Rabu, 24 Juni 2015

JANJI ‘TOL LAUT’ REZIM JOKOWI-JK

1. JANJI KAMPANYE: Sebelum melenggang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mengungkapkan visi misinya jika terpilih menjadi pemimpin negara. Berdasarkan visi-misi, Jokowi-JK memilih untuk menggunakan kata-kata kemandirian ekonomi dan berdaya saing. Di bidang infrastruktur, Jokowi menyoroti masih kurangnya pengembangan infrastruktur di laut, pengembangan bandara, maupun penambahan jalur kereta api. Untuk infrastruktur laut, ia menilai, jika dapat dimaksimalkan, maka ke depannya tidak ada lagi ketimpangan harga antara daerah yang satu dengan yang lain. Ia mengistilahkan konsep pembagunan infrastruktur laut yang akan ia lakukan dengan istilah "tol laut". Menurutnya, tol laut adalah penyediaan kapal-kapal berukuran besar untuk pengangkutan antarpulau dalam waktu yang sesering mungkin. "Jadi tol laut ini modalnya hanya kapal. Bukan bangun tol di atas laut. Jadi tol laut itu pengangkutan pakai kapal dari pelabuhan ke pelabuhan, tapi bolak-balik. Ini akan mempermudah manajemen distribusi logistik, sehingga harga-harganya akan lebih murah," kata Jokowi. Jokowi menjelaskan bahwa tol laut adalah konsep distribusi jalur laut yang menghubungkan lima pelabuhan besar, yakni Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar, dan Sorong (Papua Barat). 2. RPJMN 2015-2019: Tindak lanjut janji kampanye “Tol Laut”, ditemukan di dalam RPJMN 2015-2019, yang menetapkan akan dibangun 24 pelabuhan yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Untuk “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional”, agar dapat membangun Indonesia sebagai negara maritim maka sesuai amanat RPJPN 2005-2015, dianggap perlu dicerminkan pada: (1) Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia; (2) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), aset-aset dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara; (4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan; dan (5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut. Masih menurut RPJMN tersebut, penguatan jatidiri maritim akan dilakukan dengan penegakan kedaulatan dan yurisdiksi nasional, maka pada bagian ini perlu dilaksanakan upaya untuk meningkatkan daya saing perekonomian dengan penekanan pada pengembangan ekonomi maritim dan kelautan, yang didukung dengan pengembangan SDM dan iptek, serta menggali kembali budaya bahari. Selanjutnya, pembangunan kelautan dalam RPJMN 2015-2019 dilaksanakan dengan mengedepankan peran ekonomi kelautan dan sinergitas pembangunan kelautan nasional dengan sasaran antara lain: Terwujudnya TOL LAUT Dalam upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut serta meningkatkan konektivitas laut yang didukung oleh keselamatan maritim yang handal dan manajemen yang bermutu serta industri maritim yang memadai, yang difokuskan pada: (i) Peningkatan dan pengembangan jumlah kapal perintis 75 unit untuk menghubungkan pulau besar dan pulau-pulau kecil dan 100 lintas subsidi perintis angkatan laut; (ii) Pembangunan dan pengembangan 59 pelabuhan, termasuk Bitung dan Kuala Tanjung sebagai New International Hub serta peningkatan kapasitas pelabuhan, terutama Ambon, Palangkaraya, Banda Aceh dan Jayapura; dan (iii) terwujudnya kemampuan industri maritim dan perkapalan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Secara terinci arah kebijakan dan strategi Percepatan Pembangunan Kelautan antara lain: Pengembangan TOL LAUT Dalam mendukung Konektivitas dan Sistem Logistik, dilakukan melalui: (i) Mengembangkan sistem transportasi laut nasional untuk meningkatkan aksesibilitas dengan pusat-pusat pengembangan ekonomi regional dan nasional serta mengembangkan jalur lalu lintas antarsamudera, seperti jalur Singapura-Biak dan Laut Cina Selatan-Australia, dan mengupayakan akses jalur lintas tersebut ke pelabuhan samudera lokal dan mengembangkan jalur pelayaran antarpulau besar dan jalur penyeberangan antarpulau yang berdekatan; (ii) Meningkatkan kapasitas daya tampung pelabuhan, pergudangan, dan lapangan penumpukan serta meningkatkan mutu pelayanan jasa kepelabuhanan; (iii) Meningkatkan keselamatan pelayaran melalui peningkatan pelayanan navigasi dan peningkatan kegiatan pemetaan laut di lokasi yang padat lalu lintas pelayarannya; (iv) Meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas domestik. Dapat diringkas dari segi infratruktur laut, telah ditetapkan sebagai berikut. Pertama, pengembangan pelabuhan untuk menunjang tol laut sebanyak 24 pelabuhan yang akan selesai di tahun 2019. Kedua, pengembangan pelabuhan penyeberangan sebanyak 210 Pelabuhan di tahun 2014 (baseline), pembangunan/penyelesaian 48 pelabuhan baru di tahun 2016, dan direncanakan total 270 pelabuhan selesai di tahun 2019. Ketiga, pembangunan kapal perintis 50 unit, 60 unit dan 104 unit. Keempat, pengembangan pelabuhan perikanan sebanyak 21 unit di tahun 2014 (baseline), direncanakan sebanyak 22 unit di tahun 2016 dan 24 unit di tahun 2019. 3. BERBAGAI SUARA KRITIS: Selain mendapatkan pujian, gagasan pengembangan konsep "tol laut" atau yang sering disamakan dengan konsep Pendulum Nusantara juga mendapat kritikan dan telah mengundsang reakasi suara kritis baik berupa kelompok maupun individual. Masih saat Jokowi mengkampanyekan "Tol Laut", telah muncul kritik dari tokoh-tokoh seperti Emil Salim, Sultan Hamangkubuwono, dll. Emil Salim mempertanyakan darimana dana untuk membiayao "Tol Laut" padahal Indonesia masih negara miskin. Selanjutnya tercatat suara kritis datang dari Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X. Ia mengkritik gagasan tol laut yang kerap disampaikan Presiden Jokowi saat kampanye pencapresan pada 2014 lalu (Merdeka.com -). Menurut Sultan, gagasan tol laut Jokowi hampir sama dengan tol laut milik China. Bedanya tol laut yang dikembangkan China bertujuan melakukan ekspansi pasar produk-produk mereka ke global, sementara tol laut Jokowi hanya untuk mempermudah distribusi dan perjalanan antar pulau di Indonesia. "Presiden Jokowi presentasi tol laut, China juga punya, Sutra namanya dan itu global, itu sudah lama sekali," katanya saat menjadi salah satu narasumber dalam dialog bersama KSAD dengan aparat pemerintah daerah, DPRD, tokoh agama dan tokoh pemuda di hotel Rich Yogyakarta, Senin (20/4/15). Dia pun memperingatkan jika jalur tol laut Indonesia nantinya berkolaborasi dengan China maka Indonesia hanya membuka pintu lebar bagi China untuk memasarkan produknya di Indonesia. "Kalau itu nanti berkolaborasi dengan China, saya tidak akan pernah setuju. Itu sama saja menjadikan Indonesia sebagai konsumen yang baik. China pasti akan senang sekali kalau kita berkolaborasi, mereka pasti mau memberikan apa saja, dengan satu syarat, tidak boleh menghalangi ekspor impor," ujarnya. Suara kritis berikutnya datang melalui Silonting.com, Direktur Indonesia Maritime Institute, Dr. Yulian Paonganan kembali menegaskan, untuk dipahami, sejak zaman dahulu, perairan nusantara sudah menjadi poros maritim dunia, di mana kapal-kapal dagang dunia melintasinya. Ini artinya, konsep poros maritim yang didengungkan Jokowi dan Kabinet Kerjanya menunjukkan ketidakpahaman atas substansi dan kondisi realistik geostrategis, geopolitik dan geoekonomi Indonesia. “Lalu konsep Tol Laut yang adalah ciplakan dari konsep Pendulum Nusantara era pemerintahan SBY-Boediono bukanlah konsep yang bisa membuat disparitas harga di barat dan timur NKRI bisa diminimalkan,” tuturnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (26/12). Permasalahan disparitas harga antara wilayah barat dengan timur atau sebaliknya, jelas dia, bukan pada ketersediaan kapal atau pelabuhan, tapi tidak balance-nya angkutan logistik. Dan, prinsip trade follow the ship dalam Tol Laut Jokowi sebetulnya hanya bisa diterapkan pada sebuah wilayah yang distribusi logistiknya balance. “Harusnya prinsip yang bisa diterapkan di NKRI dengan kondisi sekarang adalah ship follow the trade dengan membangun sentra produksi berbasis SDA agar logistik bisa balance, sambil perlahan memperkuat infrastruktur pelayaran,” terang Julian. Praktisi Usaha Kelautan Oentoro Suryo mengatakan (Liputan 6.com Jakarta), dengan belum siapnya industri galangan kapal di dalam negeri dikhawatirkan konsep ini akan membuat Indonesia makin bergantung dengan kapal produksi asing. "Kalau Pendulum Nusantara ini kan hanya memikirkan yang besar, bagaimana yang kecil?. Konsep ini membutuhkan kapal produksi perusahaan asing," ujarnya dalam Round Table Implementasi Poros Maritim untuk Mensejahterakan Rakyat Indonesia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (25/8/2014). Selain masalah suplai kapal laut, Indonesia juga masih dihadapkan dengan ketersediaan pelabuhan dengan infrastruktur yang baik. Pasalnya, dari banyak pelabuhan yang ada di Indonesia, sebagian besar belum memiliki infrastruktur penunjang yang baik. Di lain fihak, suara kritis juga datang dari Koordinator Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI) Petrus Selestinus (RMOL, 18 Maret 2015), Bermula dari suara kritis tentang sembilan program yang dijanjikan Presiden Jokowi dalam Nawacita, dianggap belum satupun dilaksanakan. Bahkan, setiap program minim gebrakan. Baginya, Presiden Jokowi tidak sadar kalau pemerintahannya sudah melenceng jauh dari janji-janji yang pernah diumbarnya saat kampanye. "Sampai saat ini, tidak ada yang bunyi dan tidak keliha¬tan. Presiden Jokowi enggak nyadar itu. Enggak nyadar bahwa tidak terjadi apa-apa yang merupakan wujud janji-janjinya kepada masyarakat," ujar Petrus. Menurutnya, Jokowi tidak komitmen terhadap janjinya yang termuat dalam Nawacita. Hal itu terlihat dari sejumlah kebijakan yang kontraproduk¬tif yang dilakukan oleh Sang Presiden beserta jajaran kabi¬netnya. "Coba katakan, gagasan tol laut yang dijanjikannya mana? Gagasan akan memban¬gun Indonesia dari pinggiran juga tidak ada. Janji kehadiran negara dan pemerintah da¬lam kehidupan masyarakat yang aman, yang demokratis yang adil, mana? Malah begal berkeliaran di mana-mana, korupsi sudah merebak dan tidak terkontrol sampai ke daerah-daerah. Ya tidak bunyi janji-janji itu," ungkapnya. Selanjutnya, Darmaningtyas, Ketua Bidang Advokasi MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) menulis tentang “Tol Laut” di Harian Sore Suara Pembaruan, Tanggal 16 April 2015. Ia mempermasalahkan, sampai sekarang belum ada tanda-tanda mewujudkannya, bahkan beberapa pihak yang seharusnya paham mengenai konsep tol laut tersebut sekarang ini bila ditanya mengenai perkembangan tol laut menjadi seperti glagapan (kebingungan), mengingat konsep maupun anggarannya belum jelas. Salah satu masalah bagi Darmaningtyas adalah alokasi anggaran, baik untuk membangun/mengembangkan pelabuhan, membeli kapal baru, serta subsidi operasionalnya. Hingga kini publik juga masih awam: berapa sih anggaran APBN yang dialokasikan untuk mewujudkan tol laut selama lima tahun? Menurutnya, mengenai anggaran ini memerlukan kepastian (komitmen) dan transparansi (pengelolaan) agar masyarakat dapat turut serta mengontrolnya, jangan sampai anggaran besar tapi pemanfaatannya tidak efisien. Atau sebaliknya, justru tidak dianggarkan sama sekali pada APBN 2015 ini sehingga belum dapat dimulai prosesnya. Terkait soal anggaran, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Firdausi Manti menyatakan (Beritasatu.Com), untuk memenuhi tol laut, dibutuhkan belanja modal Rp 101,7 triliun untuk membeli kapal kontainer, kapal barang perintis, tanker, kargo hingga kapal rakyat. Namun, Firdausi mengakui, anggaran tersebut tidak bisa sepenuhnya dipenuhi pemerintah khususnya dari pengurangan subsidi BBM. "Belanja infrastruktur tol laut ini akan dipenuhi dari APBN, BUMN, dan swasta dalam bentuk kerja sama pemerintah swasta (KPS)," ujar Firdausi. Pada tingkat kelompok, suara kritis datang antara lain dari mahasiswa. Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar aksi di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Senin (9/3). Pada aksi ini mahasiswa ingin membangunkan Jokowi dari tidurnya, karena banyak janji-janjinya yang belum direaliasikan untuk Aceh. Selain itu, mahasiswa juga meminta pada Jokowi dengan janjinya membangun tol laut dari Aceh sampai Papua. Menurut mereka sampai saat ini jangankan untuk memabangunnya, cikal bakal pun belum terlihat sama sekali. “Segera bangun tol dari Aceh hingga Papua sebagaimana yang pernah dijanjikan dulu,” tutupnya.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda