terdapat 13,1%, masalahkorupsi 10,1%, tarif listrik yang tinggi 9,7%. Hal tersebut kata Rico yang jadi alasan suara Jokowi terus merosot.

“Hal inilah yang jadi PR Jokowi yang menyebabkan suara Jokowi terus menurun,” kata Rico.

Tidak hanya suara Jokowi yang mengalami penurunan. Suara pesaingnya yaitu Prabowo Subianto juga terus menurun yaitu sekitar 21,2%. Rico juga mengatakan jika suara mereka berdua terus merosot hal tersebut bisa jadi menjadi lampu merah untuk mereka.

“Jika suara mereka terus menurun akan menjadi lampu merah untuk mereka berdua,” kata Rico.

Diketahui Survei ini dilakukan dalam rentang waktu 1-9 Februari 2018, terhadap 1.000 responden yang telah memiliki hak pilih. Survei menggunakan metode multistage random sampling, dengan margin of error 3,1 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen


Kamis 15 Februari 2018, 17:18 WIB
Survei Indo Barometer: Jokowi 32,7%, Prabowo 19,1%, Ahok 2,9%
Tsarina Maharani - detikNews

Ilustrasi rilis survei Indo Barometer. (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta - Indo Barometer merilis survei Dinamika Pilpres 2019. Hasil survei itu menempatkan Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden dengan elektabilitas tertinggi.

Dalam simulasi 2 nama Jokowi vs Prabowo, Jokowi unggul dengan angka 48,8 persen. Sedangkan Prabowo berada di angka 22,3 persen.

Sebanyak 17,2 persen responden belum memutuskan, 6,0 persen masih merahasiakan, 1,2 persen tidak akan memilih, dan 4,5 persen tidak menjawab.

"Simulasi ini mungkin akan ada rematch, Jokowi versus Prabowo jilid dua," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Kamis (15/2/2018).

Baca juga: Bursa Cawapres 2019, Tokoh Berbasis Keumatan Lebih Diuntungkan

Di samping itu, Indo Barometer melakukan survei konstelasi umum capres 2019. Selain nama Prabowo, ada sejumlah nama yang disebut-sebut berpotensi maju sebagai capres.

Di antaranya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Nama-nama itu muncul berdasarkan pertanyaan terbuka seandainya pilpres diselenggarakan hari ini.

Berikut ini hasil survei Indo Barometer tentang pilihan calon presiden:
1. Joko Widodo 32,7%
2. Prabowo Subianto 19,1%
3. Basuki Tjahaja Purnama 2,9%
4. Gatot Nurmantyo 2,7%
5. Anies Baswedan 2,5%
6. Agus Harimurti Yudhoyono 2,5%
7. Jusuf Kalla 2,1%
8. Ridwan Kamil 1,5%
9. Sohibul Iman 1,0%
10. Hary Tanoesoedibjo 0,8%
11. Tito Karnavian 0,7%
12. Susilo Bambang Yudhoyono 0,7%
13. Ganjar Pranowi 0,5%
14. Wiranto 0,3%
15. Deddy Mizwar 0,2%
16. Mahfud MD 0,2%
17. Khofifah Indar Parawansa 0,2%
18. Megawati Soekarnoputri 0,2%
19. Belum ada calon 2,0%
20. Belum memutuskan 15,3%
21. Rahasia 5,4%
22. Tidak jawab 6,5%

Survei dilaksanakan pada 23-30 Januari 2018 di 34 provinsi. Jumlah sampel sebanyak 1.200 responden dengan margin of error sebesar 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Metode penarikan sampel adalah multistage random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner.

Potensi Kuda Hitam

Indo Barometer juga membuat tiga skenario pilpres mendatang. Dari skenario yang ada, Anies disebut paling berpeluang jadi capres alternatif.

"Potensi kuda hitam ada di Anies," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Kamis (15/2).

Baca juga: Survei Pilpres LSI Denny JA: Jokowi Kuat tapi Belum Aman

Dalam skenario 3 nama calon presiden, nama Anies unggul dibanding calon penantang Jokowi dan Prabowo lainnya. Dalam simulasi Jokowi-Prabowo-Anies, Anies mendapatkan persentase 2,4 persen.

Sementara itu, nama-nama lainnya yang muncul dalam simulasi 3 nama adalah sebagai berikut:
1. Jokowi-Prabowo-Agus Harimurti Yudhoyono; dengan persentase AHY sebesar 0,8 persen
2. Jokowi-Prabowo-Gatot Nurmantyo; dengan persentase Gatot sebesar 1,8 persen
3. Jokowi-Prabowo-Budi Gunawan; dengan persentase BG sebesar 0,3 persen
4. Jokowi-Prabowo-Jusuf Kalla; dengan persentase JK sebesar 0,1 persen

Menurut Qodari, salah satu faktor yang menyebabkan Anies mengungguli nama lainnya adalah saat ini ia memegang jabatan strategis di ibu kota negara. Segala kebijakan Anies di DKI Jakarta selalu mendapat sorotan.

"Karena sekarang dia megang jabatan strategis. Kemudian, media massanya banyak. PR-nya banyak. Jadi kalau Anies buat kebijakan, kemungkinan besar jadi sorotan," tuturnya. (tsa/tor)


Saat Survei Prabowo Meroket Seketika
“Ini lembaga survei (INES) setiap 6 bulan ganti pengurus. Terus mulai lagi dari awal. Ini bukan lembaga yang kredibel.”

Ilustrasi: Edi Wahyono

Sabtu, 19 Mei 2018
“Heboh, ya, hasil survei kita?” begitu kalimat pertama yang muncul dari mulut Direktur Indonesia Network Election Survey (INES) Oskar Vitriano saat bertemu dengan detikX di Cafe Hema, Menteng Huis, Jakarta, 8 Mei lalu.

Oskar meminta sesi wawancara dilakukan di luar kantor, karena markas mereka sebelumnya, yang beralamat di gedung Arva, Jalan Cikini Raya No 60, Jakarta Pusat, sudah habis masa kontraknya dan saat ini masih proses pencarian kantor baru.

Di awal perbincangan, Oskar mengaku tidak menyangka hasil surveinya membuat geger. “Selain tentang pilpres, kami kan banyak melakukan survei di daerah-daerah juga. Tapi baru kemarin yang heboh,” ucap Oskar.

Survei INES yang dirilis pada Minggu, 6 Mei lalu, di Mess Aceh Amazing Hotel, Jakarta, memang mengejutkan. Betapa tidak. Sejumlah lembaga survei menempatkan elektabilitas Presiden Joko Widodo di posisi teratas sebagai calon presiden 2019 di atas nama capres yang mengemuka, termasuk Prabowo Subianto, kompetitor utama Jokowi.

Namun, dalam survei INES, justru elektabilitas Prabowo jauh melampaui Jokowi, capres yang didukung sejumlah parpol, seperti PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, PPP, dan Hanura.

Top of mind dengan pertanyaan 'jika pemilu dilakukan hari ini, siapa presiden yang akan dipilih?' menempatkan Prabowo unggul dengan angka 50,20 persen, Jokowi 27,70 persen, Gatot Nurmantyo 7,40 persen, dan tokoh lain 14,70 persen


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda