Jumat, 18 Agustus 2017

KINERJA JOKOWI URUS KEMISKINAN

Bantah Klaim Jokowi, BPS Sebut Kemiskinan di Indonesia Justru Makin Parah dan Meleba Pidato Jokowi sidang tahunan di MPR/DPR RI soal kemiskinan menurun dikritik tak sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS). Mengacu data BPS justru menunjukkan kemiskinan di Indonesia makin parah dan melebar. Hal ini tercatat masing-masing 1,83 di Maret 2017 dibanding realisasi September 2016 yang sebesar 1, 74 dan 0, 44, jumlah penduduk miskin sebanyak 27, 77 juta dengan persentase 10, 64 persen. "Artinya yang keberhasilan yang disampaikan J okowi jelas dibantah oleh BPS dan publik berharap Jokowi tidak melakukan pembenaran dari fakta yang ada," tegas Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI) Panji Nugraha dalam rilis tertulis yang diterima redaksi, Jumat (18/8). Panji menekankan, seharusnya Jokowi lebih terbuka kepada rakyat dan jangan hanya soal angka-angka semata, akan tetapi realitas di lapangan. Banyak masyarakat di desa dan kota mengaku kesulitan faktor ekonomi yang mengakibatkan daya beli masyarakat turun. Hal itu dinilainya jelas berbanding lurus dengan keadaan realitas publik yang disebabkan kebijakan Jokowi tak pro rakyat seperti mencabut subsidi BBM, listrik dan menaikjan pajak berimbas pada perekonomian rakyat. "Justru momentum pidato Jokowi tersebut haruslah dimanfaatkan dengan baik, mengenai persoalan-persoalan yang belum bisa diatasi pemerintahan dan juga momentum Jokowi untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena belum mampu mengentaskan kemiskinan sesuai janji-janji kampanye terdahulu," tutup Panji Read more: http://www.tribunislam.com/2017/08/bantah-klaim-jokowi-bps-sebut-kemiskinan-di-indonesia-justru-makin-parah-dan-melebar.html#ixzz4q7FWUfCW  Follow us: @TribunIslam on Twitter | TribunIslam on Facebook Miris, Angka Kemiskinan Makin Meningkat Dok - detikFinance Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kemiskinan dan ketimpangan teranyar. Angka kemiskinan bertambah, dan tingkat ketimpangan (gini ratio) bergerak stagnan Berita Ekonomi Nasional Opini Pakar Politik INDEF: Di Masa Jokowi, Lapangan Kerja bagi Rakyat Makin Minim Media Kebangkitan Agustus 18, 2017 A+ A- INDEF: Di Masa Jokowi, Lapangan Kerja bagi Rakyat Makin Minim Tweet Share Share  Direktur INDEF Enny Sri Hartati BANGKITPOS.COM, JAKARTA - Sejumlah pencapaian negatif terjadi di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satu diantaranya adalah minimnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, selain soal lapangan pekerjaan, juga tingginya dampak dari tekanan biaya kebutuhan pokok membuat masyarakat miskin makin kesulitan beranjak dari garis kemiskinannya. Menurut Enny, program jaring pengaman dari pemerintah seperti kartu sehat, kartu Indonesia pintar, dan kartu sejahtera belum cukup mengatasi kemiskinan di Indonesia. Data pemerintah menunjukkan, masih ada 27,7 juta masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Jumlah tersebut dengan standar minimal pendapatan kurang dari Rp 400 ribu per bulan. “Misalnya mengikuti standar internasional yang USD 2 per orang, mungkin bisa mencapai 70 juta orang yang miskin,” ujarnya, Rabu (16/8) kemarin. Dikatakan Enny, pemerintah telah berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun hingga kini belum juga terealisasi. Sekalipun dengan indikator yang sangat minimal, kata Enny, pengurangan orang miskin dalam setahun tidak sampai 1 juta orang. Lebih lanjut Enny menjelaskan, tahun 2016 lalu ada 28 juta orang miskin. Sedangkan tahun ini 27,7 juta. Jumlah penurunan orang miskin ini terlampau kecil jika dihitung dalam kurun waktu setahun. “Itu pun diukur dengan standar minimal, (pendapatan) di bawah Rp400 ribu per bulan. Hari gini emang ada orang bisa hidup Rp 400 ribu per bulan?,” tanya Enny. Terakhir dia mengingatkan, kalau masyarakat miskin yang hidup di pedesaan dan pesisir dengan mata pencaharian petani dan nelayan ataupun buruh juga belum tersentuh kebijakan pemerintah. “Padahal, pemerintah telah mengalokasikan subsidi dalam jumlah yang besar,” pungkas Enny. [bp 72 TAHUN INDONESIA MERDEKA BARU KALI INI RAKYAT BISA HIDUP DGN MAKMUR 😁 MERDEKA!!! ✊✊ Badan Pusat Statistik mengklaim seseorang yang berpenghasilan Rp 11.000 perhari atau setara Rp 332.119 perbulan adalah orang yang dikategorikan tidak miskin. Baru dikatakan miskin apabila pendapatan masyarakat kurang dari Rp 11.000, misalnya Rp 10. 500. Oleh karena itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mempertanyakan parameter dari pemerintah, dalam hali ini BPS, dalam penentuan angka kemiskinan “Apa parameternya kalau penduduk yang pendapatannya Rp 11.000 dikatakan tidak miskin,” kata Heri Gunawan di Jakarta, Jumat (03/03/2017). Ia menyindir pemerintah yang dengan mudah menyatakan angka kemiskinan menurun. “Pantasan pemerintah bilang kemiskinan berkurang ternyata parameternya tidak terukur. Pemerintah bisa bilang kemiskinan menurun kalau pemerintah naikkan parameternya, sementara parameternya tidak jelas dan tidak terukur,” kata Heri. Ditambahkan Heri, dengan pendapatan Rp 11.000 perhari, masyarakat tidak bisa berbuat apa pun. “Beras 1 liter berapa? taruhlah makan nasi dengan garam, harga garam berapa, terus beli gas untuk masak berapa? Apa cukup dengan pendapatan Rp 11.000 itu? Belum untuk kebutuhan yang lain-lainnya,” kata Heri. Data BPS menyebut jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluarannya dibawah Garis Kemiskinan (setara Rp 332.119/kapita/bulan atau setara Rp 11.000 perhari) di Jawa Barat pada September 2016 sebesar 4,17 juta jiwa atau 8,77 persen. Sedikit mengalami penurunan jika dibanding dengan kondisi Maret 2016 yang tercatat 4,22 juta jiwa atau 8,95 persen. Penurunan angka kemiskinan juga terjadi apabila dibandingkan terhadap kondisi September 2015 (4,49 juta jiwa atau 9,57 persen) dimana ada pengurangan penduduk miskin sekitar 320 ribu. https://ekbis.sindonews.com/read/1221394/33/gawat-kemiskinan-di-indonesia-makin-parah-1500285300 ======== JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan Indonesia pada periode September 2016 hingag Maret 2017 mengalami kenaikan. Hal tersebut menandakan, usaha pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan akan semakin sulit. Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, indeks kedalaman kemiskinan pada September 2016 adalah 1,74 dan pada Maret 2017 mengalami kenaikan menjadi 1,83. Demikian juga indeks keparahan kemiskinan yang mengalami kenaikan dari 0,44 menjadi 0,48 pada periode sama. Menurutnya, persoalan kemiskinan bukan hanya dilihat dari jumlah dan persentase penduduk miskin semata, melainkan juga tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Sebab, semakin parah tingkat kemiskinan di sebuah negara maka semakin sulit mengentaskan kemiskinan tersebut. "Kalau indeks kedalaman naik, maka tingkat kemiskinan semakin dalam, jarak antara pengeluaran penduduk miskin dan garis kemiskinan akan semakin jauh dan semakin sulit entaskan kemiskinan," terang dia di Gedung BPS, Jakarta, Senin (17/7/2017). Jika dilihat antara daerah perkotaan dan pedesaan, nilai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi dari perkotaan. Pada Maret 2017, nilai indeks kedalaman kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar 1,24 dan di pedesaan jauh lebih tinggi mencapai 2,49. "Sementara nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan adalah 0,31, sedangkan di pedesaan mencapai 0,67," tutur dia. (Baca: Enam Bulan, Jumlah Orang Miskin di Indonesia Naik Jadi 27,77 Juta) Sebelumnya, BPS merilis jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang pada Maret 2017. Jumlah tersebut bertambah sekitar 10.000 orang dibanding kondisi September 2016 yang mencapai 27,76 juta orang. 27,77 juta orang tersebut merupakan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda