Jumat, 16 Juni 2017

KINERJA JOKOWI BIDANG INFRASTRUKTUR

Polemik Jalan Tol, Skenario Memberangus Cetak Tangan SBY? 13 June 201702810 Tersentak saya membaca berita di satu media darling, perihal perbandingan jalan tol sejak era Soeharto hingga Jokowi. Pasalnya, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat (PU-PR) Endra Saleh Admawidjaja secara tersirat menegaskan pembangunan jalan tol di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kalah jauh dari Jokowi. Endra menegaskan, selama dua periode menjabat, SBY membangun jalan tol sepanjang 212 km. Sebaliknya, belum genap tiga tahun menjabat, Jokowi telah mengoperasionalkan 176 km jalan tol, dan diperkirakan hingga akhir 2017 nanti bakal ada total tambahan 568 km jalan tol di era Jokowi. Luarbiasa! Tetapi apa mungkin? Bagaimana bisa pencapaian 10 tahun kalah jauh dari 3 tahun pemerintahan? Nalar saya menolak informasi ini. Maka saya putuskan untuk berselancar untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lantas, saya mengasumsikan ada dua hal besar yang sebenarnya terjadi. Pertama, besar kemungkinan ada miss-informasi yang didapatkan Endra. Pasalnya, data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum yang disiarkan pada 17 Oktober 2014, dinyatakan secara jelas pembangunan prasarana jalan rentang 2004 sampai 2014 telah dilakukan pembangunan jalan sepanjang 5.190 km, di antaranya adalah 4.770 km jalan non tol (jalan nasional) dan 420 km jalan tol. Lantas, mengapa disebut era pemerintahan SBY hanya terbangun 212 km jalan tol? Mungkinkah panjang jalan tol bisa menyusut dari 420 km pada 2014 menjadi 212 km pada 2017 seperti yang dinyatakan oleh Endra? Besar dugaan saya ini adalah perkara salah data –dan hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru di era pemerintahan Jokowi. Kita sama-sama tahu, pemerintahan Jokowi adalah masa kepemimpinan yang amat lemah perkara data, bahkan seringkali jatuh menjadi blunder. Perkembangan pembangunan jalan di Indonesia periode 1968-2013 Kita tentu masih ingat pidato “teledor” Jokowi dalam forum bisnis di Hongkong bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang ketiga tertinggi di dunia –yang akhirnya menjadi bahan tertawaan masyarakat internasional. Atau kehebohan Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perpres No. 68 Tahun 2010 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan, yang ketika publik memprotes dijawab Jokowi: I don’t read what I sign. Ada pula polemik Arcandra Tahar yang diangkat sebagai Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kendati masih berstatus dwi kewarganegaraan. Atau perkara remeh-temeh seperti kasus salah ketik nama lembaga negara hingga prasasti peresmian proyek yang ditandatangi Presiden. Rentetan kecolongan ini menggambarkan betapa lemahnya pemerintahan Jokowi dalam mengolah data dan informasi. Bandingkan dengan pemerintahan SBY, di mana kasus-kasus “recehan” begini tidak pernah terjadi. Sebab, SBY amat tegas perkara data dan informasi. Logika SBY kira-kira begini: bagaimana hendak membangun proyek mercusuar, jika perkara data saja sudah salah? Kedua, ada data dan informasi yang disembunyikan oleh Kemen PU-PR. Pasalnya, Endra sendiri menyebut : di era Presiden Jokowi, dalam tiga tahun hingga tahun ini ada 176 km jalan tol yang beroperasi… Apa maksud “beroperasi” ini? Apakah artinya diresmikan? Jika begitu, berpotensi besar proyek-proyek jalan tol itu sudah dirintis di era SBY, tetapi diresmikan di era Jokowi. Pasalnya, pada periode kedua pemerintahannya, SBY memang mengebut poyek infrastruktur. Ambil contoh mega proyek jalan tol Trans Sumatera sepanjang 2.700 km. Kebijakan pemerintah ini ditetapkan dalam Perpres No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Proyek ini termasuk dalam Master Plan Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun pemerintahan SBY pada tahun 2011. Rencananya, proyek jalan tol Trans Sumatera ini akan memiliki empat koridor, yakni : Lampung, Palembang, Pekanbaru, Medan, dan Banda Aceh sepanjang 460 km (koridor I), Palembang-Bengkulu (koridor II), Pekanbaru-Padang (koridor III) dan Medan-Sibolga (koridor IV). Lalu, seusai masa pemerintahan SBY, setiap tahun kita saksikan Jokowi meresmikan sepotong demi sepotong mega proyek Trans Sumatera ini. Artinya, peresmian Jokowi itu adalah kelanjutan dari mega proyek yang telah diinisiasi, dianggarkan dan mulai dilaksanakan semasa pemerintahan SBY. Jadi, siapa yang sebenarnya paling berjasa dalam pembangunannya? Perkembangan pembangunan tol Trans Sumatera di era SBY (sumutpos.co) Begitu pula jalan trans Papua itu. Kendati diklaim oleh pemerintahan Jokowi, Natalius Pigai, putra asli Papua menyebut Presiden Jokowi telah melakukan pembohongan publik. Dia menegaskan tidak ada pembukaan ruas jalan Trans Papua yang membelah gunung dan bukit, yang ada hanya ruas jalan Wawena-Nduga Papua, itu pun yang dilaksanakan oleh TNI. Saking jengkelnya, Natalia menantang pemerintah untuk membuka road map perencanaan jika memang proyek itu adalah murni inisiasi Jokowi. Tak perlu dibuka sebenarnya, karena jalan Trans Papua tersebut sejatinya adalah program SBY yang masuk dalam koridor Papua -Maluku yang tertuang dalam program MP3EI. Publik yang tangkas mengamati gebrakan SBY ini pasti mengetahuinya. Saya yakin, jika ditelisik lebih lanjut, kasus-kasus ini seperti fenomena gunung es. Sayangnya, Jokowi tidak sekalipun menyebut bahwa proyek-poyek mercusuar yang diresmikannya sudah dirintis di era SBY. Barangkali Jokowi khawatir akan dituding publik sebagai presiden yang tidak memiliki gagasan “apa-apa”. Kerja Jokowi hanya melanjutkan dan meresmikan pekerjaan-pekerjaan SBY yang belum rampung? Terlepas dari apapun alasannya, saya pikir tidak bijak mendegradasi pencapaian SBY hanya untuk mengejar pencitraan semata. Ini tidak sesusai dengan budaya Indonesia yang menolak tabiat: memadamkan lampu orang lain agar lampu kita lebih terang. Sungguh tak bijak. Oleh: Ridwan Sugianto, pegiat Gerakan Indonesia Emas 2045 Catatan: Tulisan Salamuddin Daeng ini mengesankan Jokowi tak mampu dan gagal urus property, satu bidang urusan pemerintahan. Pasar property perlahan lahan "redup" sejak jokowi terpilih sbg Presiden RI. Sumber dari Kamar Sebelah. ----------------------------------- PEMERINTAHAN JOKOWI, PROPERTY DAN BATU AKIK. oleh : Salamuddin Daeng Pada masa pemerintahan SBY fondasi ekomi indonesia adalah batu akik. Harga batu akik naik dengan sangat fantastis. Komunitas internasional mengaku kaget dengan kenaikan harga batu akik di indoesia yang dinilai naik jauh melampaui kewajaran. Ini gila katanya..akik yang dipoles apa adanya bisa berharga jutaan rupiah. Sama dengan batu akik. Ekonomi Pemerintahan SBY adalah property..kenaikan harga property naik secara tidak wajar. Berkali kali lebih besar dibandingkan dengan yang seharusanya terjadi. Gelembung harga property mencapai puncak tahun 2013. World bank mengatakan imdonesia mengalami buble property dan publik harus waspada. Kejatuhan harga batu akik secara perlahan berlangsung di era Jokowi padahal dalam pertemuan KAA di bandung para tamu negara dikalungi akik. Pemerintah lebih jauh akan memajaki transaksi batu akik. Namun kilapan batu akik tedup sebelum Jokowi sempat menikmatinya. Pasar Batu akik rupanya kurang suka dengan Jokowi. Mungkin katena presiden di masa kampanya dikatakan tidak memakai cincin batu. Demikian pula dengan pasar property secara perlahan lahan redup sejak presiden jokowi terpilih. Meskipun Jokowi sejak masa kampanye menggadang gadang sektor property sebagai prioritasnya. Jokowi bahkah berjanji akan membuka peluang asing mendapatkan hak milik sektor property. Tapi rupanya pasar property tidak bergeliat. Seperti batu akik, kilapan prooerty ternyata hanya sesaat. Berbeda dengan bandar batu akik, yang sebagian besar bisnis dengan modal sendiri dan tidak banyak yang mengambil utang luar negeri, Taipan property hidup besar gemuk ditas timbunan utang mengggunung. Mereka para taipan property menggadai setiap jengkal tanah HGB ke bank dan pasar keuangan internasional sebagai jaminan utang. mereka bukan hanya jual petak kamar dan ruangan tapi mereka jual beli kertas berharga dan utang. Namun sialnya begitu jokowi presiden bukan hanya harga batu akik yang merosot, nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika ambruk. Akibatnya utang utang taipan property membengkak. Keuntungan perusahaan property disapu oleh utang sampah mereka. Tidak hanya itu peringkat utang perusahaan property jatuh, harga saham mereka ambruk. Pada 2015 seluruh keuntungan dari bernagai bisnis lippo disapu bersih oleh utang lippo karawaci. Harga saham lippo karawaci saat ini telah jatuh 100% sejak tahun 2015. Perlakuan pemerintahan Jokowi terhadap bandar batu akik berbeda dengan perlakuannya terhadap taipan property. Para bandar batu akik tidak dibantu, tapi Pemerintahan Jokowi membuat berbagai mega proyek infrastrukur tol, MRT, LRT, airport, dll, melintasi lokasi aset aset properti para Taipan. Ini ditenggarai untuk menarik minat pembeli sehinga menaikkan harga aset property. Namun ini justru menjadi pukulan balik bagi konsumen dalam negeri. Bank dunia 2014 mengingatkan indonesia menghadapi dua masalah ekonomi yang menakutkan, daya belin jatuh tapi inflasi naik. Ini gawat, tidak ada jalan keluarnya. Kecuali bagi bagi uang ke rakyat. Bukan bagi sepeda. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memulihkan kerajaan bisnis property. Pemerintah jokowi bahkan rela menjadi marketing property denganb mencari pembeli hingga ke luar negeri. Asing diberi hak setara hak milik terhadap tanah dan bangunan di Indonesia. Presiden bersama para Taipan property mengembangkan program 1 juta rumah, mengembangkan skema uang muka 1 persen untuk para pembeli property yang berpendapatan rendah. Selain itu pemerintah mengembangkan skema utang/kredit jangka panjang 20-25 tahun atau bahkan seumur hidup. Semua dilakukan demi mengangkat harkat dan martabat taipan property yang runtuh. Namun sektor property ini bak batu akik. Mengkilapnya cepat namun kusam dalam tempo cepat. Kalau batu akik masih bisa digosok dengan kulit, bambu dll agar kembali mengkilap. Kalau property digosok dengan apa? Itulah jauh lebih mudah memulihkan harga batu akik dibandingkan membenahi buble property. Jadi saran saya lebih baik bapak presiden kembali ke batu akik.. Catatan: Penilaian negatif kelas menengah atas dapat ditemukan dlm bentuk tulisan beredar di medsos.Penulis bisa satu orang, tetapi bisa jadi tulisan penilaian negatif merupakan refleksi kelompok. Inilah satu contoh tulisan dimaksud. -------------------------------------- SEPATU PRESIDEN, DAN KEGILAAN TIADA UJUNG* Oleh : Ferdinand Hutahaean RUMAH AMANAH RAKYAT BELA TANAH AIR Ramadhan telah memasuki pekan ke 3 dalam memberikan pelajaran hidup yang beragam, dari sekedar menahan lapar dan dahaga, menahan hawa nafsu dan menumbuhkan perasaan bahagia menjalani bulan penuh berkah tanpa menganggap Ramadhan sebagai sebuah penderitaan karena harus menahan lapar dan dahaga, namun Ramadhan ternyata adalah kebahagiaan menuju keteguhan iman, penuh rahmat dan berkah. Terlepas dari Ramadhan bulan berpuasa, hari-hari belakangan ini, mata dan hati saya melihat bahwa kegilaan tak kunjung usai dipertontonkan di negeri yang indah dan di dirikan dengan kewarasan ini. Kegilaan bertambah gila hari demi hari. Saya juga tak ingin menafikan dan menghilangkan kinerja rejim penerintahan ini seperti yang mereka lakukan menghilangkan kinerja para pendahulu pemimpin bangsa ini. *Saya harus mengakui keberhasilan Presiden Jokowi membagi-bagi sembako, bagi-bagi sepeda, membagi berbagai macam kartu, meresmikan pasar, meresmikan proyek yang usai setelah dibangun mulai era SBY dan keberhasilan Jokowi membangun citra keberhasilannya meski berbeda fakta dengan yang dirasakan publik, karena publik (mungkin juga cuma saya) yang menyatakan Jokowi gagal memenuhi janji kampanye nya.* Dan akhirnyapun diantara keberhasilan rejim ini, ada begitu banyak kegilaan yang terjadi. *Kegilaan paling besar salah satunya adalah, seolah bangsa ini baru ada, baru membangun setelah Jokowi jadi Presiden.* Ini salah satu kegilaan yang dibangun lewat pemberitaan oleh media-media penyesat logika yang terafiliasi dan menjadi bagian dari rejim. Misalnya dengan mengatakan, SBY ngapain aja selama 10 tahun? Ini penyesatan logika dan upaya penghapusan sejarah atas kinerja SBY. *Padahal kalau dibandingkan 3 tahun SBY dengan 3 tahun Jokowi, apa yang dilakukan Jokowi ini tidak ada apa-apanya. Ingat sejarah, bangsa ini dalam keadaan bangkrut ketika estafet kepemimpinan diserahkan Megawati kepada SBY. Beda jauh dengan estafet kepemimpinan dari SBY kepada Jokowi, yang mana semua sudah serba ada. Ekonomi baik, politik baik, penegakan hukum baik, rakyat dipelihara dengan subsidi, listrik murah BBM murah meski harga minyak dunia diatas USD 100 / Barel.* Kalimat yang tepat untuk rejim ini sesungguhnya adalah : Nikmat apa lagi yang kau dustakan wahai tuan Presiden? Kegilaan nampaknya memang sengaja diciptakan sebagai upaya memberikan kesibukan kepada publik untuk larut dalam bantah lisan. Sehingga publik lupa masalah sesungguhnya yang terjadi atas ketidak mampuan rejim ini mengurus negara. Lihatlah 2 hari terakhir, betapa riuhnya publik dan pemberitaan media buzzer pemerintah yang memberitakan tentang sepatu sang presiden. Sepatu mahal yang tak ingin saya sebut mereknya tersebut perkiraan saya berkisar 3 jutaan rupiah. *Saya terenyuh melihat sepatu mahal presiden itu, karena tujuannya ke Tasikmalaya menggunakan sepatu mewah itu adalah untuk bagi-bagi sembako dan Kartu-kartuan kepada rakyat miskin. Ironi dan contrasting kemewahan dengan kemiskinan pun terjadi.* Ditambah lagi ingatan saya kembali ke 2014 silam, ketika tag line sederhana menjadi jargon sakti Jokowi dengan baliho harga sepatu 160 ribu rupiah. *Nampaknya mempertahankan kesederhanaan itupun Jokowi gagal, dan setelah jadi presiden menikmati kemewahan seperti sepatu mahal itu, dan dulu sempat juga jaket bomber yang mahal jadi aksesories tuan presiden.* Publik pun (atau jangan-jangan hanya saya) sibuk komentar dan menjadi gila menyaksikan semua itu. *Kegilaan tidak sampai disitu saja. Adalah seorang bocah tengil, perempuan muda tukang contek, seorang plagiator yang ternyata bila melihat rekam jejak digital facebook dan twitternya menunjukkan bocah perempuan tukang contek ini adalah anak dengan kepribadian yang tidak baik. Namun lihatlah betapa bangganya para elit republik ini menjamu si plagiator atau tukang contek itu dan menjadikannya sosok simbolisasi kedamaian Pancasila.* Gila.., gila kalian, plagiator atau tukang contek kalian jamu seperti orang hebat? *Ini penipuan logika, penyesatan kewarasan karena ternyata kalian bangga dengan perbuatan tercela dan hina. Plagiat itu adalah perbuatan hina dan tercela, namun kalian sanjung sang plagiator dengan sanjungan gila tiada ujung.* Sementara kalian lupa dan tidak anggap penting bocah pintar dari Aceh penemu listrik dari pohon Kedondong, atau kalian lupa menyanjung anak - anak lainnya yang berprestasi mengharumkan nama bangsa. Ahh kalian gila tuan...!!! Saya merenung, kenapa kegilaan ini kalian pertontonkan dengan masif bahkan menjadi berita besar di media-media. *Saya jadi menduga-duga dengan sedikit pikiran yang hampir gila, jangan-jangan kalian produksi penulis hoax itu untuk menutupi keluhan rakyat atas harga Listrik yang terus naik, menutupi operasi pemerintah merubah skema subsidi gas elpiji, dan menutupi kenaikan harga-harga yang sudah mulai diluar kemampuan rakyat.* Masih banyak kegilaan lain yang terus diproduksi oleh rejim ini. Kegilaan penegakan hukum menjadi salah satu kegilaan yang belum tampak ujungnya. Lihatlah kasus pornografi atau chat sex salah satu Ulama besar itu. *Barang buktinya saja didapatkan dengan cara ilegal dan tidak sesuai dengan KUHAP. Barang buktinya tidak diketahui dari mana sumbernya, tapi penegak hukum berani-beranian menetapkan sang Ulama jadi tersangka bermodal bukti yang tidak jelas sumbernya.* Ahhh gila ini barang...!! aku jadi ingat memory hand phone ku yang penuh gambar-gambar sexy dari beberapa group whatsapp dan buru-buru kuhapus karena takut ada hantu anonymous yang tidak ketahuan dimana keberadaannya memproduksi barang bukti palsu yang akan membuat aku tambah gila. Entah kapan kegilaan ini akan berakhir. Sesungguhnya kegilaan ini sudah membuat saya makin terasa gila menyaksikan kelakuan rejim ini mengurus negara semaunya. Ekonomi, maaf mungkin ini ekonomi pribadi saja atau mungkin juga ekonomi yang lain sedang terpukul dengan sulitnya mendapatkan penghasilan. *Tapi pajak ugal-ugalan itu merampas sebagian hak saya bagai preman tukang palak pinggir jalan tikungan.* Saya memang tidak punya rekening 1 Milyaran seperti yang tertulis disurat menteri keuangan itu, tapi saya melihat itu perilaku gila memajaki uang yang dicari rakyat dengan susah payah dan kemudian pemerintah tanpa merasa berat hati merasa punya hak atas jerih payah rakyatnya. Gila...!! Ini gila benaran. Lebih gila lagi karena kebijakan itu hanya sebatas kebijakan seorang menteri bukan seorang kepala negara. Bolehkah itu? Bukankah pungutan dari publik itu harus persetujuan DPR? Bukankah seharusnya itu dengan keputusan Presiden? Ahhh.. saya bukan ahli tata negara apalagi ahli ekonomi. Tapi bagi saya ini semua kegilaan. *Sampai kapan kalian akan menyangjung kegilaan ini? Maaf saya hampir gila menulis kegilaan ini, makanya saya tidak ingin tulisan ini lebih panjang lagi, saya takut saya gila benaran karena menulis kegilaan rejim ini.* Jakarta, 11 Juni 2017 Sekarang sedang marak perbincangan seputar opsi apakah Presiden Jokowi mencabut subsidi agar tetap bisa meneruskan pembagunan infrastruktur, ataukah menghentikan pembangunan infrastruktur agar subsidi terhadap rakyat tetap berlangsung dan tidak dicabut. Masalah krusialnya adalah, benarkah pembangunan infrastruktur bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja? Kalau investasi pemerintah Cina melalui China Development Bank (CDB) senilai 3 miliar dolar AS yang jadi rujukan, dari awal sudah mengundang keraguan. Selain resminya berupa utang dari CDB kepada tiga bank BUMN (Mandiri, BRI dan BNI) yang mana masing-masing bank tersebut mendapat menerima pinjaman 1miliar dolar AS, maka investasi yang diproyeksikan untuk pembangunan infrastruktur tersebut sejatinya merupakan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman luar negeri. Bukan investasi murni yang menguntungkan kedua negara. Itu baru sebagian dari kisah. Bagaimana dengan pembangunan infrastruktur dan perumahan? Ternyata pemerintahan Jokowi juga berutang kepada pemerintah Cina, ketika Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) memberikan pinjaman kepada BTN senilai 5 miliar yuan atau kalau dirupiahkan, sebesar Rp 10 triliun. Bayangkan. Melalui pinjaman dari ICBC, pembangunan infrastruktur dan perumahan juga dibiayai melalui utang. Bukan itu saja. ICBC juga memnberikan uang senilai 500 juta dolar AS kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Exim Bank) untuk mendorong perdagangan luar negeri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Lebih celakanya lagi, tujuh BUMN(Wijaya Karya, Adhi Karya, Pelindo I dan II, Angkasa Pura, Bukit Anam, dan Aneka Tambang), juga kecipratan utang pinjaman dari CDB. Jika demikian halnya, kebijakan pencabutan subsidi demi untuk berkesinambungannya pembangunan infrastruktur dan perumahan Indonesia, sama sekali tidak rasional secara ekonomi. http://www.aktual.com/buat-apa-pembangunan-infrastruktur-kalau-mengandalkan-utang-luar-negeri/ SEPINTAR APAPUN MENYEMBUNYIKAN BANGKAI TETEP BAU BUSUK NYA TERCIUM Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM RI menyesalkan pemberitaan salah satu media nasional bahwa pemerintah sudah dan sedang bangun jalan Trans Papua. “Pemerintah bohong besar dalam berita Kompas.com edisi 10 Februari 2017 berjudul ‘Jalan Trans Papua, Menembus Gunung dan Membelah Bukit’. Berita ini cukup mengagetkan kami karena selain judulnya sangat bombastis, juga semuanya seakan benar metamorfosis Papua seperti Jawa dan Sumatera,” kritiknya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 13 Februari 2017. Natalius mengatakan, selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo tak pernah diketahui adanya Rancang Bangun Insfrastruktur Jalan dan Jembatan di Papua 2015-2019. “Kalau ada coba tunjukkan mana dan berapa kilo meter ruas jalan prioritas dan mana ruas jalan strategis untuk konektivitas antarkota/kabupaten, provinsi dan jalan nasional selama 2015-2019? Kami persilakan antar ke Komnas HAM RI, kami menunggu dalam minggu ini untuk menunjukkan validitas dan keakuratan data dan anggaran,” ungkapnya. Ia mengungkapkan hasil pengamatannya selama ini tak ada ruas jalan baru yang dibangun, kecuali hanya satu yaitu Jalan Wamena-Nduga yang dikerjakan oleh TNI. “Hampir semua jalan Trans Papua rusak parah di era pemerintahan Jokowi. Contohnya, jalan Merauke- Boven Digoel. Sebelum Jokowi memimpin, di sana hanya ditempuh sehari jalan darat. Tetapi, sekarang berhari-hari bahkan hampir seminggu lamanya,” kata Pigai. Dalam catatannya, pemerintah hanya baru membangun 231,27 kilometer. “Itupun hanya terlihat Wamena-Nduga.” Lantaran grand design pembangunan infrastruktur Papua belum pernah diumumkan, ia mengaku rakyat bahkan sempat bertanya kepadanya beberapa isu negatif terkait proyek infrastruktur di Papua yang katanya mencapai anggaran triliunan rupiah. “Proyek triliunan rupiah yang dipertanyakan antara lain grand design ruas Jalan Baru di Papua 2015-2019,” ucapnya. Pigai juga mempertanyakan mengapa kontraktor utama yang bekerja di ruas jalan ini belum pernah libatkan putra asli Papua. Semua kontraktor utama adalah pendatang. “Mereka yang mengelola ratusan miliaran rupiah. Semua uang lari keluar Papua. Bukankah kami juga warga negara yang bisa bekerja dengan nilai proyek yang besar? Kami orang asli Papua untuk menjadi sub kontraktor saja susah sekali,” ujarnya. Pigai membeberkan, Markus Bugaleng, pengusaha pertama suku Amungme di Timika bangkrut dan jatuh miskin karena kementerian PUPR tak pernah membayar dan menghargai hasil keringatnya membuka jalan baru sepanjang 10 km ruas jalan Trans Papua yang menghubungkan Timika- Enarotali (Paniai). Menurutnya, Komnas HAM sudah tiga kali berkirim surat ke Menteri PUPR Basuki Hadimulyo. Namun, kata Pigai, tak pernah digubris. Masyarakat Papua, lanjut Pigai, juga mempertanyakan mengapa Kepala Balai Pembangunan Jalan dan Jembatan Papua tak pernah dipimpin oleh putra asli Papua? Selama ini, menurut dia, kepala balai itu selalu dipimpin oleh orang non Papua. Terutama didominasi oleh dua suku saja, yaitu suku dari Sumatera Utara yang Kristen dan Sulawesi Selatan yang Kristen. “Biasanya di Indonesia disindir suku yang suka kolusi dan nepotismenya tinggi. Tolong tanyakan kepada Bapak Presiden Jokowi dan Menteri PUPR, berapa nilai sogokan untuk menjadi Kepala Balai Papua, sehingga putra Papua siap-siap untuk sogok kalau isu itu benar,” sindirnya. Ia juga mengaku heran, mengapa proyek infrastruktur di Papua selalu tersandung kasus korupsi? Baik yang melibatkan kalangan politisi di Senayan, para pejabat di kementerian teknis, seperti dana infrastruktur daerah (PPID) Papua ‘kardus durian’ yang ditangkap KPK. “Hingga hari ini kita menyaksikan KPK membongkar dugaan korupsi jalan Trans Papua di Dinas PU Provinsi Papua,” imbuh Pigai. Presiden Jokowi, kata Pigai, tak pernah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai landasan pembangunan insfrastruktur di Papua. Berbeda dengan pemerintah sebelumnya yang punya grand design infrastruktur Jalan di Papua secara serius. Itu dilakukan oleh pemerintah melalui Inpres Nomor 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Papua. “Bahkan di dalam RPJM 2010-2014, pemerintah secara jelas membangun grand design dalam rangka mengatasi permasalahan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” urainya. Sepanjang tahun 2010-2014, pemerintah pusat membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas di Provinsi Papua. Yaitu 7 ruas jalan strategis dan 4 ruas jalan prioritas, menelan dana sebesar Rp9,78 Triliun. Rinciannya, pembangunan 7 ruas jalan strategis antara lain Nabire, Waghete dan Enarotali (262 km), Jayapura, Wamena dan Mulia (733 km), Timika, Mapurujaya dan Paumako (39,6 km), Serui, Menawi dan Saubeba (499 km). Selanjutnya Jayapura ke Sarmi (364 km), Jayapura, Holtekam batas PNG (53 km), Merauke-Waropko (557 km), dengan total 2.056 km. Sementara sisa 4 ruas jalan prioritas lainnya adalah jalan Provinsi Papua sepanjang 361 km, yang menghubungkan Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura. Sedangkan di provinsi Papua Barat, masing-masing 4 ruas jalan yaitu Sorong-Makbon-Mega sepanjang (88 km), Sorong-Klamono-Ayamaru-Kebar-Manokwari (606,17 km), Manokwari-Maruni -Bintuni (217,15 km), Fak-Fak-Hurimbe, Bomberai (139,24 km). Salah satu moda transportasi yang sangat vital di Papua, kata Pigai adalah moda transportasi udara. Sampai saat ini Papua punya 300 buah lapangan terbang perintis dan hanya dilayani oleh 5 buah pesawat Merpati buatan 1975, namun terhenti pada tahun 2013. Sehingga saat ini tidak lebih dari 5 buah perusahaan swasta yang melayani mobilitas barang dan jasa. “Sebagai komisioner Komnas HAM, mau tanya mana pengembangan insfrastruktur strategis dan prioritas Jokowi 2015-2019 di Papua, mungkin juga di Indonesia? Kami dan rakyat Indonesia mempunyai hak untuk mengetahui (right to know) dijamin UU Nasional,” ujarnya. Lanjut Pigai, “Jangan hanya mengeluarkan sepenggal catatan untuk sekedar pencitraan bahwa Pemerintah metamorfosis Papua dengan konektivitas infrastruktur darat, laut dan udara seperti di Pulau Jawa dan Sumatera. Padahal kenyataannya hingga saat ini 99% Pulau Papua masih daerah tertutup dan daerah terabaikan (blank spot).” [GR / spi] [24/7 09.58] ‪+62 819-4779-1352‬: *Bertemu Raja Salman, Presiden Erdogan Minta Arab Saudi Akhiri Krisis dengan Qatar* Moslemtodaycom : Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bertemu dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz di Jeddah, Saudi, Ahad (23/07/2017). Arab Saudi merupakan negara pertama yang dikunjungi Presiden Erdogan dalam rangkaian kunjungannya ke Negara-negara Teluk untuk membicarakan krisis Qatar. Selengkapnya di : http://www.moslemtoday.com/bertemu-raja-salman-presiden-erdogan-minta-arab-saudi-akhiri-krisis-dengan-qatar/ via @moslemtodaycom [24/7 10.17] ‪+62 812-1212-2716‬: *Proyek Infrastruktur Jokowi Tak Berdampak ke Perekonomian* - http://www.aktual.com/diklaim-proyek-infrastruktur-jokowi-tak-berdampak-ke-perekonomian/ ---------- *KPK HARUS MENYELIDIKI DUGAAN PERMAINAN FEE ATAU KOMISI DARI SETIAP KEBIJAKAN IMPOR DAN HUTANG YANG MEMBEBANI BANGSA KITA. DIDUGA REKENING SEJUMLAH PEJABAT DAN POLITISI MAKIN GENDUT DAN TAMBUN MENAMPUNG FEE ATAU KOMISI DARI SETIAP IMPOR DAN HUTANG.* ---------- Jakarta, Aktual.com – Masifnya pembangunan infrastruktur di era Joko Widodo (Jokowi) ini digadang-gadang bisa menyedot banyak tenaga kerja baru, sehingga berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Namun faktanya, hampir tiga tahun pemerintahan Jokowi, proyek infrastruktur yang dibangun menyiskan banyak masalah. Selain pembiayannya dihenjot dari utang, bahan baku yang digunakan juga ternyata banyak dari impor. Dengan begitu industri dalam negeri pun tak berkembang. “Dari kajian Indef, ternyata pembangunan infrastruktur itu tak berdampak langsung untuk menciptakan lapangan kerja baru. Karena faktanya banyak menggunakan mesin dan bahan baku impor. Klaimnya untuk efisiensi tapi tak terjadi,” kritik Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Jumat (21/7). Apalagi dengan pendanaan infrastruktur yang jangka panjang, maka bahan baku seperti semen dan baja pun dicari yang lebih murah. Akibatnya kondisi tersebut hanya bisa dipenuhi dengan impor. “Akhirnya terjadi inkonsistensi. Bagaimana kita ingin mempercepat pembangunan infrastruktur, tapi di satu sisi lain dampak untuk perekonomian secara nasional itu tak terasa sama sekali,” urai dia. Bahkan yang terjadi, kata dia, dengan pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur malah mengakibatkan terjadinya over supply semen di dalam negeri. “Jadi tidak ada pertumbuhan industri, seperti industri baja dan logam kita, setelah ada proyek infrastruktur. Karena pertumbuhannya (industri tersebut) malah minus,” imbuh Enny. Kondisi kontradiktif tersebut, kata dia, harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Dicari benang merah kesalahan tersebut. “Sehingga seharusnya dengan maraknya proyek infrastruktur bisa menstimulus perekonomian kita,” ucap dia. (Laporan: di Busthomi). *PROYEK INFRASTRUKTUR SIAPA YANG UNTUNG* Oleh: Pradipa Yoedhanegra Angan-angan program presiden jokowi yang ingin membangun infrastruktur secara masif di wilayah indonesia timur dan beberapa daerah lainnya tampaknya tidak akan terealisasi dengan baik akibat kebijakan yang tidak terukur dan tak terarah yang dilakukan oleh tuan presiden akibat perencanaan yang buruk yang dilakukan oleh para pembantunya. Program infrastruktur yang diluar akal sehat keuangan negara ini, pada akhirnya proyek infrastruktur tersebut hanya akan menciptakan masalah baru, yaitu kesenjangan sosial yang lebih besar dan terbuka lebar antara kondisi sosial ekonomi rakyat kecil dan kelas menengah yang ada di negeri ini. Pemerintahan presiden jokowi tidak pernah menjelaskan secara gamblang kepada rakyat banyak *"Bagaimana caranya rakyat yang miskin itu dapat keuntungan dari proyek infrastruktur tersebut"*?? karena belum ada program pemerintah yang bisa dirasakan secara langsung untuk rakyat kecil manfaatnya dari program infrastrukture yang secara besar2an dilakukan oleh pemerintah saat ini ?! Infrastruktur menurut pengertiannya adalah sebuah akses untuk mempermudah rakyat melakukan kegiatan sosial dan ekonomi, "lalu yang menjadi pertanyaan", adalah bagaimana dengan *"akses untuk mempermudah rakyat miskin dalam mendapatkan pendidikan yang murah dan berkwalitas, kesehatan bagi rakyat yang murah dan berkwalitas dan rumah murah bagi rakyat miskin"* agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia saat ini?? Sepertinya Presiden jokowi tidak serius dalam menggarap soal program kesehatan, pendidikan dan perumahan untuk rakyat miskin karena hanya menjadi program wacana dan lelucon politik saat berkampanye kepada rakyat miskin saja, berbeda dengan implementasinya?? Karena tampaknya tuan presiden lebih kelihatan tampak serius dalam menggarap program infrastruktur jalan saja disejumlah daerah. Karena tampaknya saat ini ginie rasio sepertinya sudah melebihi angka dua digit dan terlihat begitu lebar kesenjangan yang terjadi antara masyarakat yang miskin dengan masyarakat kelas menengah dan ekonomi atas. Sepertinya saat ini hampir tidak ada keseimbangan antara kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk kepentingan rakyat miskin dengan keberpihak'kan presiden jokowi kepada para pengusaha maupun konglomerasi yang diuntungkan dari program infrastruktur yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah pusat karena pada akhirnya, *"nasib rakyat miskin hanya jadi komoditas politik tuan presiden sebagai alat pencitraan diri belaka"*. Kesan yang dibuat oleh media pendukung tuan presiden jokowi saat ini seolah-olah ekonomi terlihat maju diatas kertas, tapi hasilnya adalah hanya untuk menciptakan kesenjangan sosial yang luar biasa menganga di dalam masyarakat karena kebijakan pemerintah hari ini yang hanya mengakomodir kepentingan para penguasa dan konglomerasi saja yang waktu itu membantu kampanye presiden jokowi?! Jadi buat apa ekonomi maju kalau hanya menciptakan hal seperti itu karena akan mejadi preseden buruk dimasa mendatang. Mari kita lihat secara jernih siapa saja yang diuntungkan dari Proyek Infrastruktur saat ini dengan akal sehat: *"Yang pertama adalah Investor yaitu Multi Nasional Company"* karena tidak mungkin para investor di proyek infrastruktur mau mengalami kerugian manakala mereka sudah memasukkan modalnya secara besar-besaran pada proyek-proyek tersebut. Yang kedua diuntungkan dalam program infrastruktur adalah *"para pelaku bisnis infrastruktur dan turunannya"* yaitu sepeti pemilik AMP dan Batchingplan serta para kontraktor-kontraktor yang menjadi pemain dibidang infrastruktur seperti Waskita Karya, Wika, Hutama karya, Adhi Karya dan masih banyak lagi selain BUMN dan kontraktor swasta lainnya yang mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut. Yang ketiga adalah para *"LandLord atau Tuan Tanah"* yang tanahnya terkena dampak dari pembangunan proyek infrastrukture yang dilakukan pemerintah seperti *"MEIKARTA"* karena menjadi tinggi harga tanah tersebut ketika kereta api cepat dibangun dan melewati kota tersebut yang sebelumnya mungkin tanah ditempat tersebut tidak ada nilainya dan tidak banyak dilirik oleh orang lain. Yang keempat mendapat keuntungan oleh proyek infrastruktur pemerintah jokowi adalah para *"pengusaha dan kelas menengah lainnya"* yang diefisienkan dalam menjalankan roda bisnisnya karena dapat mempermudah akses bisnis bagi mereka secara langsung dan itu juga bukan rakyat miskin yang diuntungkan. Dan yang kelima akan diuntungkan dalam proyek-proyek infrastuktur saat ini adalah *"para calon-calon investor lainnya"* yang ingin menanamkan investasi di negeri ini dengan cara menjual produk infrastruktur yang sedang dilaksanakan oleh pemerintahan jokowi. Kemudian yang menjadi pertanyaan bagi saya keuntungan untuk rakyat miskin itu dimana tuan presiden?? Sedangkan pembangunan proyek infrastruktur tersebut didanai oleh pinjaman luar negeri dan hutang-hutang tersebut ditanggung secara bersamaan oleh seluruh rakyat indonesia dengan cara pemerintah menaikan pajak secara ugal-ugalan, menarik subsidi bbm dan listrik bagi rakyat miskin. Menangis dalam hati kecil saya jika rezim ini terus menerus mempermainkan nasib rakyat miskin dengan pencitraan membela wong cilik tapi nyatanya menjadi rezim yang sama sekali tidak peduli terhadap orang miskin. Sebagai bahan renungan bagi tuan presiden dan para pembantunya bahwa definisi miskin menurut Badan Pusat Statistik adalah orang yang punya penghasilan kurang dari 370 ribu/bulan/per'orang dibagi 30 hari/bulan yang jumlahnya sudah hampir menembus angka 27, 7 juta jiwa. Dengan angka pendapatan tersebut jelas sudah rakyat miskin bukan penikmat proyek infrastruktur tuan presiden seperti proyek kereta api cepat. Mungkin jika Badan Pusat Statistik mau menaikkan angka definisi miskin di indonesia menjadi 500 ribu/orang/bulan, bisa jadi angka orang miskin meningkat di Indonesia dan angka tersebut bisa mencapai 3x lipat dari data yang ada saat ini menurut data BPS tersebut. Jadi saat ini sudah tidak tepat jika Presiden jokowi dan para pembantunya masih menjadikan rakyat miskin sebagai alat politik untuk tetap mempertahankan kekuasaan karena tidak ada satu pun kebijakan yang bisa langsung mereka rasakan selama hampir tiga tahun kepemimpinan tuan presiden. Wauwlahul Muafiq illa Aqwa Mithoriq, Wassalamualaikum Wr,Wb Jakarta, 28 Juli 2017b http://nasional.kompas.com/read/2016/12/21/15132441/sosiolog.ui.sebut.pembangunan.infrastruktur.era.jokowi.bukan.untuk.rakyat JAKARTA, KOMPAS.com — Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Tomagola mempertanyakan pembangunan infrastruktur besar-besaran pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ia menilai, pembangunan infrastruktur ini cenderung menguntungkan pihak swasta atau pengusaha dan merugikan masyarakat. Thamrin mengatakan, saat ini pemerintah tidak mempunyai uang yang cukup untuk membangun infrastruktur sesuai target yang sudah ditetapkan. Akibatnya, pemerintah terpaksa melibatkan pihak swasta untuk membangun infrastruktur. (Baca: Walhi Sebut Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi Mirip Soeharto) "Kementerian PU hanya punya 25 persen biaya yang disediakan APBN. Lalu 75 persen lagi dari mana?" kata Thamrin dalam diskusi di Jakarta, Rabu (21/12/2016). Jika harus meminjam uang dari luar negeri, lanjut Thamrin, pemerintah harus memikirkan bunganya yang sangat besar. Akhirnya, pemerintah melibatkan swasta untuk membangun infrastruktur, seperti bandara dan PLN. Namun, Thamrin khawatir pelibatan swasta justru akan merugikan masyarakat. Sebab, nantinya infrastruktur yang dibangun tersebut akan dikelola swasta yang diyakini akan lebih mementingkan keuntungan daripada pelayanan kepada publik. "Yang sudah jelas adalah bandara di Medan, akan dikelola swasta. Harga barang-barang yang dijual di bandara naik. Harga tiket juga disesuaikan. Yang kena masyarakat," ucap Thamrin. Thamrin meminta Jokowi segera mengoreksi kebijakan dalam pembangunan Infrastruktur. (Baca: Pinjam 200 Juta Dollar AS, Wapres Ingin Infrastruktur di Tiga Lokasi Wisata Diperbaiki) Harusnya, kata dia, kebijakan pemerintah membangun infrastruktur disesuaikan dengan APBN yang dimiliki. "Kalau tidak, ini artinya pembangunan infrastruktur bukan untuk rakyat, melainkan untuk pengusaha," ucap Thamrin.  Politik Politik Penolakan Dana Haji untuk Infrastruktur, Pengamat: Jokowi Terlanjur Dicap Anti Umat Islam August 3, 2017      (Foto: Ilustrasi/Infrastruktur) NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kontroversi dan penolakan penggunaan dan haji untuk pembangunan dan diinvestasikan ke bidang infrastruktur sebetulnya bukan soal karena terlarang atau berbenturan dengan peraturan undang-undang. Akan tetapi, penolakan itu justru lebih pada soal wacana tersebut datang dari rezim Joko Widodo yang gagal menyediakan dana pembangunan infrastruktur. Demikian pendapat dari peneliti senior Network for South East Asian Studies (NSEAS) Muchtar Effendi Harahap kepada redaksi di Jakarta, Kamis (3/8/2017). Seperti diketahui, pemerintah keteteran menyediakan dana untuk pembangunan infrastruktur yang mencapai angka lebih dari Rp 4.700 triliun. Pasalnya, anggaran pemerintah pusat dan daerah hanya sanggup menanggung sekitar 41,3 persen dari jumlah tersebut. Sedangkan BUM hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 22 persen dari total dana yang dibutuhkan pemerintah. Alhasil, pemerintah harus berpikir keras menyusun skema pembiayaan untuk ambisi Jokowi membangun infrastruktur. “Tetapi karena usulan itu datang dari rezim Jokowi dan gagal menyediakan dana pembangunan infrastruktur,” kata dia. Membangun infrastruktur butuh dana yang tidak sedikit. Melihat postur APBN hingga 2017, alokasi anggaran infrastruktur naik signifikan hingga 123% sebesar Rp 378,3 triliun (18,6%). Dikatakan, dana untuk sedikitnya 225 proyek terdiri dari jalan tol, jalan strategis nasional, kereta api, bandara, pelabuhan, perumahan, waduk sampai bendungan membutuhkan dana sebesar Rp 5.500 triliun dalam waktu 5 tahun. Sekitar Rp 1.500 atau 30% dibiayai APBN. Artinya, setiap tahun negara musti mengalokasikan dana untuk infrastruktur sebesar Rp 300 triliun per tahun. Sisanya, diharapkan dari swasta. Rasio utang sebesar 27% dari PDB. Hari ini, APBN dibebani pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp 221,2 triliun pada tahun 2017. Terjadi kenaikan 15,8% dari target APBNP 2016 sebesar Rp 191,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 40% alokasi belanja non Kementerian/Lembaga. Baca: Pemerintah Berencana Comot Dana Haji, IDM: Riskan dan Harus Ditolak Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi menyebutkan rencana pemerintah menggunakan dana haji sekitar Rp 80 triliun itu merupakan bukti kalau proyek infrastruktur sekitar Rp 5.000 triliun Joko Widodo ternyata tidak menarik investor luar negeri untuk menanamkan modalnya, serta institusi keuangan dan perbankan internasional tidak tertarik untuk membiayai. Sehingga akhirnya yang sasaran dana haji dan dana BPJS untuk biayai pembangunan infrastruktur tersebut. Maka, menurut Muchtar Effendi Harahap, jika wacana penggunaan dana haji ini bukan diprakarasi pemerintah yang telah terlanjur dicap anti umat Islam, niscaya tidak akan ada kegaduhan dan penolakan. “Seandainya presiden baru nanti tidak dianggap anti Islam, mau pakai dana haji lain ceritanya. Saya percaya, sikap penolakan umat Islam tidak akan sekuat dan seluas seperti terhadap Jokowi,” tandasnya. (ed FAKTA DIBALIK CAPAIAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR YANG DIKEBUT SEJAK 2014 Tergelitik hati saya saat pertama kali membaca judul berita di detik.com dengan judul "Dikebut Sejak 2014, Ini Capaian Pembangunan Infrastruktur Jokowi". Dari judul tersebut sangat jelas memberikan kesan kalau sejak tahun 2014 pembangunan infrastruktur begitu cepat dilakukan, kata dikebut menjadi penguat dari isi capaian. Dari data yang tertera terdapat beberapa item pembangunan, mulai dari jalan, jembatan, perumahan dan bendungan. Sekilas saya menangkap kalau isi pemberitaan itu mengarahkan pembaca untuk mengambil kesimpulan bahwa sejak 2014, inilah hasil pembangunan infrastruktur yang telah dibangun. Bahasa dikebut disini menjadi penguat jika upaya yang dilakukan lebih cepat dari biasanya. Untuk memastikan apakah benar isi berita tersebut dengan fakta sebenarnya, maka saya coba mencocokkan dengan informasi lain. Dan inilah hasil dari temuan saya beberapa contoh hasil capaian itu. 1. Jembatan Tayan Ternyata jembatan Tayan yang berada di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat sudah mulai pembangunannya sejak September 2012. Konstruksi jembatan yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 772,9 miliar ini tersambung seluruhnya pada Maret 2016. Artinya, pembangunan jembatan ini tepat waktu, sesuai dengan jadwal peresmian. Jokowi sendiri meresmikan jembatan ini 22 Maret 2016, yang artinya tanpa dikebutkan pembangunan yang dimulai pada era SBY ini juga berjalan sesuai rencana. 2. Jembatan Soekarno Jembatan Soekarno sudah dirancang sejak era Megawati, dan pada 2014 telah selesai penyambungan. Menurut Kepala Divisi Jalan dan Jembatan HK, Suroto Kementerian PU saat itu, ini sudah sesuai target. Namun untuk operasi dibutuhkan uji kelayakan, dan jembatan ini diresmikan Mei 2015. 3. Jembatan Holtekamp Jembatan yang berada di Papua ini telah mulai dirancang sejak tahun 2013, diperlihatkan dari data tentang Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kota Jayapura, dan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah menandatangani memorandum of understanding (MoU) pembangunan jembatan sepanjang 726 meter tersebut di Jakarta, 3 Agustus 2013. Jembatan ini rencananya akan rampung 2018 mendatang. Jembatan dengan panjang total 733 meter ini menghubungkan daerah Hamadi di Distrik Jayapura Selatan yang berada di sisi barat jembatan dan daerah Holtekamp di Distrik Muara Tami di sisi timur jembatan. 4. Bendungan Jatigede Waduk ini mulai digagas pada tahun 1963 dan dimulai pembebasan lahannya pada tahun 1982. Desain pembangunan waduk ini dilakukan di tahun 1988, dan disambung 20 tahun kemudian yaitu proses konstruksi di tahun 2007. Hingga kini proses pembebasan lahan belum tuntas meski proses konstruksi sudah tuntas. Waduk ini tetap ditargetkan sudah bisa diisi air pada November 2014. Dalam proses pembebasan lahan memang lama, alasannya pertama, pengosongan area genangan berupa pengosongan penduduk, pengosongan satwa, dan pemindahan situs. Waduk ini mulai diresmikan tahun 2015. 5. Bendungan Titab Bendungan Titab dibangun sejak 2011-2015 yang menghabiskan anggaran dari APBN sekitar Rp486 miliar ini dimaksudkan untuk mengatasi kekeringan dan penanggulangan banjir terutama di Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng. Bendungan ini diresmikan Minggu (13/12/2015) oleh Megawati. Artinya bendungan ini pembangunannya sudah sesuai dengan jadwal perencanaan. Untuk membangun bendungan ini harus menenggelamkan 6 desa di 2 Kecamatan di Kabupaten Buleleng. 6. Bendungan Nipah Pembebasan lahan untuk bendungan ini telah dimulai pada 1982, tetapi pembangunannya berhenti pada 1993. Pengerjaan waduk dimulai lagi pada 2008 dan diresmikan Maret 2016. 7. Bendungan Rajui Bendungan yang berada di Aceh ini sudah mulai konstruksinya pada tahun 2010, dan ditargetkan dapat selesai pada tahun 2016. Bendungan ini terletak di Desa Masjid Tanjong, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Bendungan yang mulai dibangun pada awal tahun 2011 ini selesai pada tahun 2016, membutuhkan biaya sebesar Rp 110,65 miliar. Dengan luas genangan 33,6 ha, bendungan ini diharapkan mampu menampung air sebanyak 2,67 juta meter kubik untuk mengairi areal persawahan seluas 4.790 ha, sehingga mendukung program swasembada pangan dan juga untuk meningkatkan penyediaan air baku. Artinya bendungan ini dibangun sesuai dengan rencana awal. Dan telah dilihat hasilnya. 8. Bendungan Paya Seunara Bendungan ini mulai dibangun pada 2001, dan hampir selesai pada 2006 namun bendungan tersebut kembali diperbaiki setelah sempat terjadi gempa. Tubuh bendungan Paya Seunara dibangun oleh kontraktor PT Inaco Harapan-PT Inaco Putra Perkasa 9. Trans Papua Sampai dengan Februari 2017, total Jalan Trans-Papua yang sudah berhasil dibangun mencapai 3.851,93 km, di mana jalan baru yang dibangun pada 2016 mencapai 231,27 km. Untuk tahun 2017, pemerintah menargetkan pembangunan 143,35 km jalan baru sehingga total jalan yang akan tembus menjadi 3.995,28 km. Dengan demikian, sisa 334,79 km jalan yang belum tembus diharapakan bisa selesai hingga 2019. Dari data tersebut, jelas sekali kalau jalan Trans Papua tidak sepenuhnya dibangun pada era Jokowi. Pemimpin yang sebelumnya juga telah membangun 3.620,27 km. Dari data yang diatas rasanya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pembangunan tidak dilihat dari kapan diresmikan. Tapi bagaimana kesinambungan terhadap prosesnya. Tidak elok mengklaim sendiri hasil sesuatu tanpa menyampaikan fakta sejarah. Dalam membangun sesuatu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh proses panjang, mulai dari perencanaan, pendanaan, pembebasan lahan dan sebagai nya. Contohnya Pembangunan Waduk Krueng Keureuto di Paya Bakong, Aceh Utara, yang diperkirakan bakal molor. Waduk yang diresmikan Jokowi itu seharusnya selesai tahun 2019. Namun, karena sebagian lahan belum dibebaskan, waduk itu diperkirakan baru siap pada 2021. Dari contoh tersebut jelas sekali bahwa ada kendala dalam tahap awal, terutama untuk pembebasan lahan. Jadi tidak layak menyebut suatu pembangunan dikatakan mangkrak karena terkendala masalah teknis seperti itu. Lihat juga contoh tentang kereta api cepat Jakarta-Bandung. Meski telah satu setengah tahun lebih groundbreakingnya dilakukan dan dihadiri Jokowi, tapi prosesnya belum juga dimulai. Salah satu penyebabnya adalah izin, pembebasan lahan dan dana. Semoga kita para pembaca dapat mencerna dengan baik setiap informasi yang masuk. Jangan sampai menelan bulat-bulat, apalagi ada skenario dengan menuding pihak lain tidak melakukan apa-apa. Sumber: http://www.kompasiana.com/sdadgyuyy/5983dceb8e63fc078a3713c2/fakta-dibalik-capaian-pembangunan-infrastruktur-yang-dikebut-sejak-2014 Natalius Pigai: Pemerintah Jokowi Bohong Besar Soal Insfrastruktur Jalan Di Papua NUSANTARA  SENIN, 13 FEBRUARI 2017 , 07:39:00 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK Natalius Pigai/Net RMOL. Tokoh masyarakat Papua yang saat ini menjabat Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Natalius Pigai mengku kaget dengan berita tentang keberhasilan insfrastruktur jalan dan jembatan di Papua dengan judul "Jalan Trans Papua, Menembus Gunung dan Membela Bukit". Berita tersebut terbit di Kompas edisi 10 Februari 2017. "Saya cukup kaget, karena selain judulnya sangat bombastis, juga seakan-akan semuanya adalah benar," ungkap Natalius, Senin (13/2). Untuk memberi gambaran yang jelas, Natalius ingin menyampaikan bahwa selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, dia tidak pernah mengetahui rancang bangun insfrastruktur jalan dan jembatan di Papua 2015-2019. "Coba tunjukkan mana, dan berapa kilo meter ruas jalan perioritas, dan mana ruas jalan strategis untuk konektivitas antar kota/kabupaten, provinsi dan jalan nasional selama 2015-2019?" tantang Natalius. "Saya persilakan antar ke Komnas HAM RI, saya menunggu dalam minggu ini untuk menujukkan validitas dan keakuratan data dan anggaran," tambahnya lagi. Sejauh yang ia amati, tidak ada ruas jalan baru yang dibangun kecuali hanya satu, yaitu Jalan Wamena-Nduga yang dibangun oleh TNI. Hampir semua jalan trans Papua rusak parah di zaman Pemerintahan Jokowi. Jalan Merauke -Boven Digul sebelum Jokowi memimpin hanya ditempu sehari jalan darat, sekarang berhari-hari atau bahkan hampir seminggu. "Dalam catatan kami pemerintah hanya baru membangun 231,27 kilometer, itupun hanya terlihat Wamena-Nduga," tukas Natalius. [rus] Politik Infrastruktur (1) Politik Infrastruktur, Strategi Cina dalam Skema OBOR Penulis Eddy Junaidi - 28 Agustus 2017017  Ilustrasi: Pembangunan tiang onlangs jembatan di kawasan Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh (28/1). ANTARA FOTO/Ampelsa/Rei/mes/15. Nusantara.news – Di saat kondisi ekonomi seperti saat ini, kurang patut jika pemerintah memaksakan dana infrastruktur mencapai Rp 409 triliun (tahun 2018). Pada tahun ini mencapai Rp 387 triliun atau 19 persen dari APBN 2017. Padahal urgensi (keadaan yang mendesak) lebih terhadap dana pendidikan, karena sekolah masih banyak yang roboh. Di sektor kesehatan, BPJS belum mampu memberi pelayanan dengan baik karena masih merugi. Di sektor sosial, masih banyak masyarakat tergolong miskin membutuhkan bantuan sosial.  Jadi, membangun Indonesia masih lebih prioritas bidang pertanian, kelautan, dan desa dibanding kebutuhan infrastruktur. Hal ini juga sejalan dengan janji “Nawacita” untuk membangun dari pinggiran. Ambisi Presiden Joko Widodo terhadap pembangunan infrastruktur ibarat orang “sakaw”, karena terlalu berlebihan. Soeharto pada pertengahan 1990-an demi swasembada beras pernah memaksakan APBN sebagian besar untuk pertanian, tapi jelas dirasakan oleh rakyat Indonesia yang 65% hidup dari pertanian kala itu. Infrastruktur Untuk Siapa? Pemerintah menganggap infrastruktur mendorong pertumbuhan ekonomi karena merupakan belanja produktif. Lalu, subsidi malah dihilangkan padahal di negara berkembang ini adalah wujud dari kesejahteraan, kenapa?  Dapat terlihat bahwa di tahun 2017 Pemerintah sangat ambisius membangun infrastruktur dengan sumber dari utang, karena di tahun ini kewajiban utang mencapai Rp 390 triliun, dan di tahun 2018 kewajiban utang mencapai Rp 420 triliun, sehingga Pemerintah tidak dapat melakukan ekspansi utang. Selain itu, pemerintahan Joko Widodo sejak tahun 2014 hingga saat ini sudah membukukan utang senilai Rp 1.100 triliun, dan mengganggu keseimbangan defisit primer (sudah membayar sebagian bunga utang deng udah membayar sebagian bunga utang dengan utang baru) sehingga ratio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 2,9 persen dan terhadap APBN sebesar 29,2 persen (tahun 2017). Sementara dari sisi fiskal, kita mengetahui bahwa pajak tidak pernah tercapai sejak tahun 2014 (pencapaian 93,2%), tahun 2015 (pencapaian 85,6%), tahun 2016 (pencapaian 84%), dan diyakini pada tahun 2017 juga tidak akan tercapai. Lalu, berikutnya ada apa dengan serapan anggaran, karena di akhir tahun 2016 ada Rp 250 triliun dana yang tidak terserap di seluruh Pemda, Pemprov, dan Pemkot se-Indonesia? Hingga Juni 2017 jumlahnya mencapai Rp 229 triliun. Patut diduga, ada faktor kesengajaan pada masing-masing daerah, karena tenggat waktu pembayaran terdapat selisih bunga, semacam bentuk korupsi yang sepertinya didiamkan oleh Pemerintah Pusat. Bank Pembangunan Asia memperkirakan bahwa ASEAN membutuhkan dana infrastruktur 2016-2030 sekitar USD 1,5 triliun. Sementara Indonesia diperkirakan pada tahun 2017-2022 membutuhkan sekitar USD 500 miliar. Jumlah belanja infrastruktur Thailand, Malaysia, dan Indonesia saat ini masih rata-rata sekitar 2-2,5 persen dari PDB, kalah dengan Vietnam yang mencapai 5,7 persen dari PDB. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyertakan kurun waktu 2015-2019 Indonesia membutuhkan dana infrastruktur sbesar Rp 4.796 triliun, sementara pemerintah hanya sanggup sebesar Rp 1.289 triliun (27%) saja. Memang miris jika melihat masih banyak masyarakat desa menggunakan jembatan gantung yang kurang layak dan membahayakan bagi anak-anak sekolah. Sementara, pemerintah bicara dan berambisi tentang mega proyek pembangunan infrastruktur. Sungguh sebuah ironi pembangunan di Indonesia. Cina sengaja memberi Utang, tidak bisa bayar Indonesia dikuasai Peneliti Jepang Masako Kuranishi dari Universitas Tsurumi mengatakan, Indonesia harus hati-hati bekerja sama dengan Cina, khususnya dalam berutang. Zimbabwe, Angola (Afrika), Srilanka, dan Pakistan (Asia), contoh buruk perilaku Cina, dengan skema Turnkey Project Peneliti Jepang Masako Kuranishi dari Universitas Tsurumi mengatakan, Indonesia harus hati-hati bekerja sama dengan Cina, khususnya dalam berutang. Zimbabwe, Angola (Afrika), Srilanka, dan Pakistan (Asia), contoh buruk perilaku Cina, dengan skema Turnkey Project. Dengan proyek kereta api cepat senilai Rp 70 triliun dan pembangunan Kota Meikarta senilai Rp 287 triliun, tentu secara teritorial merupakan bagian dari skema One Belt One Road (OBOR). Di Pakistan, Gwadar Port dibangun bersama Cina dengan investasi sebesar USD 46 miliar, dengan proyek Cina – Pakistan Economic Corridor. Lalu, Laos membangun rel kereta api sepanjang 260 mil dengan tenaga kerja dari Cina. Politik infrastruktur adalah keinginan Cina karena melambatnya ekonomi domestik dan kelebihan kapasitas berbagai produk, seperti baja, semen, mesin-mesin, dan buruh-buruh kasar. Presiden Cina, Xi Jin-ping harus menemukan pasar baru di negara miskin dan berkembang. CEO Global Infrastructure Hub, Chris Heathcote menyatakan bahwa lembaganya bentukan G-20 tahun 2014 yang bertujuan menumbuhkan proyek infrastruktur berkualitas dan dapat diakses dengan berbagai pembiayaan di seluruh dunia. Chris mengaku bahwa Indonesia mempunyai infrastruktur kerja di masa lalu (khususnya pertanian), namun pembangunan infrastruktur masih dibutuhkan. Sebaiknya nantinya 4 persen dari PDB, khususnya listrik dan jalan tol untuk konektivitas antar wilayah Indonesia yang sangat luas dengan prinsip user pay basis (berbayar). Saat ini anggaran infrastruktur baru 2,5 persen dari PDB atau 19 persen dari APBN  Tersebar 11 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan 4 KEK pariwisata yang ditunjang dengan kebijakan bebas visa untuk 169 negara. Adapun 11 KEK manufaktur adalah: Arun Lhokseumawe Aceh, Sei Mangkei Tanjung Api-api, Maloy Batuta Trans Kalimantan, Bitung, Palu, Sorong. Dan 4 KEK pariwisata, yaitu: Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Mandalika, dan Morotai. Diharapkan proyek-proyek ini mampu mengurangi ketimpangan antar wilayah. Pemerintah harus berhati-hati terhadap pinjaman dari Cina Pemerintah harus berhati-hati terhadap pinjaman dari Cina, karena dari beberapa negara yang terlibat skema OBOR, seperti Srilanka, Pakistan, dan Laos sudah bermasalah dengan Cina, yakni tidak dapat membayar utang karena infrastruktur adalah proyek negara. Secara komersial infrastruktur belum dapat dijadikan proyek komersial dengan user pay basis, karena pengembalian modal begitu panjang. Dengan skema Turnkey Project, seringkali buruh kasar yang dibawa Cina berbenturan dengan warga lokal. Isu toleransi dan intoleransi menjadi masalah dalam investasi Cina.  Wujud Nawacita poin 3 adalah membangun dari pinggiran dengan memperkuat desa dalam kerangka negara kesatuan. Pemerintah mendorong Proyek Strategis Nasional melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dan juga mendorong ekonomi ke semua wilayah dengan skema KEK, diprioritaskan di luar Pulau Jawa. Proyek-proyek PSN dipayungi dengan Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, menyangkut 245 proyek, 1 program kelistrikan 35.000 MW, dan industri pesawat terbang jangka menengah. PSN bertujuan memiliki peran strategis untuk perekonomian, kesejahteraan rakyat, pertahanan dan kedaulatan nasional, serta pemerataan ekonomi masyarakat. Kebijakan Pemerataan Ekonomi agar masyarakat memiliki 3 akses, yaitu: akses lahan, akses kesempatan dan akses kepada tenaga kerja yang menuntut kapasitas SDM. Dengan anggaran dalam APBN tahun 2018, pembangunan infrastruktur Rp 409 triliun jelas sangat ambisius, dan terjebak pada skema OBOR Cina. Jelas saat ini bukan prioritas dengan anggaran sebesar yang telah disebutkan. Rasio anggaran 4 persen dari PDB jelas menjebak karena ketersediaan dana pada APBN sama sekali tidak mendukung. Postur APBN tahun 2018 anggaran penerimaan negara sebesar Rp 1.878,4 triliun berasal dari 86 persen sektor pajak, Sumber Daya Alam (SDA) migas sebesar Rp 77,2 triliun (4%), SDA non migas sebesar Rp 22,1 triliun (1%), dan defisit Rp 326 triliun. SDA karena 85 persen sudah dimiliki SDA karena 85 persen sudah dimiliki asing, negara hanya menerima royalti dan bagi hasil, sehingga penerimaan relatif kecil. Cicilan utang dan pemba yaran bunga utang yang besar karena negara sudah dililit utang. Jadi, membangun infrastruktur dengan utang, jelas tidak tepat untuk saat ini karena efek dari pembangunan infrastruktur untuk jangka menengah dan panjang. Di saat sektor riil terpuruk, yang diperlukan adalah iklim yang kondusif, dan perbankan melonggarkan kembali sektor kredit agar dunia usaha giat, dan pembangunan menggeliat, tidak tergantung pemerintah, dan daya beli masyarakat kembali menguat

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda