Kamis, 05 Oktober 2017

SIMPUL PENDAPAT FORUM DISKUSI TERBATAS: MENYOAL GUGATAN UJI MATERIL DI MA PERMEN LHK P.39 TAHUN 2017 TTG PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERUM PERHUTANI

SIMPUL PENDAPAT FORUM DISKUSI TERBATAS: MENYOAL GUGATAN UJI MATERIL DI MA PERMEN LHK P.39 TAHUN 2017 TTG PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERUM PERHUTANI Oleh HILMAN HAROEN (NSEAS Yogyakarta) Sejumlah Aktivis dan Pakar Hukum Yogyakarta , 30 September 2017, mengadakan Forum Diskusi Terbatas tentang gugatan uji materil di MA Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. P.39 Tahun 2017 terkait kebijakan pemerintah perhutanan sosial khusus di wilayah kerja Perum Perhutani Pulau Jawa. Forum Diskusi Terbatas ini dihadiri Daris Purba ( Aktivis Mhs 77/78 dan Advokad), Syarafuddin IS ( Ahli Hukum/ Notaris), Zulkifli Halim ( Aktivis Mhs 77/78 dan Mantan anggota DPR Komisi VI), Triyatmo (Aktivis LSM Yogyakarta), Taufik Hidayat (Pengusaha Perkayuan), Muchtar Effendi Harahap (Peneliti Politik/Pemerintahan), dan Yaminuddin (Peneliti Community Depelopment). Bertindak sebagai Fasilitator, Hilman Haroen Kordinator NSEAS Yogyakarta. Simpul pendapat Forum Diskusi Terbatas dimaksud: 1. Permen LHK No.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani dikeluarkan atas pertimbangan bahwa perhutanan sosial merupakan salah satu solusi penting dalam menghadapi problem ketimpangan penguasaan lahan, tingginya tingkat kepadatan penduduk di Pulau Jawa, masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat sekitar hutan, khususnya di kawasan hutan wilayah kerja Perhutani, masih ada kerancuan hubungan hukum antara orang dan hutan serta ketatalaksanaannya. 2. Penanganan masalah perhutanan tersebut adalah selaras dengan maksud dan tujuan LHK No.39 Tahun 2017, yakni memberikan pedoman dalam pelaksanaan perhutanan sosial di wilayah kerja Perhutani dengan memberikan IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial) kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan di wilayah kerja Perum Perhutani guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kelestarian hutan. 3. Munculnya kelompok penggugat uji materil di Mahkamah Agung (MA) tentang Permen LHK P.39 Tahun 2017 perlu dipertanyakan mengingat pentingnya Permen LHK P.39 Tahun 2017 sebagai payung hukum pengentasan kemiskinan di sekitar hutan dan sekaligus penghijauan dan pelestarian hutan terhadap hutan yang sudah gundul di hutan wilayah kerja Perum Perhutani. 4. Alasan kelompok penggugat Permen LHK P.39 Tahun 2017 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan serta Pemanfaatan Hutan adalah tidak benar. Permen LHK P.39 justru merupakan penyempurnaan dari Permen LHK No.83 Tahun 2016 yang mengacu kepada Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007. Perlu diingat bahwa Permen LHK P.39 Tahun 2017 mengacu secara khusus juga kepada PP No.72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 5. Bahwa Permen LHK P.39 Tahun 2017 yang mengatur secara rinci akses masyarakat miskin untuk ikut dalam pengelolaan hutan yang sudah gundul di hutan wilayah kerja Perum Perhutani dan prosentase pembagian hasilnya cukup signifikan bagi masyarakat sekitar hutan seperti tergambar dalam prosedur IPHPS adalah sangat relevan dengan cita-cita keadilan sosial dalam Pancasila dan asas manfaat hutan dalam UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 6. Berdasarkan alasan tersebut maka kami menghimbau MA (Mahkamah Agung) untuk menolak gugatan uji materil kelompok penggugat Permen P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda