Rabu, 30 November 2016

AHOK DIMATA PUBLIK, PENISTA ISLAM DAN CAGUB TERKALAHKAN

I. PENGANTAR: Selama ini Ahok dimata lembaga negara seperti DPRD, BPK, Kemendagri dan KemenPAN & RB, berkinerja sangat buruk dan rapor merah. Ahok dimata para tokoh nasional: arogan, busuk dan dajal. Lalu, apa Ahok dimata publik? Penista Islam dan Cagub Terkalahkan! Inilah data, fakta dan angka bahwa Ahok Penista Islam dan Cagub Terkalahkan dimata publik. II. AHOK PENISTA ISLAM: Labeling Ahok Penista Islam dimata publik bermula sejak Ahok ngoceh soal ayat Al Maidah 51 di depan publik, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI. Ocehan Ahok ini dilakukan dalam acara resmi dinas Pemprov DKI. Ummat Islam khususnya di DKI kencang protes ngocehan Ahok ini baik di medsos, media massa maupun forum2 publik. Ahok dinilai publik telah menista agama Islam. Tekanan publik pun dilakukan kepada Mabes Polri agar Ahok ditangkap dan dipenjarakan. Issue penolakan Ahok sebagai Gubernur DKI krn dia Kafir selama hampir 2 tahun berubah menjadi issue "Tangkap dan Adili Ahok karena nista Islam". Aksi demo pertama dilakukan di Depan Kantor Sementara Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakpus. Sebelumnya, aksi demo issue tolak Gubernur Kafir dilakukan di Monas diorganisir HTI dgn jumlah massa aksi sekitar 20 ribu orang. Mereka menolak" memilih Gubernur Kafir, Ahok. Selanjutnya, aksi sekitar 50 ribu ummat Islam di Masjid Istiqlal, diorganisir FPI. Sejumlah tokoh Islam national juga hadir. Kembali bahas aksi di Bareskrim Mabes Polri, tuntutan aksi yakni agar Ahok ditangkap dan diadili. Beberapa tokoh nasional ikut orasi al. Habib Rizieq, dll. Setelah aksi ini, Polri tidak merespon tuntutan ummat Islam tersebut, kemudian lanjut ummat Islam lanjut aksi demo dgn jumlah dahsat: sekitar 2, 3 juta orang. Aksi spektakuler ini ambil tempat sepanjang Jl. Sudirman dan Istana Merdeka. Mereka tetap menuntut Ahok ditangkap dan diadili. Aksi massa sebagian hingga malam hari. Terjadi bentrok massa dan pasukan polisi yg menembakkan gas air mata terhadap kerumunan massa. Ada dua truk polusi terbakar terpisah dari lokasi kerumunan massa aksi. Hinga kini tak diketahui siapa membakar truk polisi tsb. Segera setelah aksi demo bela Islam II ini, Bateskrim Mabes Polri adakan Gelar Perkara Ahok Nista Islam. Hasilnya diputuskan Ahok sebagai Tersangka dan dilarang ke luar negeri. Polri tidak masukkan Ahok ke dalam penjara atau ditahan. Sebagian ummat Islam anti Ahok senang dgn keputusan Polri, tetapi kebanyakan masih menuntut agar Ahok dipenjarakan sebagaimana para Tersangka nista Agama selama ini di Indonesia. Setiap Tersangka penista Agama dipenjarakan. Massa ummat Islam masih belum bisa menerima Ahok tidak dipenjarakan. Issue berikutnya adakah penegakan hukum dan Keadilan. Ummat menilai, Pemerintah tidak adil krn Ahok tidak dipenjarakan sementara penista Agama lainnya dipenjarakan. Ketidakpuasan ummat Islam kemudian mendorong diadakan aksi demo bela Islam 2 Desember (212). Diperkirakan, massa akan hadir lebih sedikit ketimbang aksi 4 Nopember (411). Aksi demo inipun disepakati dgn Polri dari jam 8 pagi hingga 13.00. Itupun dalam bentuk berzikir da. Sholat Jumat. Ada dugaan, berubahnya rencana aksi demo ini akan diikuti dgn dipenjarakannya Ahok oleh Polri. Namun, tetap saja ummat menuntut si Penista Islam ini harus dipenjarakan. Saat tulisan ini dibuat, belum dilaksanakan aksi bela Islam III ini. III. CAGUB TERKALAHKAN Ahok dimata publik dapat dilihat pada berbagai hasil survei opini publik ttg Pilkada DKI. Kualitas Ahok sebagai Cagub DKI ternyata terus menurun setiap bukan dimata publik. Bahkan, pada hasil survei Nopember Ahok sudah Terkalahkan oleh Cagub pesaingnya. Rendahnya ektabilitas Ahok dapat dilihat pada beberapa hasil survei berikut ini. Pertama, Survei LKPI 25 Oktober-3 November 2016 memperlihatkan pasangan Ahok-Djarot didukung 24,6 persen responden. Bahkan Ahok sudah Terkalahkan atau meraih terendah. Sedangkan tertinggi diraih Agus diikuti Anies. Kedua, 18 Nopember LSI konferensi pers hasil survei. Sangat spektakuler angka elektabilitas Ahok setelah jadi Tersangka. LSI punya perkiraan jauh lebih maju, hanya 10-11 persen ! Itu Ahok masih status Tersangka. Kalau Ahok dipenjarakan, berapa lagi angka Elektabilitas Ahok? Data LSI ini menunjukkan, sekitar 30 persen pemilih non Islam tidak pilih Ahok. Ketiga, Lembaga Indikator Politik Indonesia mengumumkan hasil survei Pilgub DKI 2017. Cagub akan dipilih jika dilaksanakan pemilihan saat ini, Agus mendapat angka 22,3 persen, Ahok 19,4 pesen dan Anies Baswedan 17,4 persen. AHOK TERKALAHKAN oleh Agus. Meski elektabilitas Ahok disebut 19,4 namun margin of error 3,6 persen, bisa jadi elektabilitas Ahok hanya sekitar 15 persen. Keempat, Poltracking Indonesia survei 7-17 November 2016, Publik akan memilih Pasangan Agus 19,16 persen, disusul Ahok 15,92 persen dan Anies 14,34 persen. Ahok kembali Terkalahkan oleh Agus. Dukungan Ahok turun signifikan dari 40,77 persen ke 15,92 persen Kelima, Lembaga survei pro Ahok dan selalu membesarkan Ahok, bahkan diduga sudah menjadi Konsultan Politik Ahok. Lembaga survei bahkan mengakui Ahok dikalahkan Agus meski selisihnya sangat sedikit. Sekalipun lembaga ini diketahui pendukung Ahok, sudah tidak berani lagi menyebutkan Ahok unggul dan teratas. Terdapat juga lembaga survei lain menilai Ahok terendah, sedang tertinggi Anies diikuti Agus. Menarik sekali, publik tidak lagi tertipu dgn upaya pencitraan Ahok selama ini melalui media TV nasional dan media cetak. Akhirnya, Tim Studi NSEAS berbasis data kuantitatif dan teoritisasi prilaku pemilih khusus DKI,memperkirakan pada Januari 2017 Tersangka Ahok sudah di 15 persen. Dimata publik Ahok sudah sebagai Terkalahkan. Opini publik ini menjadi kendala berat bagi Ahok untuk memulihkan dirinya dengan elektabilitas tertinggi dibandingkan dua pesaingnya, Agus dan Anies. Bayangkan jika Mabes Polri sungguh2 memenjarakan Ahok, apa Ahok dimata publik. Tentu, kian Terkalahkan. Bisa jadi, elektabikitas Ahok Terpenjara tinggal antara 5-7 persen sesuai jumlah pemilih primordialisme Ahok. Oleh Tim Studi NSEAS, Edisi 30 Nopember.2016.

Sabtu, 19 November 2016

AHOK SECARA SUBSTANSI TANPA "VISI" DAN AKAN INKAR JANJI

Visi Pemprov DKI dapat dimaknakan sebagai "pernyataan" tentang tujuan Pemprov DKI diekspresikan dalam produk dan pelayanan ditawarkan, kebutuhan dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat dilayani, nilai-nilai diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Visi efektif harus memiliki karakteristik al: 1. Dapat dibayangkan; 2. Menarik; 3. Realitas dan dapat dicapai; 4. Fokus atau jelas; 5. Aspiratif dan responsif; dan, 6. Mudah dipahami. Bukti-bukti prilaku politik dan kebijakan Ahok anti rakyat miskin DKI Jakarta selama ini dapat menjadi alasan mengapa "Visi" atau janji kampanye Pilkada DKI 2017 Ahok takkan ditepati atau akan "ingkar janji". Visi Pasangan Ahok-Djarot tawarkan dlm Pilkada sesungguhnya tidak rasional. Mengapa? Karena Visi Ahok bertentangan atau berbeda dengan sejarah (ahistoris) sosial budaya dan ekonomi rakyat DKI. Visi Ahok tidak realitas dan tidak dapat dicapai krn selama Ahok jadi Gubernur DKI tidak melaksanakan kegiatan sesuai substansi Visi tsb. Penyusun Visi Ahok sungguh gagal paham merumuskan sebuah Visi. Visi Ahok tergolong "ahistoris", sangat mungkin tidak mampu dilaksanakan. Artinya, Visi dirumuskan bukan hasil kajian historis. Dari rumusan Visi Ahok terlihat jelas upaya penipuan terhadap publik semata untuk meraih suara pemilih. Apa Visi Pasangan Ahok-Djarot Pilkada 2017 ? Yaitu "Jakarta sebagai etalase Indonesia yang modern,tertata rapi, manusiawi, dan fokus pada pembangunan manusia seutuhnya dengan kepemimpinan yang bersih, transparan, dan profesional". Visi sebagai janji kampanye Ahok memiliki konsep kunci yakni "pembangunan manusia seutuhnya" . Ahok-Djarot pernah jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. Karena itu, sangat mudah untuk menilai apakah janji ini akan sungguh2 ditepati atau mampu dilaksanakan secara konsekuen. Penilaian atas janji Ahok-Djarot dgn Konsep kunci "Pembangunan Manusia Seutuhnya" ini menjadi obyektif jika ditelusuri sejarah mereka berkuasa di DKI, apakah mereka berprestasi atau gagal melakukan pembangunan manusia seutuhnya? Inilah data, fakta dan angka utk menjawab pertanyaan ini. Selama ini Ahok sebagai Gubernur DKI gagal urus pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, pertumbuhan ekonomi dan realisasi anggaran daerah. Ahok juga gagal mencapai target Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Penghargaan Adipura.  Untuk menilai kegagalan Ahok dengan indikator IPM ini, bisa digunakan “Target Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta”. Target ini tertuang di dalam Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017.   Tujuan RPJMD untuk menjadi acuan dasar pemecahan permasalahan daerah. RPJMD ini berfungsi sebagai pedoman penyusunan RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD serta dokumen perencanaan pembangunan DKI lain.   Indikator IPM dapat dijadikan standar penilaian keberhasilan Ahok urus pemerintahan DKI. IPM merupakan salah satu ukuran keberhasilan pencapaian pembangunan dalam konteks kesejahteraan rakyat DKI. IPM dibentuk atas tiga komponen: umur panjang dan hidup sehat (digambarkan oleh Angka harapan hidup saat lahir/AHH), pengetahuan (diukur melalui rata-rata lama sekolah/RLS dan harapan lama sekolah/HLS) serta standar hidup layak (dari pengeluaran perkapita).  Pada era sebelum Ahok sejak 2007 hingga 2010, IPM DKI meningkat terus dari 76,59 (2007) menjadi 77,03 (2008), 77,36 (2009) dan 77,60 (2010). Selanjutnya 77,97 (2011) dan 78,33 (2012) dan 78,59 (2013).   Target IPM DKI di era Ahok, yakni 78,55  (2014), 78,80 (2015), 79,10 (2016), 79,60 (2017). Kondisi kinerja pada akhir periode RPJMD yakni 79,60.  Sebagaimana ditunjukkan, target IPM era Ahok tahun 2014 adalah 78,55. Data, fakta dan angka menunjukkan Ahok hanya mampu mencapai IPM 78, 39. Masih di bawah target. IPM DKI 2015 hingga tulisan ini dibuat, BPS belum menerbitkan. Ada dugaan, data IPM DKI kian jauh dari target 2015, yakni 78,80. Laporan Pertanggungjawab Ahok disampaikan ke DPRD DKI tahun 2016, tidak terdapat data IPM 2015. Ahok "memanipulasi" data 2014 dijadikan datapertanggungjawaban indikator IPM untuk tahun 2015. Memalukan! Kegagalan Ahok mencapai target IPM ini juga diikuti dengan kegagalan meraih Penghargaan “Adipura”, lambang prestasi kebersihan dan kenyamanan kota. Sebelumnya, Kota Jakarta tidak pernah gagal meraih Penghargaan Adipura selama 10 tahun terakhir, termasuk era Gubernur Fauzi Bowo (Foke).    Indikator sosial ekonomi era Ahok menunjukkan telah gagal urus pemerintahan dan rakyat DKI. Kembali ke Janji Kampanye Ahok dalam Visinya " Pembangunan Manusia Seutuhnya" sangat mungkin diingkari. Mengapa? Selama berkuasa sbg Gubernur, terdapat kebijakan2 Ahok anti rakyat dan menghamba pada "klas atas" dan "pemilik kapital cino". Kelakuan historis dan empiris membuktikan Ahok anti rakyat antara lain: Ahok suka gusur paksa rakyat miskin; Ahok suka gusur paksa dan kejar2 bagaikan hewan pedangang kaki lima hingga di kawasan kompleks permukiman; Ahok membiarkan rakyat nelayan mengalami kekurangan daerah tangkap ikan krn reklamasi. Ahok tidak perduli atas kondisi menurunnya kualitas hidup rakyat tergusur, pedagang kaki lima tergusur dan rakyat nelayan berdampak negatif akibat reklamasi. Bukti-bukti prilaku kebijakan Ahok anti rakyat kebanyakan miskin ini tentu dapat dijadikan alasan mengapa Visi atau janji kampanye Pilkada Ahok takkan ditepati atau akan ingkar janji. Visi yang ditawarkan tidak rasional karena bertentangan dengan sejarah sosial budaya dan ekonomi rakyat DKI di bawah era Ahok. Penyusun Visi ini sungguh gagal paham utk merumuskan sebuah Visi. Visi Ahok tergolong "ahistoris", sangat mungkin tidak mampu dilaksanakan. Artinya, Visi dirumuskan bukan hasil kajian historis. Dari rumusan Visi Ahok terlihat jelas upaya penipuan terhadap publik semata untuk meraih suara pemilih. Dari visi Ahok hasil gagal paham apa itu visi, tentu saja dalam perebutan pengaruh terhadap pemilih dlm Pilkada DKI 2017, pasangan Ahok-Djarot secara substansi tanpa Visi. Hal ini tentu berkonsekuensi negatif terhadap perumusan "Misi" dan "Program Kerja "2017-2022 sebagai janji2 kampanye Pilkada. Oleh: TIM studi NSEAS, Muchtar Effendi Harahap.

Senin, 14 November 2016

MEMPERKIRAKAN KEPUTUSAN GELAR PERKARA BARESKRIM MABES POLRI TENTANG AHOK NISTA ISLAM

MEMPERKIRAKAN KEPUTUSAN GELAR PERKARA BARESKRIM MABES POLRI TENTANG AHOK NISTA ISLAM Oleh MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Dewan Pendiri NSEAS) I. PENGANTAR "Perhimpunan Gerakan Keadilan" meminta saya sebagai salah seorang Narasumber diskusi dengan Thema: "Perkiraan Arah Gelar Perkara Ahok", Resto PEMPEKITA,Jl. Tebet Timur Dalam Raya,No.43. Pasar PSpt, Jakarta, Senin, 14 November 2016. Sesuai dengan Thema diskusi, saya tidak mepunyai kompetensi utk bicara aspek legalitas formal dan materi hukum atas rencana gelar perkara Ahok nista Islam ini. Saya mencoba melihat dari sisi "politik kekuasaan" atas perkara hukum ini. Diberitakan Selasa, 14 September 2016, Bareskrim Mabes Polri akan menggelar perkara Ahok nista Islam. Menurut seorang pakar hukum pidana, ada tiga kemungkinan hasil gelar perkara ini Pertama, Status Ahok dinaikkan dari tahap Lidik ke tahap Sidik. Artinya, status Ahok berubah menjadi "tersangka". Kedua, status perkara Ahok dihentikan karena Lidik tidak menemukan dua bukti permulaan sampai ada bukti di masa depan. Ahok bebas terbatas. Ketiga, status perkara Ahok dinaikkan ke tahap Sidik, tapi segera diterbitkan SP3 karena dua bukti permulaan tak cukup. Ahok bebas penuh. Pertanyaan dari segi politik, yakni apa sikap kelompok penentang dan anti Ahok atas gelar perkara ini, khususnya keputusan yang akan diambil. Diasumsikan, Bareskrim Mabes Polri mempunyai hanya dua pilihan. Pertama, Ahok bebas dari keputusan sebagai Tersangka. Kedua. Ahok menjadi Tersangka. II. GAMBARAN UMUM AKSI DEMO Pada 4 Nopember lalu telah terjadi gelombang aksi demo yang spektakuler dan belum pernah terjadi sepanjang sejarah RI. Diberitakan melalui medsos, "Indopress" mencoba untuk menghitung berapa sebenarnya estimasi jumlah pengunjuk rasa yang memenuhi ruas-ruas jalan di kawasan ring satu itu. Dengan menggunakan aplikasi google earth, maka kami menghitung panjang jalan dan lebar ruas jalan dipenuhi massa aksi. Hasilnya? Diperkirakan jumlah ummat aksi demo imencapai angka 2.245.200 orang !!! Gelombang aksi demo dominan Ummat Islam menuntut Ahok diadili karena menista Islam. Kini pada posisi Wapres JK berjanji akan menyelesaikan secara hukum 2 minggu ini. Apa yang dijanjikan JK memang terbukti, direncanakan Selasa 15 Nopember ini, dilaksanakan gelar perkara oleh Bareskrim Mabes Polri. Di publik muncul prediksi kemungkinan Ahok menjadi "tersangka" atau " bebas" dari tersangka. Perbincangan kemungkinan ini bahkan sudah pada issue adanya kekuatan pendukung Ahok berusaha utk membangun opini publik via mensos dan media massa bahwa Ahok tidak salah atau tidak nista Islam. Buni Yani dikambinghitamkan lakukan editing video pidato Ahok sehingga ummat Islam demo. Diajukan pernyataan2 yg menyederhanakan sebab akibat (kausalitas) utk membangun kesan Ahok tak salah. Perbincangan di publik membuat Kami mengklasifikasikan tiga pandangan dan kepentingan. III. PANDANGAN PERTAMA Kelompok pandangan pertama umumnya kelompok Islam Politik terbatas hanya mempermasalahkan prilaku menista Ahok terhadap Islam saat Ahok berpidato di depan publik, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Mereka berkepentingan, Ahok harus dihukum karena menista Islam. Kerangka pemikiran mereka ini dominan berdasarkan kepercayaan atas Quran. Jika Ahok dihukum, mereka sudah puas dan kembali keadaan seperti semula. Jumlah mereka sangat banyak bahkan meluas level nasional. Jika kepentingan mereka ini terpenuhi, maka "Balon menjadi menyempis." Gambaran kelompok pertama ini adalah sebagian besar pendemo di DKI dan puluhan Kota seluruh Indonesia pada 4 Nopember lalu. IV. PANDANGAN KEDUA Kelompok pandangan Kedua ini adalah mereka yang juga kritik dan kecam Ahok nista Islam, tetapi tergolong pendukung Asbak/Abah (Asal Bukan Ahok), bisa pendukung pasangan Agus bisa juga Anies. Mereka menghendaki Ahok menjadi "tersangka" sehingga ngak bisa menjadi Cagub DKI. Kelompok pandangan kedua ini umumnya berdomisili di DKI Jakarta dan hanya sebagian kecil dari jumlah kelompok pertama. Sejak awal 2015 lalu Ahok dikritisi dan dikecam mereka sebagai rakyat DKI. Sebagai contoh kelompok KOBAR, AMJU, kelompok2 Islam politik, Forum RT/RW, dan kelompok2 masyarakat madani lain di DKI secara sabar terus mengkritisi dan beroposisi dalam berbagai bentuk kegiatan: tulisan, lisan, diskusi publik, woro woro, opini publik, aksi demo, dll. Bagi kelompok pandangan kedua ini, kalau Ahok tersangka, maka terpenuhi cita2 mereka untuk meruntuhkan kekuasaan Ahok dalam pemerintahan DKI dan memutus hubungan kepentingan yang selama ini harmonis antara kelompok bisnis pengembang cina dengan kekuasaan negara di DKI. Kelompok kedua ini berada dalam perspektif perebutan kekuasaan melalui Pilkada DKI Februari 2017 mendatang. V. PANDANGAN KETIGA Kelompok ketiga, semakin lebih sedikit jumlahnya dan cenderung klas menengah dan atas, yakni menghendaki Ahok tidak menjadi Tersangka. Mereka berharap, jika Ahok bebas maka ummat Islam akan semakin kecewa terhadap Rezim Jokowi sehingga gelombang aksi demo akan muncul dan lebih membesar dan meluas di seantero ini ketimbang demo 411 (4 Nopember). Jika Bareskrim Mabes Polri memutuskan Ahok tidak bersalah, maka aksi2 demo lebih membesar dan meluas yang menjadikan sasaran bukan semata Ahok, tetapi meningkat pada Jokowi-Jk. Issue Jokowi-Jk sebagai pelindung atau pembela penista Islam akan terpublikasi baik lewat medsos maupun media massa atau forum2 publik dan aksi demo besar2an meluas dan membangun kesadaran baru dan bersinergi dengan kelompok pandangan pertama dan kedua, bahwa kekuasaan Jokowi-JK harus dilawan dan ditumbangkan. Tentu saja dalam kelompok aksi ditumbangkan kekuasaan rezim Jokowi. Aksi2 demo lanjutan menjadi people power, akan syarat kerusuhan sosial, kemudian meruntuhkan kekuasaan rezim Jokowi. Setelah kekuasaan Jokowi runtuh krn people power, kekuatan TNI dan kaum oposisi sipil akan bersatu dan sinerjik penataan kembali struktur politik ekonomi Ind. Tentu, Kembali Ke UUD 1945 salah satu diambil dan pemilikan dominan cino2 atas sumberdaya Indonesia dirombak untuk kepentingan kaum pribumi. Bisa jadi, ikuti strategi Penguasa Pribumi Malaysia membantu kaum pribumi. Jadi, soal apakah Ahok jadi tersangka atau tidak, bisa saja posisi penilai atau pembentuk opini di kelompok ketiga tanpa mengabaikan kepentingan kelompok pertama dan kedua. Jika kepentingan kelompok ketiga terpenuhi, tentu Ahok dipenjarakan atau melarikan diri sehingga memenuhi kepentingan kelompok pertama dan kedua. Polemik di publik ttg terdakwa atau bebas Ahok menjadi issue panggung perebutan kekuasaan dan menjadi menarik. Bagi Kelompok Ketiga bisa jadi setiap detik berdoa agar Ahok diputuskan Polri tidak bersalah sehingga "BALON" kian kencang dan meledak dlm istilah populer sekarang REVOLUSI, bukan lagi Reformasi. *NSEAS: Network for South East Asian Studies.

Minggu, 13 November 2016

AKSI UMMAT ISLAM 212 BANTU TERSANGKA AHOK MENUJU ANGKA ELEKTABILITAS 15 PERSEN (EDISI 28 NOP.2016)

I.PENGANTAR: Aksi bela Islam III di Jakarta akan dilaksanakan 2 Desember 2016. Aksi ini kelanjutan dari perjuangan ummat Islam menuntut "Ahok Dipenjarakan dan Diadili". Kini status Ahok Tersangka, tetapi tidak dipenjarakan. Aksi Bela Islam III umumnya istilah 212 menuntut Pemerintah, khususnya Mabes Polri, menangkap atau memenjarakan Ahok, tidak cukup hanya status Tersangka. Sebelumnya, aksi bela Islam II (411) telah dilaksanakan di Jakarta, dihadiri sekitar 2,5 juta orang. Aksi bela Islam II ini juga diikuti ratusan ribu ummat Islam di puluhan kota luar Jakarta. Pada umumnya sebagian besar ummat Islam ikut aksi demo semata-mata memprotes Ahok lakukan nista Islam. Aksi bela Islam II menghasilkan keputusan Mabes Polri tentang status Ahok Tersangka. Aksi bela Islam III juga masih dalam keragka tuntutan "Ahok Dipenjarakan dan Diadili". Apakah aksi bela Islam III akan menghasilkan keputusan Mabes Polri memenjarakan Ahok? Pertanyaan ini masih sulit dijawab karena memang sulit diperkirakan apa akan terjadi. Apalagi aksi demo tidak menimbulkan kerusuhan sosial (social unrest) atau konflik terbuka, sangat mungkin Ahok tetap tidak dipenjarakan. Kami mencoba memahami aksi-aksi bela Islam I, II dan III ini dalam kaitannya dengan penurunan elektabilitas Ahok. Tentu saja membawa pengaruh terhadap penurunan elektabilitas Ahok. Masalahnya, seberapa besar pengaruh aksi bela Islam III, (212), bantu menurunkan elektabilitas Tersangka Ahok? Terdapat empat lembaga survei Nopember ini memberikan beragam angka elektabilitas Ahok. Namun, angka itu pada dasarnya berada antara 10-22 persen. Tim Studi NSEAS memperkirakan elektabilitas Tersangka Ahok sekarang sekitar 20 persen. Aksi 212 bantu Tersangka Ahok menuju angka elektabilitas 15 persen atau terus mempengaruhi "downgrade" atau pengerusan elektabilitas Ahok menuju 15 persen. Intinya, kehadiran ummat Islam ikut aksi 212 bantu turunkan elektabilitas Tersangka Ahok menjadi 15 persen pada Desember. II.TERSANGKA AHOK: Bareskrim Mabes Polri telah memutuskan Ahok sebagai Tersangka akibat dia nista Islam. Tersangka Ahok juga dicekal atau tidak boleh ke luar negeri. Publik anti Ahok umumnya senang, tapi sebagian masih belum puas, menuntut Ahok harus dipenjarakan. Status Ahok sebagai Tersangka harus diikuti dengan Ahok ditahan. Tersangka Ahok jelas mempengaruhi persepsi publik semakin percaya Ahok telah melanggar hukum pidana dan menurunkan jumlah ummat Islam mendukung Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta. Tersangka Ahok Bagaimanapun juga setelah keputusan Bareskrim mempersempit peluang Ahok untuk menang dalam Pilkada DKI layaknya melihat ruang kegelapan yakni kecenderungan menurunnya elektabilitas Ahok dari bulan ke bulan. Hasil survei berbagai lembaga, rata2 menurun 5 persen per bulan. Maknanya, kian hari pendukung Ahok berkurang, tidak tambah. Kalau LSI terakhir bilang 24 persen, bermakna tinggal 9 persen lagi umat Islam dukung Ahok. Di lain fihak, terdapat berita terbaru tentang elektabilitas Tersangka Ahok bahkan terjun bebas paling rendah. Ada empat lembaga survei Nopember ini menunjukkan popularitas dan elektabilitas pasangan Ahok-Djarot terus menurun.Sedangkan, pasangan Agus-Sylviana dan Anies-Sandiaga Uno merangkak naik. Pertama. Survei LKPI dilakukan 25 Oktober-3 November 2016 memperlihatkan pasangan Ahok-Djarot didukung 24,6 persen responden. Bahkan Ahok sudah nomor paling rendah, tertinggi Agus diikuti Anies. Kedua, pada 18 Nopember LSI konferensi pers hasil survei. Sangat spektakuler angka elektabilitas Ahok setelah jadi TERSANGKA. LSI punya perkiraan jauh lebih maju, hanya 10-11 persen ! Itu Ahok masih status Tersangka. Kalau Ahok dipenjarakan, berapa lagi angka Elektabilitas Ahok? Data LSI ini menunjukkan, sekitar 30 persen pemilih non Islam tidak pilih Ahok. Ketiga, Lembaga Indikator Politik Indonesia mengumumkan survei terbarunya soal Pilgub DKI 2017. Cagub akan dipilih jika dilaksanakan pemilihan saat ini adalah Agus Harimurti Yuhdoyono mendapat angka 22,3 persen, Ahok 19,4 pesen dan Anies Baswedan 17,4 persen. Survei ini dilaksanakan pada 15-22 November 2016. Survei ini mengambil 798 sample dari 800 responden direncanakan. Dengan metode multistage random sampling dan tingkat margin of error sebesar lebih kurang 3,6 persen.Meski elektabilitas Ahok disebut 19,4 namun margin of error 3,6 persen, bisa jadi elektabilitas Ahok hanya sekitar 15 persen. Keempat, Poltracking Indonesia melakukan survei 7-17 November 2016, metode Multistage Random Sampling, 1200 responden, Margin of Error 2,8 persen. . Publik akan memilih Pasangan Agus 19,16 persen, disusul Ahok 15,92 persen dan Anies 14,34 persen. .Tidak tahu dan tidak jawab 49,10 persen . Dukungan kepada Ahok mengalami tren turun signifikan dari 40,77 persen ke 15,92 persen. Tim Studi NSEAS berbasis data kuantitatif dan teoritisasi prilaku pemilih khusus DKI,memperkirakan pada Januari 2017 Tersangka Ahok sudah di 15 persen. Jadi,secara historis dan empiris tidak ada data, fakta dan angka suara Ahok nambah bahkan sekalipun secara resmi telah didukung empat parpol. Mengapa? Karena Ahok bersaing bukan dengan Pasangan pesaing Agus atau Anies, atau Parpol2 pendukung Agus atau Anies. Sejak awal 2015 lalu Ahok dikritisi dan dikecam rakyat DKI. Sebagai contoh kelompok KOBAR,Tangkap Ahok, kelompok2 Islam politik, Forum RT/RW, AMJU, AMJAS, AMJTIM, AKBAR, WAG PN1, RAR dll. dengan sabar terus mengkritisi dan beroposisi baik via tulisan, lisan dan opini publik maupun aksi demo. III. AHOK BERSAING DENGAN RAKYAT DKI: Dinamika perebutan kekuasaan Pilkada DKI kali ini sangat berbeda dgn pilkada umumnya di Indonesia. Pasangan Cagub dilawan dan diusir oleh rakyat, bukan kelompok pendukung atau tim relawan pasangan pesaing. Belakangan ini sejak kasus Ahok nista Islam, semakin intens rakyat tolak kehadiran Ahok di kelurahan baik kuantitatif maupun kualitatif. Bahkan, Djarot kader PDIP sbg wakil Ahok terkena pengusiran oleh rakyat DKI meski bukan pelaku nista Islam. Walau Ahok sudah Tersangka, dikawal puluhan polisi bahkan lengkap senjata, rakyat tetap tolak kehadiran Ahok. Terakhir, kasus terdapat pd salah satu kelurahan di Jaktim. Sejumlah warga demo terbuka tolak kehadiran Ahok di Kelurahan mereka. Alasannya tetap Ahok nisya Islam. Peta politik pilkada dki jadi unik, Ahok bersaing dengan rakyat DKI. Lalu, apa peran pasangan pesaing Ahok? Seberapa besar pengaruh pesaing Ahok thdp merosotnya elektabilitas Ahok? Pertanyaan2 ini sungguh tak perlu dicari jawab kecuali utk kepentingan akademis. Yg penting Ahok gagal dan kalau bisa dipenjarakan krn korupsi nya yg begitu dahsyat merugikan negara dan abuse of power beliau selama jadi Gubernur. Kini ada wacana Parpol pendukung buta Ahok akan mencabut dukungan terhadap Ahok. Umumnya dilontarkan oleh elite parpol bersangkutan. Namun, ada juga berita bahwa semua parpol pendukung Ahok tidak akan berubah, tetap bertahan dukung Ahok. Secara regulasi memang Parpol pendukung buta Ahok tidak boleh mencabut dukungan resmi. Hal ini sudah di dalam Pasal 6, ayat (5) dan ayat (6), PKPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan. Secara politik memang bisa saja elite parpol membangun opini publik, telah tidak dukung Ahok, tetapi secara legalitas atau resmi tidak bisa. Kepercayaan bahwa Ahok sangat mungkin kalah ini dan segmen pemilih mereka tidak patuh pada kebijakan parpol, mau tidak mau elite parpol mendiamkan diri, tidak bekerja promosikan Ahok atau mengesankan ke publik telah meninggalkan Ahok sebagai Cagub. Namun, konstituen atau segmen pemilih parpol pendukung buta Ahok justru ikut mengalihkan dukungan atau suara mereka terhadap ASBAK, pasangan asal bukan Ahok. Status Tersangka Ahok mempercepat proses penurunan atau downgrade elektabilitas Ahok. Semakin kencang pembangunan persepsi negara memutuskan Ahok "bersalah" dan melanggar hukum. Hanya figur yang sungguh2 bersentuhan di hati rakyat masih bisa didukung rakyat sekalipun berstatus Tersangka. Persepsi negatif publik tentang Tersangka Ahok hingga saat pemungutan suara Februari 2017, sangat mungkin terus berlangsung seiring rakyat DKI anti Ahok mempermasalahkan mengapa Tersangka Ahok tidak dipenjarakan di medsos, media massa atau forum2 publik di DKI. IV. KEGIATAN LAYAK DILAKUKAN: Pertanyaan lanjut dan strategis perlu dijawab: utk terus mendowngrade atau menurunkan angka elektabilitas Ahok hingga 15 persen, bentuk kegiatan apa yg bisa dan layak dilakukan? Angka elektabilitas 15 persen sesuai angka basis sosiologisnya, yakni 15 persen non muslim ? Bagaimanapun, sangat mungkin, Ahok menuju angka elektabilitas 15 persen. Bahkan berdasarkan "pengelompokan suku/etnis/ras", dan diasumsikan prilaku pemilih Ahok krn kesamaan suku/etnis/ras (primordialisme), maka angka 15 persen ini bisa bahkan terjun bebas menjadi sekitar "10 persen". Kelompok pemilih Ahok atas dasar primordialisme suku/etnis/ras Cina hanya 5,53 persen ditambah sebagian suku Batak, Manado, Ambon, Irian, dan NTT, sebanyak 4 persen. Suatu sumber data sekunder sajikan gambaran penduduk DKI atas dasar suku/etnis sbb: Jawa (35,16%), Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Cina (5,53%), Batak (3,61%), Minang (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis, Aceh, Madura dll. Sebuah lembaga survei Nopember ini menemukan bahwa semua responden Cina mendukung Pasangan Ahok-Djarot. Ada satu soal mungkin muncul dalam pikiran kita. Andai Ahok tetap didorong maju, berarti akan digunakan segala cara untuk menang? Artinya. Mereka masih meyakini ada 'cara' untuk menang. Kesulitan mereka gunakan segala cara adalah mereka bukan berhadapan dgn Parpol2 pesaing yang tak berdaya, tetapi SBY group dan rakyat DKI. Ahok group akan gunakan segala cara tentu mendapatkan perlawanan dari SBY group yang justru lebih punya pengalaman atau unjuk kerja dlm memenangkan pertarungan perolehan suara dua kali bahkan level nasional. Jika Ahok group lakukan kecurangan di tingkat KPUD, tentu ada cara untuk atasi sepanjang SBY mau gunakan metode iptek. Salah satu cara gunakan metode iptek berbasis aplikasi perangkat lunak komputer dgn menempatkan satu atau dua orang personil pencatat hasil perhitungan di setiap TPS, kemudian langsung kirim data ke pusat pemantauan atau pengendalian di satu lembaga, kemudian langsung dipublikasi lebih cepat ketimbang metode quikcount. Sehinga lembaga survey yg gunakan quikcount curang dukung Ahok, tidak effektif krn didahului oleh metode iptek dimaksud. Memang biaya dibutuhkan sekitar 30 miliyar Rp. krn metode pengumpulan data berbasis sensus, bukan sampling. Artinya, di semua TPS dimobilisir personil pemantau. Jika Tersangka Ahok tetap saja memenangkan perolehan suara di KPUD, bagaimanapun, akan terjadi perlawanan dan protes rakyat DKI, bisa jadi menjurus pada kerusuhan sosial (social unrest) dan pada gilirannya keruntuhan kekuasaan Rezim Jokowi. Tersangka Ahok pernah sesumbar menyatakan, lebih baik masuk penjara ketimbang mundur sebagai Cagub. Seyogyanya para pendukung buta Ahok terus memperjuangkan agar Ahok masuk penjara sehingga bisa berdalih, Tersangka Ahok kalah di putaran pertama karena ditekan ummat Islam dan dikriminalisasi. Lalu, bisa tutupi ketidakmampuan Tim Sukses dan para Parpol pendukung buta Ahok mempengaruhi pemilih bahkan konstituen mereka memberikan suara kepada Tersangka Ahok. Oleh Tim Studi NSEAS (Network for South East Asian Studies).

Sabtu, 12 November 2016

KEKALAHAN AHOK SANGAT MUNGKIN, PARPOL PENDUKUNG AHOK MULAI BERPIKIR LOMPAT PAGAR TETANGGA ?

Awal Nopember ini mulai muncul pikiran elite parpol pendukung buta Ahok utk menarik dukungan. Ada juga pemimpin parpol pendukung mulai mengakui semakin berat Ahok menang dlm Pilkada DKI. Tentu beragam alasan disaksikan, terutama karena kelakuan Ahok nista Islam. Umumnya mereka mengklaim, turunnya dukungan rakyat DKI ke Ahok karena Ahok nista Islam, bukan karena memang Ahok sejak 2015 ditolak rakyat DKI. Bagi Tim Studi NSEAS, walaupun tidak lakukan nista Islam, tetap utk menang Ahok semakin berat. Sebagai argumentasi rasional dapat diajukan, dari bulan ke bulan tingkat elektabilitas Ahok menurut lembaga2 survei baik bayaran maupun tidak, terus turun rata2 5 persen per bulan. Yg membuat elektabilitas Ahok terus merosot sungguh bukan semata karena keberadaan atau upaya pasangan pesaing Agus dan Anis. Jauh sebelumnya keberadaan pasangan pesaing Ahok, April 2015, telah muncul oposisi rakyat DKI terhadap Ahok. Ada beberapa kelompok oposisi rakyat DKI thdp Ahok. Pertama, kelompok rakyat DKI menilai Ahok tak layak karena tutur kata dan ucapan2nya. Kedua, karena kebijakan publik Ahok tak memihak rakyat, tapi memihak pemilik modal seperti kebijakan penggusuran, reklamasi dan konsolidasi proyek konstruksi. Ketiga, krn Ahok sesungguhnya gagal sebagai Gubernur urus pemerintahan dan rakyat DKI. Bukti kegagakan itu al. Jumlah pinggir kian banyak, jumlah rakyat miskin kuan banyak, kesenjangan kaya miskin kuan melebar, dll. Tidak ada satupun urusan pemerintahan yg Ahok bisa tunjukkan data, fakta dan angka sebagai keberhasilan. Terakhir, kelompok oposisi yang tidak mau dipimpin Ahok sebagai manusia kafir. Dari bulan ke bulan oposisi thdp Ahok terus membesar dan meluas. Di mana2 rakyat DKI menolak secara terbuka kehadiran atau kunjungan Ahok. Elektabilitas Ahok terus merosot terutama sejak Juni 2016, rata2 5 persen perbulan. Walau PDIP telah dukung Ahok, tetap saja elektabilitas Ahok turun. Kehadiran parpol2 pendukung Ahok ternyata tidak mampu naikkan bahkan pertahankan ekektabilitas Ahok. Walau sudah resmi 4 parpol pengusung Ahok, tokh... elektabilitas Ahok tetap merosot dari waktu ke waktu. Bahkan, LSI Deny JA tunjukan data elektabilitas Ahok pd Oktober 31 persen, awal Nopember terjun bebas menjadi sekitar 24 persen. Jika dipertimbangkan margin error Ahok sekitar 5 persen, dlm kondisi aktual oposisi rakyat DKI terus membesar terutama sejak kasus nista Islam, maka elektabilitas Ahok hari ini sudah disekitar 20 persen. Apa yang mau diharapkan pendukung buta Ahok terhadap Ahok dengan elektabilitas 20 persen? Angka 20 persen saat tiga bulan lagi pemungutan suara, secara matematis sangat tidak mungkin Ahok menang. Kalau dalam realitas, Ahok bisa menang oleh keputusan KPUD, sangat mungkin kelompok pendukung buta Ahok telah lakukan kecurangan !!! Bagi Tim Studi NSEAS, kasus nista Islam memang punya pengaruh mempercepat kemerosotan ekektabilitas Ahok; sekitar 6 persen merosot dari Oktober ke awal Nopember. Menjadi terus terjun bebas ekektabilitas Ahok, jika nanti jadi Tersangka. Tetapi, tanpa Ahok nista Islam dan tanpa diputuskan Bareskrim Mabes Polri sbg Tersangka, tetap saja sangat tidak mungkin Ahok menang. Kasus nista Islam memang bantu percepatan terjun bebas elektabilitas Ahok. Kini parpol2 pendukung buta Ahok mulai ancang2 mundur dukung Ahok. Sungguh bukan krn Ahok nista Islam, tapi semata karena mereka sudah memiliKi pemahaman bahwa Ahok sangat mungkin kalah di putaran pertama bahkan. Motip kekuasaan semata parpol2 pendukung buta Ahok mungkin telah mendorong mulai berpikir " lompat pagar tetangga", atau gantikan Ahok oleh kader PDIP sekelas Risma atau Ganjar (Jateng) meskipun secara regulasi ada masalah, tetapi bisa gunakan diskresi Jokowi buat Perpu.Tim Studi NSEAS, Muchtar Effendi Harahap (Kord).

Minggu, 06 November 2016

TIGA PANDANGAN DAN KEPENTINGAN AHOK TERSANGKA ATAU TIDAKj

Gelombang aksi demo menuntut Ahok diadili karena menista Islam kini pada posisi Wapres JK berjanji akan menyelesaikan secara hukum 2 minggu ini. Di publik muncul prediksi kemungkinan Ahok menjadi "tersangka" atau " bebas" dari tersangka. Perbincangan kemungkinan ini bahkan sudah pd issue adanya kekuatan pendukung Ahok berusaha utk membangun opini publik via medsos dan media massa bahwa Ahok tidak salah atau tidak nista Islam. Buni Yani dikambinghitamkan lakukan editing video pidato Ahok sehingga ummat Islam demo. Diajukan pernyataan2 yg menyederhanakan sebab akibat (kausalitas) utk membangun kesan Ahok tak salah. Perbincangan di publik membuat Kami mengklasifikasikan tiga pandangan dan kepentingan. Pertama, umumnya kelompok2 Islam Politik yg hanya mempermasalahkan prilaku menista Ahok. Mereka berkepentingan, Ahok harus dihukum krn menista Islam. Kerangka pemikiran mereka ini dominan berdasarkan kepercayaan atas Quran. Jika Ahok dihukum, mereka sudah puas dan kembali keadaan seperti semula. Jumlah mereka sangat banyak bahkan meluas level nasional. Jika kepentingan mereka ini terpenuhi, maka "BALON menjadi mengempis." Pandangan Kedua, mereka pendukung Asbak/Abah, menghendaki Ahok jadi "tersangka" sehingga ngak bisa jadi Cagub DKI. Kelompok pandangan kedua ini umumnya berdomisili di DKI Jakarta dan jauh lebih sedikit jumlahnya ketimbang kelompok pertama. Kalau Ahok tersangka, maka terpenuhi cita2 mereka utk meruntuhkan Ahok dan kelompok bisnis cina dari kekuasaan negara di DKI. Kelompok kedua ini berada dlm perspektif perebutan kekuasaan Pilkada. Kelompok ketiga, lebih sedikit jumlahnya dan cenderung klas menengah dan atas, yakni menghendaki Ahok tidak jadi tersangka sehingga gelombang aksi demo akan muncul dan lebih membesar dan meluas di seantero ini ketimbang demo 4 Nopember. Jika Polri memutuskan Ahok tak bersalah, maka aksi2 demo lebih membesar dan meluas yg jadikan sasaran bukan semata Ahok, tetapi meningkat pada Jokowi-Jk. Issue Jokowi-Jk sebagai pelindung atau pembela org penista Islam akan meluas dan membangun kesadaran baru bagi kelompok pertama dan kedua, bahwa kekuasaan Jokowi-JK harus dilawan dan ditumbangkan. Aksi2 demo lanjutan menjadi people power, akan syarat kerusuhan sosial, kemudian meruntuhkan kekuasaan rezim Jokowi. Setelah kekuasaan Jokowi runtuh karena people power, kekuatan TNI dan kaum oposisi sipil akan bersatu dan sinerjik penataan kembali struktur politik ekonomi Ind. Tentu, Kembali Ke UUD 1945 salah satu diambil dan pemilikan dominan Cino2 atas sumberdaya Indonesia dirombak untuk kepentingan kaum pribumi. Bisa jadi, ikuti strategi Penguasa Pribumi Malaysia membantu kaum pribumi. Jadi, soal apakah Ahok jadi tersangka atau tidak, bisa saja posisi penilai atau pembentuk opini di kelompok ketiga tanpa mengabaikan kepentingan kelompok pertama dan kedua. Jika kepentingan kelompok ketiga terpenuhi, tentu Ahok dipenjarakan atau melarikan diri sehingga memenuhi kepentingan kelompok pertama dan kedua. Polemik di publik ttg terdakwa atau bebas Ahok menjadi issue panggung perebutan kekuasaan dan menjadi menarik. Bagi Kelompok Ketiga bisa jadi setiap detik berdoa agar Ahok diputuskan Polri tidak bersalah sehingga BALON kian kencang dan meledak dlm istilah populer sekarang REVOLUSI, bukan lagi Reformasi. MEH/NSEAS 611.

Selasa, 01 November 2016

DIBANDING ERA FOKE, AHOK GAGAL URUS RAKYAT MISKIN DKI

I. PENGANTAR: Melalui medsos, para pendukung buta Ahok klaim: Ahok siap kerja utk rakyat; Terobosan Ahok bukan hanya soal korupsi saja, tapi ada nilai-nilai yang lain; Ahok orang pintar, jujur, berani, sekaligus tegas; Dia bukan pemimpin Cuma ngasih janji; Ngak ada yang bisa melawan track recordnya; Wajah Ahok itu jujur, tegas dan komitmen; Kalau Ahok gagal menjadi Gubernur DKI, maka seharusnya yang menyesal bukan Ahok, tapi seluruh warga DKI Jakarta; Semalam saya nonton Ahok di TV, sampai mau nangis lihat Ahok bela Rakyat; Beliau ini Gubernur konsisten antara ucapan dan perbuatan; dan sebagainya. Pokoknya Ahok “the best”. Klaim-klaim pendukung Ahok ini sesungguhnya buta data, fakta dan angka kinerja Ahok selama Gubernur DKI. Semua klaim sungguh tanpa data, fakta dan angka alias ilusi dan fiksi. Klaim-kaim ini justru bertentangan dengan realitas obyektif. Hampir semua bidang urusan pemerintahan dan rakyat DKI, Ahok tak mampu dan gagal laksanakan. Bahkan di mana-mana rakyat usir Ahok. Terakhir blusukan di Lenteng Agung, Jaksel, rakyat sambut demo tolak kehadiran Ahok di Kelurahan itu. Buruh berikan 3 award Ahok. Yaitu: Bapak Upah Murah; Bapak Tukang Gusur Rakyat kecil; dan, Bapak Penista Agama”. Lengkaplah sudah... Inilah data, fakta dan angka Ahok tak mampu dan gagal urus pemerintahan dan rakyat Dki. Dibandingkan era Fauzie Bowo (Foke), era Ahok jumlah rakyat nganggur dan miskin meningkat terus menerus dari tahun ke tahun. Tidak ada data, fakta dan angka dapat menjustifikasi Ahok siap kerja utk rakyat seperti klaim pendukung buta Ahok. II. RAKYAT MISKIN ERA FOKE: 1. Angka rakyat miskin DKI tahun 2007 adalah 4,48 persen. Selama kurun 3 tahun (2007-2010), Foke mampu menurunkan jumlah rakyat miskin sebesar 0,44 % atau 0,15 % per tahun. 2. Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta September 2012 sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen). 3. Sejak awal era Foke, pendapatan orang Jakarta per kapita 6.400 USD, pada 2012 sudah mencapai 10.000 USD bahkan lebih. Meski masih ada warga miskin, tetapi terus menurun. Terhitung jumlah rakyat miskin di DKI “lebih rendah” ketimbang Provinsi di seluruh Indonesia. 4. September 2012, Garis Kemiskinan, yakni Rp 392.571 per kapita, dan Indeks Kedalaman Kemiskinan 0,557 dan Indeks Keparahan Kemiskinan 0,151. 5. Era Foke untuk memecahkan masalah rakyat miskin ini, menyediakan dana bergulir untuk usaha usaha mikro, dana kegiatan fisik dan dana kegiatan sosial di tiap Kelurahan dan RW. 6. Hasil survey sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2007-2010, presentase rakyat miskin DKI menurun. Pada 2007 jumlah rakyat miskin mencapai 405.700 jiwa (4,48 persen), dan 2010 menurun dan 2011 mencapai 355.200 jiwa (3,48 persen). III. RAKYAT MISKIN ERA AHOK: 1. DPRD DKI Jakarta memberikan raport merah kepada Ahok. Salah satunya, kenaikan angka kemiskinan dari 371 ribu pada tahun 2013 meningkat menjadi 412 ribu pada tahun 2014. 2. Sumber resmi lain tunjukkan, jika jumlah rakyat miskin DKI tahun 2012 sebanyak 363.200 orang, tahun 2015 menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat tajam antara 2014 ke 2015 dari 0,39 ke 0,52. 4. Sumber resmi lain juga tunjukkan, Jumlah rakyat miskin Maret 2014 sebesar 393,98 ribu orang, dibanding Maret 2015 (398,92 ribu orang), meningkat 4,94 ribu. 5. Garis kemiskinan (GK) Maret 2015 sebesar Rp. 487.388 per kapita, lebih tinggi dari garis Kemiskinan September 2014 sebesar Rp. 459,560 per kapita per bulan. 6. Paling parah adalah Indeks Keparahan Kemiskinan DKI meningkat dari 0,7 (2014) menjadi 0,10 (2015). Sumber lain sajikan, Indeks Keparahan kemiskinan naik sebesar 0,035 poin, yaitu dari 0,069 pada Maret 2014 menjadi 0,104 pada September 2015. 7. Jika dibandingkan dengan Maret 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan kemiskinan DKI mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan naik sebesar 0,130 poin dari 0,387 pada Maret 2014 menjadi 0,517 pada Maret 2015. 8. Selama September 2012 – Maret 2013 – September 2013, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,60 persen dari Maret s/d September 2013 (dari Rp 407.437 per kapita per bulan menjadi Rp 434.322 per kapita per bulan) dan naik sebesar 10,64 persen dari September 2012 s/d September 2013 (dari Rp 392.571 per kapita per bulan menjadi Rp 434.322 per kapita per bulan). 9. Selama September 2013 - Maret 2014, Garis Kemiskinan naik 3,10 persen, yaitu dari Rp 434.322,- per kapita per bulan (September 2013) menjadi Rp 447.797,- per kapita per bulan (Maret 2014). Garis Kemiskinan Maret 2014 juga lebih tinggi jika dibandingkan Maret 2013 dengan Garis Kemiskinan sebesar Rp. 407.437,- 10. Selama Maret 2014–September 2014-Maret 2015, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,06 persen dari September 2014 s/d Maret 2015 (dari Rp 459.560 per kapita per bulan menjadi Rp 487.388 per kapita per bulan), dan naik sebesar 8,84 persen dari Maret 2014 s/d Maret 2015 (dari Rp 447.797 per kapita per bulan menjadi Rp 487.388 per kapita per bulan). 11. Maret 2014, jumlah rakyat miskin (rakyat dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di DKI mencapai 393,98 ribu orang (3,92 persen), meningkat sebesar 22,3 ribu orang (0,20 poin) dibandingkan dengan rakyat miskin (September 2013) sebesar 371,70 ribu orang (3,72 persen). Jika dibandingkan dengan Maret 2013, rakyat miskin meningkat sebesar 41,02 ribu orang (0,37 poin). IV. AHOK TAK MAMPU DAN GAGAL URUS RAKYAT MISKIN Ahok gagal urus rakyat miskin DKI. Padahal DKI diuntungkan dalam semua hal, peredaran uang tinggi, APBN banyak, APBD tinggi bahkan Rp. 67,1 triliun (dua kali lipat era Foke). Ahok harusnya bisa menyelesaikan permasalahan rakyat miskin DKI. Ini baru argumentasi data, fakta dan angka, belum lagi argumentasi pemaknaan atau perasaan manusiawi menjadi rakyat miskin. Bahkan, di Jakarta masih ada gizi buruk. V. KESIMPULAN: Dibanding ERA Foke, Ahok sebagai Gubernur DKI gagal urus rakyat miskin. Kinerja era Foke lebih bagus ketimbang kinerja era Ahok. Keberpihakan pada rakyat miskin era Foke lebih terbukti ketimbang era Ahok. Pendukung buta Ahok perlu memahami ‘Realitas obyektif rakyat miskin’ ini. Kualitas Ahok lebih jelek ketimbang Gubernur sebelumnya urus rakyat miskin. Hasil studi perbandingan (comparative study) Tim Studi NSEAS ini membuktikan ketidakmampuan dan kegagalan Ahok ini. Sangat beda dengan klaim-klaim pendukung buta Ahok.