Rabu, 26 September 2018

KEGAGALAN JOKOWI DI BIDANG PERTANIAN DAN SWASEMBADA PANGAN


Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Tim Studi NSEAS)

Polemik publik dan kelembagaan negara terkait issu kebijakan jutaan impor beras telah melibatkan Kementerian Pertanian. Keterlibatan Kementerian ini karena dalam kebijakan apalagi  impor beras, harus mendapatkan setidaknya rekomendasi atau persetujuan Kementerian ini. Di lain pihak, Kementerian Pertanian harus bertanggungjawab memproduksi beras nasional agar bisa swasembada dan tidak bergantung pada produksi luar negeri.

Polemik terkait issu kebijakan impor beras hanyalah refleksi dari kiprah  Pemerintahan Jokowi-JK di bidang pertanian. Karena, bagaimanapun, Kementerian Pertanian merupakan institusi negara dipimpin seorang Menteri sebagai pembantu dan bertanggungjawab terhadap Presiden Jokowi. Semua pujian dan kritik terhadap kiprah Kementerian Pertanian, hal itu berarti pujian dan kritik terhadap kiprah Jokowi di bidang pertanian.

Dalam realitas obyektif era Jokowi, kebijakan dan pembangunan di bidang pertanian tidak luput dari di samping sanjungan, juga kecaman dan kritik. Khusus kritik, beberapa di antaranya mencuat di publik baik via medsos maupun media massa, yakni:

1. Jokowi semakin yakin swasembada pangan dan kedaulatan pangan akan dicapai dalam kurun waktu,  diperkirakan 4-5 tahun. Jokowi mengaku tidak akan segan-segan memecat Menteri Pertanian Amran Sulaiman jika gagal mencapai target swasembada pangan. Terapi, sudah 4 memasuki 5 tahun Jokowi menjadi Presiden RI, faktanya ? Target capaian  masih belum terealisir alias  dlm keinginan ! Masih belum mencapai target diharapkan. Amran Sulaiman masih tetap Menteri Pertanian. Jokowi omdo !

2.Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai, selama ini Kementerian Pertanian memberikan data  tidak akurat terkait stok ketersediaan beras. Di lain pihak, Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyebut data mengenai produksi beras nasional dimiliki BPS dan Kementerian Pertanian saling berbeda signifikan.

3. Ketergantungan impor beras sejauh ini, berbanding terbalik dengan target swasembada pangan dicanangkan Jokowi.
Sepanjang era Jokowi, tercatat Pemerintah telah melakukan impor beras senilai USD1,17 miliar atau Rp15,58 triliun yang setara dengan 2,74 ton beras (Juli 2017). Pd 2018 ini Rezim Jokowi  tiga kali menerbitkan izin impor beras kepada Bulog. Pertama, 500 ribu ton; kedua 500 ribu; ketiga, 1 juta ton. Total beras impor  masuk ke Indonesia 2018 ini  mencapai 2 juta ton. Impor beras bukan berhenti, malah tambah banyak.

4. Anggaran kedaulatan pangan melonjak 53,2 % dari Rp 63,7 triliun pd  2014 mencapai Rp 103,1 triliun pd APBN 2017. Namun, tingginya alokasi anggaran tsb ternyata belum optimal dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Adapun anggaran senilai ratusan miliar rupiah paling banyak dialokasikan untuk peningkatan produksi dan produktivitas pangan.

Kinerja Jokowi di bidang pertanian, dapat dievaluasi buruk atau baik, berhasil atau gagal, dari standar kriteria berdasarkan janji kampanye lisan Pilpres 2014, janji dlm dokumen NAWACITA, rencana kerja dlm RPJMN 2015-2019, dan Renstra dll. Kriteria standar sebagaimana seharusnya terealisir dibandingkan dgn apa sesungguhnya terealisir oleh Rezim Jokowi. Seberapa lebar kesenjangan antara seharusnya dan apa terealisir merupakan dasar penentuan kinerja Jokowi di bidang pertanian baik atau buruk, berhasil atau gagal. Berdasarkan kerangka berpikir ini, Tim Studi NSEAS mengajukan hanya sebagian standar  kriteria evaluasi kinerja Jokowi di bidang pertanian. Tentu saja semakin banyak standar kriteria bisa digunakan maka semakin memperkuat kesimpulan diambil.

Beberapa standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi dimaksud adalah:

Pertama, di bidang pertanian, ada pembangunan bertujuan agar tercipta " swasembada pangan".
Makna  swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar. Jokowi berjanji,  takkan impor pangan dan akan mewujudkan swasembada pangan dan lepas ketergantungan dari jeratan impor. Tetapi, faktanya, sudah 4 tahun berkuasa, Jokowi masih gagal menciptakan swasembada pangan. Masih berlangsung   ketergantungan impor
29 komoditas pertanian dari beragam negara seperti:  beras dan beras khusus,  jagung, .kedelai, biji gandum,  tepung trigu, gula pasir, gula tebu, daging lembu, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, kentang, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, tembakau, singkong, dan  telor unggas, mentega, minyak goreng, bawang putih, lada, dan  kentang.

Kedua,  perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di 3  juta Ha sawah.  Utk luas  irigasi di atas 3.000 Ha, pembangunan jaringan irigasi menjadi kewenangan KemenPUPR. Luas  irigasi 1.000-3.000 Ha, pembangunan jaringan irigasi menjadi  kewenangan Pemprov dan di bawah 1.000 Ha kewenangan  Pemkab/Pemkot. Bagaimana realisasi rencana perbaikan dan pembangunan  jaringan irigasi yg dicanangkan Jokowi?
Dirjen SDA KemenPUPR Imam Santoso sebutkan (28/5/17), realisasi pembangunan irigasi Kemen PUPR  43,91 % dari target. Masih jauh dari capaian kinerja. Progres Pemprov 7,05 %  dan Pemkot/Pemkab 8,55 %. Juga Jokowi masih gagal meraih target.Bila dihitung dari target total 1 juta Ha,  baru tercapai 28,04 %. Kinerja Jokowi sangat buruk urusan irigasi ini. Utk memperbaiki jaringan irigasi rusak, dari target 3 juta Ha, menjadi tanggung jawab KemenPUPR 1,3 juta Ha dan telah selesai direhab 961 ribu Ha (70,14 %).
Rehabilitasi Pemprov, Kab, Kota, rehabilitasi baru  136 ribu Ha atau sekitar 8 %. Intinya, atas standar kriteria ini kinerja Jokowi buruk dan masih gagal meraih target di bidang pertanian.

Ketiga, pembangunan 1 (satu)  juta Ha lahan sawah baru di luar pulau Jawa. Info realisasi rencana kerja ini masih gelap. Belum ada data resmi Pemerintah, sudah  seberapa luas realisasi target tercapai.

Keempat, Pendirian Bank Petani dan UMKM. Janji ini sama sekali dingkari Jokowi. Tak satupun  terbentuk lembaga ini hingga 4 tahun Jokowi duduki jabatan Presiden RI.

Kelima,  penyediaan gudang dgn fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi. Pemerintah masih belum memberikan data akurat sejak 4 tahun, seberapa unit gudang sudah terbangun. Hingga kini data realisasi masih gelap.

Keenam, Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga    petani dengan indeks harga dibayar petani dinyatakan dalam persentase. NTP merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani.
Jokowi berencana, akan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP). Faktanya? Menurut Ekonom   Faisal Basri,  kesejahteraan petani terus mengalami penurunan. NTP mencerminkan daya beli  petani turun dalam 3 tahun era Jokowi;  dari 102,87 (2014) menjadi 101,60  (2016). Selama 3 tahun Jokowi berkuasa, petani semakin tidak sejahtera, khususnya petani pangan (Kompas.com, 26/9/2017). Diperkirakan, 4 tahun era Jokowi tidak ada peningkatan kesejahteraan petani.

Apa yang dapat Kita simpulkan dari uraian pembahasan singkat di atas, yaitu setelah 4 tahun berkuasa, Rezim Jokowi gagal di bidang pertanian dan juga gagal mencapai swasembada pangan. Padahal, Jokowi gembor2 awal kekuasaannya,  swasembada pangan akan tercapai 4-5  tahun ini. Faktanya? Gagal !

Pengalaman kegagalan Jokowi di bidang pertanian dan swasembada pangan  ini, tentu bisa mengundang  pertanyaan ikutan: Masih layakkah Jokowi lanjut sebagai Presiden RI pasca Pilpres 2019?


DATA:
Jakarta, CNBC Indonesia - Impor sejumlah komoditas pangan di Indonesia mencatatkan pertumbuhan sepanjang Januari-September 2018 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan impor komoditas pangan ini mengindikasikan bahwa memang Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan sendiri, baik itu untuk kebutuhan industri maupun konsumsi.

Berikut daftar impor komoditas pangan yang mengalami kenaikan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik:


Baca:Bulog Buka-bukaan Alasan Harga Beras Sulit Kembali Turun



Beras
Impor beras naik signifikan menjadi 2,01 juta ton dibandingkan sebelumnya hanya 198.560 ton.
Kenaikan drastis ini tentu karena penugasan impor beras yang diberikan pemerintah kepada Bulog.

Impor Pangan Makin Deras Banjiri IndonesiaFoto: Beras di gudang Bulog (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)



Gula
Kenaikan impor pangan juga ada pada komoditas gula tebu sebesar 9,7% atau dari 3,08 juta ton menjadi 3,38 juta ton.
Sebagai informasi, impor gula tebu dalam bentuk raw sugar tidak hanya diolah menjadi gula konsumsi, namun juga gula kristal rafinasi (GKR) untuk keperluan industri makanan dan minuman (mamin).

Impor Pangan Makin Deras Banjiri IndonesiaFoto: Ilustrasi gula (Detik.com)


Daging Lembu
Komoditas pangan selanjutnya yang mengalami kenaikan impor adalah daging jenis lembu, termasuk di dalamnya daging sapi dan kerbau.
Sepanjang Januari-September 2018, impornya secara kumulatif telah mencapai 140.268 ton, naik 17,81% dari sebelumnya 119.061 ton.

Impor Pangan Makin Deras Banjiri IndonesiaFoto: Ilustrasi daging (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)


Garam
Impor garam juga mengalami kenaikan 22,34% atau dari 1,79 juta ton menjadi 2,19 juta ton.
Perlu diketahui, impor garam utamanya dibutuhkan untuk keperluan industri, mulai dari industri mamin, farmasi, hingga kimia. Kualitas garam lokal yang belum mencukupi standar industri menjadi alasan impor garam terus meningkat dari tahun ke tahun.

Impor Pangan Makin Deras Banjiri IndonesiaFoto: Petani garam (CNBC Indonesia/ Donald)


Kakao
Impor kakao tercatat 190.308 ton atau naik 16,80% dari sebelumnya 162.924 ton.

Mentega
Komoditas mentega mengalami kenaikan impor sekitar 2.000 ton atau dari 15.501 ton menjadi 17.244 ton.

Tepung Terigu
Sementara itu, tepung terigu mencatatkan kenaikan hingga sekitar 30% dari 36.157 ton menjadi 47.350 ton.

Teh
Sepanjang Januari-September 2018, impor teh tercatat 11.054 ton atau naik sekitar 3% menjadi 10.702 ton.

Kopi
Impor kopi mengalami kenaikan signifikan hingga 524% atau dari 11.810 ton menjadi 73.756 ton.

Cengkeh
Komoditas cengkeh mengalami kenaikan impor 6,49% dari 12.455 ton menjadi 13.264 ton.



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda