Minggu, 30 Oktober 2016

ELEKTABILITAS AHOK TERUS MENURUN DARI BULAN KE BULAN

I.PENGANTAR: Selama publik digiring untuk membicarakan Pilkada DKI sejak lebih setahun lalu, sejumlah lembaga survei bayaran atau tidak mengaku melakukan survei opini publik dengan beragam responden dan margin eror. Para Lembaga Survei ini pada awalnya sangat percaya Ahok punya elektabilitas sangat tinggi dan tak terkalaahkan oleh pesaing-pesaing lain. Beragam argumentasi diajukan, mulai dari kinerja Ahok hingga kemajuan kota Jakarta di bawah Gubernur Ahok. Bahkan, ada lembaga survei mengklaim, agama bukan faktor penting bagi publik dalam menentukan pilihan Calon Gubernur DKI. Namun, angka-angka disajikan lembaga survei untuk menjustifikasi kehebatan dan tingkat elektailitas sangat tinggi Ahok ternyata lambat laun mengalami penurunan. Lembaga-lembaga survei bayaran tak mampu mempertahankan tingkat elektabilitas Ahok yang dibangun selama ini. Memang ada satu dua lagi lembaga survei masih tetap membangun angka elektabilitas Ahok di atas 40 persen, tetapi sebagian besar sudah mengakui adanya penurunan. Dua lembaga survei itu kini dikecam dan dikritik metodologinya oleh para pakar ilmu-ilmu sosial juga. Dinilai, ada kesalahan ilmiah dalam menggunakan metodologi riset. Tulisan Tim Studi NSEAS ini mencoba menunjukkan kepada pembaca, terutama pendukung buta Ahok, bahwa elektabilitas Ahok lambat laun menurun dan sangat memungkinkan untuk kalah baik dalam putaran pertama maupun kedua. Kini menurut Tim Studi NSEAS, Oktober, elektablitas Ahok sudah di bawah 25 persen, dan setelah aksi demo besar-besaran anti Ahok 4 Nopember, Tim Studi NSEAS percaya, elektabilitas Ahok akan terus bebas di bawah 20 persen. Sangat tidak mungkin Ahok bisa berhasil meraih suara terbanyak, kecuali dengan cara-cara kecurangan dan manipulasi angka suara pemilih. Inilah angak elektabilitas Ahok dari bulan ke bulan menurut lembaga survei bayaran atau tidak bayaran. II.MARET 2016: 1.SINERJI DATA INDONESIA (SDI) Sinergi Data Indonesia (SDI) merilis hasil survei elektabilitas cagub DKI. Hasilnya, Ahok memiliki elektabilitas paling tinggi. 2.CHARTA POLITIKA Ahok masih memiliki elektabilitas paling tinggi dibanding sejumlah bakal calon gubernur DKI Jakarta lainnya. Lembaga Survei Charta Politika menyebut Ahok masih memiliki elektabilitas di atas 50%. III. APRIL 2016: 1. PENGAMAT POLITIK’ (APRIL 2016) Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus sihombing mengatakan, secara teoritis, elektablitas Ahok dalam Pilgub DKI 2017 menurun. Sebab, persoalan reklamasi mau tidak mau melibatkan nama Ahok sebagai pemberi izin pelaksana. Kendati demikian, lanjut Emrus, saat ini belum ada lembaga survei yang mengeluarkan survei perihal penurunan elektabilitas Ahok. Terpenting, apabila nantinya ada, lembaga survei tersebut harus menunjukan dan menjelaskan metode penleitian yang digunakannya. Emrus menjelaskan, elektabilitas calon kepala daerah dari hasil survei sebenarnya tidak mewakilkan suara warga DKI secara menyeluruh. Apalagi kantong yang disurvei bukanlah kantong-kantong pemukiman padat yang menjadi cermin warga DKI Jakarta. Senada, pengamat politik Universitas Negri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan, kasus suap itu akan membuka peluang bagi lawan politik Ahok untuk menggalang simpati publik. Badrun pun menyayangkan hingga kini belum ada survei elektabilitas resmi yang merilis elektabilitas Ahok setelah kasus raperda reklamasi ini mengemuka. "Kemungkinan rivalnya seperti Sandiaga Uno elektabilitasnya bisa naik karena mendapat simpati publik,” kata Ubedilah yang juga Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia. 2. CYRUS NETWORK: (?) Berdasarkan hasil survei keempat yang dilakukan Cyrus Network dalam rangka pemetaan kandidat menjelang Pilkada DKI 2017, tingkat elektabilitas Ahok berada di puncak dengan angka 46 persen hingga 56 persen. Eelektabilitas Ahok masih yang tertinggi dibandingkan kandidat lain meski hanya diikuti dua pasangan calon. Elektabilitas Ahok bisa mencapai angka 60 persen. Terendah Ahok mendapatkan angka 57 persen jika hanya dihadapkan pada satu pasangan calon. Tingkat elektabilitas ini ditopang dengan tingkat kepuasan publik terhadap kepemimpinan Ahok. Sebesar 60 persen responden mengaku puas terhadap kepemimpinan Ahok sebagai gubernur. publik menilai kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama ini sudah cukup baik. Pasalnya, 76 persen responden menyatakan DKI Jakarta menunjukan perubahan yang signifikan selama di pimpin aHOK. Cyrus Network melakukan survei ini secara tatap muka dengan responden sebanyak 1.000 orang. Responden tersebar secara proporsional di seluruh kelurahan di Jakarta dengan metode multistage random sampling. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dengan margin error 3,1 persen IV. MEI 2016: 1.LEMBAGA SURVEI POLITIK INDONESIA (LSPI) Elektabilitas Ahok menurun. Menurut Direktur Eksekutif pada Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Strategis LSPI Ahmad Nasuhi, Ahok dan timnya sejauh ini tidak mampu meyakinkan publik terkait sejumlah isu yang merugikan nama baik Ahok “Soal reklamasi, isu barter kebijakan itu luar biasa. Belum lagi PTUN yang mengabulkan gugatan nelayan,” ujar Nasuhi berdasarkan siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (4/6).. Saat responden ditanya mengenai siapa yang akan dipilih apabila Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan hari ini, Ahok masih memimpin. Ia memperoleh 23% suara responden. Menyusul kemudian, Yusril Ihza Mahendra dengan 19% suara responden, Tri Rismaharani 6,9%, dan Sandiaga Uno 6,3%. Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat hanya memeroleh 3,7%. Dalam simulasi empat nama calon gubernur, elektabilitas Ahok masih memimpin dengan 36,4%, disusul Yusril 29,8%, Rismaharani 9,5%, Sandiaga Uno 2,5%. Sementara itu, sisanya, 21,8%, mengaku belum memutuskan untuk memilih. Nasuhi juga menilai, hasil survei ini patut dicermati oleh Ahok yang berniat mengikuti Pilkada DKI 2017 sebagai calon petahana. Sebab, menurut dia, dengan angka elektabilitas yang beda sekitar 6% dengan Yusril, tidak menutup kemungkinan Ahok akan disalip. “Kalau benar begitu, Yusril sangat bisa kalahkan Ahok,” kata Nasuhi. Survey LSPI dilakukan pada 22-27 Mei 2016 dengan metode multistage random sampling. Jumlah sampel dalam survei ini adalah 440 responden, dengan margin of error sebesar 4,8% pada tingat kepercayaan 95%. Penggalian data dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung. Nasuhi mengaku tak terlalu kaget dengan tren penurunan elektabilitas Ahok tersebut. Selain karena Ahok yang dinilainya tak mampu meyakinkan publik terkait isu negatif, Nasuhi menilai kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras memengaruhi elektabilitas Ahok. (Ihsanuddin) V. JUNI 2016: 1. LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI) Pada 22-26 Juni 2016 Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) misalnya, menemukan elektabilitas Ahok pada jumlah 42,7 persen. Menyusul di belakang Ahok adalah mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra yang meraih 8,2 persen. Di belakang Yusril menyusul Tri Rismaharini, dengan elektabilitas 5,2 persen. Lalu nama pengusaha muda Sandiaga Uno yang memperoleh elektabilitas 3,6 persen. Dalam survey itu Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat memperoleh elektabilitas 1,5 persen. Survei yang digelar tanggal 22-26 Juni 2016 itu, LSI menggunakan metodologi multistage random sampling dengan 440 responden se-Jakarta, serta tingkat kesalahan sekitar 4,8 persen. Jajak pendapat dilakukan lewat tatap muka, wawancara dan penyebaran kuesioner. 2. SURVEI SMRC Survei SMRC ini dilakukan pada 24-29 Juni 2016. Jumlah sampel acak survei ini sebanyak 820 orang, dipilih dengan metode multistage random sampling, dengan margin of error sebesar 3,9 persen. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) 24-29 Juni 2016 masih menyebut Ahok sebagai kandidat paling moncer. Dia meraih 36,6 persen. Kemudian, disusul oleh Yusril yang mempunyai elektabilitas 2,8 persen. Sandiaga Uno pun belum bisa menyaingi Ahok dan Yusril. Menurut penelitian SMRC, Sandiaga mempunyai elektabilitas 2,1 persen. Hingga survei SMRC dilakukan, belum ada satu pun parpol yang secara definitif mengajukan calonnya untuk menjadi penantang Ahok. Survei SMRC dilakukan kepada 24-29 Juni 2016. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia di provinsi DKI Jakarta yang punya hak pilih dalam pilgub DKI, Februari mendatang. Dalam survei ini, jumlah sampel yang diacak sebanyak 820 orang, dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error diperkirakan kurang lebih 3,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. "Dalam simulasi terbuka, Ahok mendapat elektabilitas terbanyak 36,6 persen, cukup jauh di atas Yusril 2,8 persen, Sandiaga Uno 2,1 persen dan calon lain di bawah satu persen," terang Sirojudin. Selain dalam simulasi semi terbuka, Ahok tetap paling tinggi dalam simulasi semi terbuka. Dengan suara mayoritas 53,4 persen, Yusril 10,4 persen, Risma 5,7 persen, Sandiaga Uno 5,1 persen, Yusuf Mansur 4,6 persen dan calon lain di bawah tiga persen. "Tingginya elektabilitas Ahok juga tidak lepas dari penilaian warga atas kinerjanya sebagai gubernur petahana," ujarnya. Yang menarik, Ahok diprediksi akan menang, tak peduli dia dicalonkan oleh partai atau maju melalui jalur perseorangan. "Bila Ahok menjadi calon, siapapun yang mencalonkannya, peluang Ahok terpilih jauh lebih besar dibanding calon lainnya," jelasnya. Elektabilitas Ahok naik signifikan dibanding survei bulan Agustus 2015. "Dalam simulasi spontan, elektabilitasnya naik 12,2 persen. Dan dalam simulasi semi terbuka naik 16,2 persen," jelas Sirojudin. Warga DKI bahkan menginginkan Ahok kembali memimpin DKI dengan presentase sebesar 59 persen, sedangkan dalam survei di bulan Agustus 2015 baru 49 persen. Satu hal yang menjadi catatan dari hasil survei ini adalah isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Isu ini akan mencuat keras jika Ahok bertarung head to head dengan Yusril. "Isu agama dan etnis ini paling terlihat terutama bila yang bersaing Ahok versus Yusril," kata Sirojudin. Dari hasil survei, 46,4 persen pendukung Yusril mendukung jika calon nonmuslim dan etnis minoritas tidak boleh memimpin DKI. Terdapat 10 persen pendukung Ahok yang setuju calon nonmuslim dan etnis minoritas tidak boleh memimpin DKI. "Yang cenderung percaya isu SARA cenderung mendukung Pak Yusril bukan berarti Pak Yusril yang memobilisasinya," tutur dia 3. POPULI CENTER Hasil yang sama juga ditemukan oleh lembaga Survei Populi Center 10 Juni-15 Juni 2016. Menurut peneliti Populi Center Nona Evita, survei dengan wawancara tatap muka di 6 wilayah DKI Jakarta dilakukan mulai dari tanggal 10 Juni hingga 15 Juni 2016. Besaran sampel adalah 400 responden, dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Margin error sekitar 4,9% pada tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil survei Populi Center, Ahok masih dalam urutan pertama dibandingkan pesaingnya Sandiaga Uno. Ahok mempunyai elektabilitas 60,8 persen sedangkan Sandiaga 19,2 persen. Tidak hanya itu, Populi juga membandingkan jika Risma maju sebagai peserta Pilgub DKI dan hasilnya Ahok tetap menang besar. Ahok mendapat 59,2 persen pilihan responden untuk kembali jadi DKI 1. Sementara Risma mendapat 23,8 persen. Masih jauh namun meningkat. Tak hanya elektabilitas, dalam survei itu juga diketahui popularitas Ahok sangat tinggi, yaitu mencapai 99,2 persen. Di bawah Ahok ada Rano Karno dengan popularitas sebesar 97,2 persen dan Ahmad Dhani sebesar 96,8 persen. Sementara itu, 61,5 persen masyarakat yakin kepemimpinan Ahok dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Sisanya, 26 persen responden menyatakan tidak yakin dengan kepemimpinan Ahok dan 12,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab. 4. SURVEY MANILKA CONSULTING Manilka Research and Consulting menyelenggarakan survei preferensi politik masyarakat DKI Jakarta menjelang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Ahok masih berada di urutan nomor satu mengungguli 17 pesaing lainnya dalam elektabilitas menjadi Gubernur DKI Jakarta periode berikutnya. "Berdasarkan survei elektabilitas top of mind kami, terdapat Ahok berada di urutan pertama dengan elektabilitas sebesar 49,3 persen. Dengan demikian Pak Ahok sebagai Gubernur saat ini, unggul (elektabilitas). Elektabilitas Pak Ahok masih nomor satu," kata Managing Director Manilka Herzaky Mahendra Putra. Herzaky memaparkan, elektabilitas Ahok jauh mengungguli pesaing calon gubernur (cagub) lainnya seperti elektabilitas Ridwan Kamil sebesar 9,3 persen, Yusril Ihza Mahendra sebesar 6,8 persen, Yusuf Mansur sebesar 6,5 persen, Tri Rismaharini sebesar 6 persen. "Selain itu ada pula Abraham Lunggana 3,3 persen, Sandiaga S Uno 2,5 persen, Biem Benyamin 1,7 persen, Adhyaksa Dault 0,8 persen, Nachrowi Ramli 0,7 persen, Moeldoko 0,5 persen, Djarot Saiful Hidayat 0,5 persen, Sjafrie Sjamsoeddin, Agus Harimurti 0,3 persen, Hary Tanoeso 0,2 persen, Boy 0,2 peraen, Yoyok 0,2 persen, dan Prasetyo 0,2 persen," ucapnya "Sedangkan sebanyak 10,7 persen responden menjawab belum menetapkan diri untuk memilih. Namun semua ini menjelaskan bahwa Ahok memang masih yang paling tinggi dibandingkan semua pesaingnya," paparnya VI. JULI 2016 (Tidak ada survei). VII. AGUSTUS 2016: 1.LEMBAGA PSIKOLOGI POLITIK UI (AGUSTUS 2016) Peneliti Pusat LPP UI Nikki Antonio mengatakan, elektabilitas Ahok jauh melebihi seluruh pesaing. Sigi itu menunjukkan perilaku pemilih mengutamakan figur yang bukan hanya kuat, tapi juga punya kompetensi. "Artinya dibandingkan calon lain, seluruh responden tahu siapa kandidat yang paling kuat. Responden survei menilai pak Ahok bukan hanya sebagai figur yang kuat, tapi juga teruji," kata Nikki di kantor DPP NasDem, Jakarta, Kamis (11/8/2016). Tingginya elektabilitas petahana diperkirakan bakal mendekati suara keseluruhan masyarakat DKI. Sebab, seluruh responden merupakan tokoh yang memengaruhi preferensi pandangan politik masyarakat umum. “Dalam psikologi politik, orang mau milih siapa itu sama seperti orang menanya rekomendasi tempat makan mana yang favorit. Seperti itu perilaku politik, suara influencer menggambarkan elektabilitas,” ujarnya. Survei LPP UI mencatat, elektabilitas Ahok sebesar 47,29 persen. Jauh meninggalkan Tri Rismaharini dengan persentase elektabilitas 11,33 persen. Sementara itu, sebesar 27,59 persen responden merupakan undecided voters, atau belum menetapkan pilihan. “Sebenarnya kalau dilihat, 69 persen masyarakat puas dengan kineja Pak Ahok memimpin DKI. Tahun ke tahun tren tingkat kepuasan publik terhadap Ahok selalu naik,” katanya. Menurutnya, partai politik yang mengusung petahana mendapat efek positif. Tingkat kepercayaan publik parpol yang berada di belakang Ahok. “Keputusan NasDem mendukung Ahok berdampak positif ke dukungan publik terhadap partai. Bila terus konsisten NasDem merekrut pejabat publik yang bersih dan sesuai aspirasi masyarakat, kepercayaan publik akan semakin meningkat,” ujar dia. Lihatlah Survei kepemimpinan yang dilakukan Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia. Survei yang dirilis Senin 1 Agustus 2016 itu, menunjukkan Risma adalah salah satu kandidat penantang Ahok paling kuat. Setelah bertanya pada 206 akademisi, jurnalis, pengamat politik dan tokoh masyarakat selama 13 Juni-20 Juli 2016, survei ini menempatkan Basuki Tjahaya Purnama dan Tri Rismarini dengan nilai nyaris sama. Ketua Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, mengatakan kapabilitas Basuki atau Ahok hanya unggul 0.10 persen dibanding Risma. "Pak Ahok 7.87 persen sedangkan Risma 7,77 persen," ujarnya. Dalam sejumlah jajak pendapat lain, yang dilakukan lembaga survei pada bulan Juni 2016, sejumlah kandidat bisa bersaing, meski posisi Ahok masih terbilang kuat. 2.DIALOG TV ONE: Dialog Interaktif TV One Dipublikasikan tanggal 12 Agustus 2016. Survei Elektabilitas Saat Ini Risma Tertinggi, Elektabilitas AHOK Melorot, Ahok Mulai Ketakutan!! VIII.SEPTEMBER 2016: Secara keseluruhan hasil survei baik bayaran Ahok maupun tidak menunjukkan elektabilitas Ahok-Djarot September 2016 sebagai berikut: 1.LSI Denny 31,4 persen; 2.Median 34,2 persen; 3.Polmark 31,9 persen; 4.Populi 45,6 persen; 5.SMRC (Saiful Mujani) 45,4 persen; 6.SSI (Skala Survei Indonesia) 33,8 persen. Rata-rata survei terakhir (September 2016) mencapai 37, 05 persen. Angka ini sungguh tidak rasional karena sangat sedikit lebih rendah (hanya 0,35 persen) dibandingkan rata-rata bulan sebelumnya 37,40 (Agustus). Padahal gelombang rakyat anti Ahok kian membanyak dan meluas. Data ini memang sebelum terjadi gelombang aksi demo rakyat DKI atas kelakuan penistaan Ahok tentang Al Quran (Islam). Kami dapat menerima hasil lembaga survei di atas yakni sekitar 31 persen elektabilitas Ahok. Hal ini telah ditunjukkan oleh LSI, Polmark dan mendekati SSI. Untuk hasil Populi dan SMRC tidak dapat diterima. IX.OKTOBER 2016: Pada Oktober hasil surveei menunjukkan penuunan terus elektabilitas Ahok. Hasil survei Kedai KOPI menyebutkan angka hanay 27,5 persen elektabilitas Ahok. Posisi itu lebih rendah dibanding survei yang sama pada September lalu, di mana suara yang memilih Ahok masih berada di kisaran 39 persen. Meski secara tren menurun, berdasarkan survei itu, elektabilitas Ahok masih lebih tinggi dibanding dengan dua pesaingnya. "Ahok masih unggul. Namun angkanya kini tak jauh dari Anies Baswedan dengan 23,9 persen, dan Agus Yodhoyono dengan 21 persen," ujar Pendiri Kedai KOPI Hendri Satrio. Menurut Hendri, suara yang hilang dari Ahok tak lantas beralih pada Agus maupun Anies. Para responden itu memilih tidak menjawab dan menyatakan tak tahu akan beralih ke siapa. X. KESIMPULAN: 1.Berdasarkan semua lembaga survei, rata-rata elektabilitas Ahok Maret-April 2016 mencapai 48, 4 persen. 2.Rata-rata elektabilitas Ahok Juni 2016 menurun menjadi 42,16 persen. 3.Rata-rata elektabilitas Ahok Agustus 2016 menurun lagi menjadi 37,4 persen 4.Rata-rata elektabilitas Ahok September turun sedikit hanya 37,05 persen, walaupun angka ini masih sangat diragukan karena . Populi dan SMRC (Saiful Mujani) memberi angka di sekitar 45 persen. Tim Studi NSEAS menetapkan hanay 31 persen rata-rata September. 5.Rata-rata elektabilitas Ahok Oktober menurun drastis mencapai 27,5 persen. 6.Meskipun lembaga survey tergolong bayaran ternyata tidak mampu mempertahankan tingkat elektabilitas Ahok pada Maret-April 2016 yang diklaim sekitar 48 persen. Semua lembaga Survei menunjukkan ada penurunan dari bulan ke bulan elektabilitas Ahok. 7.Kini elektabilitas Ahok sudah di bawah 30 persen, praktis akan ada dua putaran, karena Ahok tak bisa mencapai 50 persen plus satu. 8.Bahkan, bisa jadi, jika elektabilitas Ahok terus menurun, terutama setelah aksi besar-besaran demo anti Ahok 4 Nopember, mencapai di bawah 20 persen, salah satu pasangan pesaing Ahok sasngat mungkin mencapai 50 persen plus satu. Hanya satu putaran! TIM STUDI NSEAS, Edisi 30 Oktober 2016 (Muchtar Effendi Harahap, Koord.)

Sabtu, 29 Oktober 2016

AHOK GAGAL URUS PENGANGGURAN DIBANDING ERA FOKE

I. PENGANTAR: Tim Studi NSEAS tunjukkan satu indikator (pengangguran) kegagalan era Gubernur DKI Jakarta Ahok dibandingkan era Fauzie Bowo (Foke). Indikator pengangguran ini menjadi penting, karena di publik pendukung buta Ahok suka klaim, “Ahok lebih berhasil ketimbang Gubernur-Gubernur sebelumnya”. (Sutioso, Fauzi Bowo, dll).Runyamnya lagi, pendukung buta Ahok mempromosikan, kemampuan Ahok setingkat Gubernur Ali Sadikin. Boy Sadikin, anak kandung Ali Sadikin, mengecam Ahok disamakan dengan Ayahnya. Hasil studi ini bisa dijadikan bantahan atas klaim pendukung buta Ahok, Ahok berani “pasang badan” dan “nyawa” untuk kepentingan rakyat DKI. Bahkan, Ahok sendiri berulang kali menyatakan untuk siap mati demi rakyat. Tak segan menjalankan berbagai kebijakan kesejahteraan sosial DKI meskipun beberapa pihak tak menyukainya. Pengangguran bisa dijadikan dasar membuktikan, sesungguhnya dibandingkan era Foke, justru Ahok tidak punya prestasi alias gagal. Sekalipun angka pengangguran era Ahok lebih kecil, namun dibandingkan rata-rata tingkat nasional masih di atas dan APBD DKI (Rp. 67,1 triliun) jauh lebih besar ketimbang era Foke. Era Ahok lakukan gusur paksa rakyat sebagai kebijakan publik. Akibatnya, rakyat tergusur paksa menjadi menjadi nganggur. Berikut ini hasil kajian Tim Studi NSEAS dimaksud. II. KONDISI PENGANGGURAN ERA FOKE: 1. Sumber BPS DKI 2015 tunjukkan, tingkat pengangguran 12,15 persen (2019), menurun 11,05 persen (2010), 10,80 persen (2011), dan 9,87 persen (2012). 2. Tingkat pengangguran masih “jauh di bawah rata-rata nasional” (12-14 persen). Era Foke berkomitmen meningkatkan kesejahteraan pekerja. 3. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat dari tahun ke tahun di atas rata-rata nasional, dan mempu menurunkan tingkat pengangguran. Pada 2011 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,71 persen sedangkan rata-rata nasional di angka 6,48 persen. 4. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2012 sebesar Rp. 1.502.150 atau mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Rp. 1.497.836. Pembangunan era Foke mampu menurunkan tingkat penangguran dari 11,3 % pada 2010 menjadi 9,87 persen (2012). 5. APBD meningkat dua kali lipat. Yakni dari Rp. 20,00 triliun (2007) menjadi Rp. 36,02 1triliun (2012), rata-rata meningkat 15,05 persen per tahun. 6. Mampu mengendalikan stabilitas pertumbuhan ekonomi dan menekan laju inflasi sehingga di bawah 4 (empat) persen, lebih baik ketimbang tingkat laju inflasi nasional mencapai 5,4 persen. Hal ini membantu pengendalian penangguran. 7. Beragam upaya Foke menurunkan tingkat pengangguran, antara lain menyediakan dana bergulir untuk usaha mikro, dana kegiatan fisik dan dana kegiatan sosial di tiap Kelurahan dan RW. Hingga 2010 jumlah penerima manfaat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) mencapai 50.731 orang yang tersebar di 194 kelurahan. Hingga 2011, Unit Pengelola Dana bergulir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (UPDB PEMK) menyalurkan dana bergulir ke 250 Koperasi Desa Keuangan (KJK) dengan jumlah pemanfaat mencapai 89.999 orang. 8. Tidak lakukan gusur paksa rakyat jelata di kawasan permukiman kumuh. Upaya diambil melakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Dari 416 RW Kumuh diidentifikasi BPS, dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir era Foke, telah ditangani 259 RW kumuh. Intinya, era Foke tidak mengambil tindakan gusur paksa rakyat sehingga tidak menambah jumlah rakyat nanggur. III. KONDISI PENGANGGURAN ERA AHOK: 1. Pengangguran memang menurun dari 9,87 persen (era Foke, 2012) menjadi 9,02 persen (2013), 8,47 persen (2014), 8,36 persen (Februari 2015) dan 7,23 persen (Agustus 2015). 2. Tingkat pengangguran era Ahok, sekalipun penurunan, namun masih jauh di atas rata-rata pengangguran nasional. Kepala BPS DKI Jakarta Nyoto Widodo (Oktober 2014) menegaskan, jumlah angka pengangguran di DKI Jakarta 9,84 persen, (2014) dan 8,36 persen, (2015) lebih tinggi dari pada angka pengangguran secara nasional. Bahkan, pengangguran DKI dan Banten terbesar di Indonesia !. DKI Jakarta dalam “alarm darurat”. Sebagian rakyat miskin di Jakarta semakin memburuk dari tahun ke tahun. 3. BPS DKI laporkan, pertumbuhan ekonomi Jakarta 2015 hanya 5,88 persen, melambat sejak tiga tahun terakhir (2014 sebesar 6,91 persen). Kantor BI DKI (ANTARA News.com) mengungkapkan realisasi pertumbuhan ekonomi DKI selama triwulan I 2016 sebesar 5,62 persen lebih rendah triwulan IV 2015 sebelumnya, 6,48 persen (yoy). 4. Perekonomian Indonesia pada Triwulan I 2016 tumbuh 4,92 persen. Pada Triwulan II 2016 naik menjadi 5,18 persen. Jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi DKI triwulan I 2016 hanya 5,62 persen, maka sangat sedikit selisih kelebihan pertumbuhan DKI, selisih hanya 0,44 persen. 5. Said Iqbal, Ketua organisasi buruh KSPI, menilai Ahok sebagai "Bapak Upah Murah" (Kompas.com, 29 September 2016). UMP DKI kalah dari Bekasi dan Karawang, tak masuk akal. Said menyerukan terhadap masyarakat khususnya buruh Jakarta, jangan pilih Gubernur "Bapak Upah Murah", maksaudnya Ahok. UMP DKI sebesar Rp 3.100.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding Bekasi Rp 3.200.000. Menurut hasil survei KSPI, kebutuhan hidup layak di DKI dengan inflasi 2017 adalah Rp 3.750.000. "Sekarang masih Rp 3,1 juta, berarti naiknya sekitar Rp 600.000-Rp 700.000." 6. APBD DKI Jakarta meningkat hampir 100 persen dari Rp. 36,021 triliun (2012) menjadi sekitar Rp. 67,1 triliun (2015). Terjadi dua kali lipat penambahan APBD sejak era Foke. Harusnya penurunan penagguran bisa jauh lebih rendah. 7. Infasi Jakarta 2015 lebih rendah dibandingkan tahun 2014. Tercatat 3,3 persen (yoy) pada 2015 dan 8,95 pada persen 2014 (yoy). 8. Melakukan gusur paksa rakyat jelata di kawasan permukiman kumuh dan PK5 (pedagang kali lima) bahkan di lokasi kawasan permukiman dan perumahan. Ahok tidak seperti era Foke yang lakukan peremajaan/penataan permukiman kumuh dan pemberadayaan masyarakat melalui Program MHT Plus. Berdasarkan data LBH Jakarta, sejak Januari hingga Agustus 2015, ada 3.433 KK dan 433 unit usaha menjadi korban gusur paksa berada di 30 titik di wilayah DKI. Jumlah ini kian bertambah pada 2016, termasuk penggusuran rakyat Kali Jodoh dan Luar Batang (Jakut), Bukit Duri (Jaktim), Jalan Rawajati (Jaksel), dll. Jika, Ahok lanjut Gubenur, tentu 2017 gusur paksa rakyat jalan terus dan jumlah rakyat nganggur terus bertambah. IV: AHOK GAGAL: Pada kondisi APBD hanya di bawah Rp. 35 triliun, era Foke mampu menurunkan tingkat pengangguran setiap tahun bahkan di bawah rata-rata nasional (12-14 persen). Tingkat pertumbuhan ekonomi bahkan di atas rata-rata nasional. Era Foke tidak lakukan gusur paksa rakyat sehingga tak tambah jumlah rakyat nganggur. Di lain fihak, era Ahok, memang ada penurunan jumlah rakyat nganggur. Namun, jumlah rakyat nganggur turun masih selisih sedikit (tidak sampai 1 persen) dibanding rata-rata nasional. Era Ahok acapkali lakukan gusur paksa rakyat jelata sehingga nambah jumlah rakyat nganggur. Berbeda era Foke, era Ahok gagal memanfaatkan penambahan APBD 100 persen (menjadi Rp. 67,1 triliun) untuk turunkan jumlah rakyat nganggur di bawah rata-rata nasional. V.KESIMPULAN: Karena Ahok gagal melaksanakan urusan penangguran dibandingkan era Foke, maka keberadaan Ahok dari indikator penangguran justru menurunkan kondisi sosial ekonomi dan budaya DKI. Karena Ahok gagal melaksanakan urusan penangguran rakyat DKI, kehadiran Ahok lanjut sebagai Gubernur pasti tidak akan membawa dampak positif terhadap kondisi DKI. Secara emperis dan histroris, Ahok tidak mampu dan gagal memecahkan permasalahan pengangguran di Ibukota Republik ini. Bahwa, mengaku pro rakyat, hanyalah sesumbar belaka, tidak ada bukti! Pendukung buta Ahok berhentilah mempromosikan, Ahok lebih berhasil ketimbang Gubernur-Gubernur sebelumnya. TIM STUDI NSEAS (Muchtar Effendi Harahap, Koord)

Selasa, 18 Oktober 2016

SUDAH SAATNYA LEMBAGA SURVEI OPINI PUBLIK DIPIDANA

Sejumlah Lembaga Survei Opini Publik muncul di Indonesia sebagai hasil reformasi dan demokratisasi. Lembaga ini diharapkan bertindak sebagai aktor demokrasi yang dikelola tegakkan prinsip2 demokrasi. Lembaga ini harus komitmen pada penegakan prinsip2 demokrasi dan menjaga agar tidak terjadi kecurangan dalam pemilihan sekaligus pendidikan demokrasi bagi rakyat. Sebagai aktor demokrasi, lembaga survei opini publik harus nondiskriminatif, transparan, akuntabel, patuh hukum dan jujur/intergritas. Dalam kenyataannya terdapat lembaga survei diskriminatif, memihak pada satu calon, tidak jujur, tidak patuh hukum. Sebagai contoh kasus lembaga survei yang mempengaruhi atau membesar besarkan Ahok sebagai Gubernur dan Bacalon Gubernur DKI Pilkada 2017, diskriminatif, tak sesuai dgn aturan perizinan pemerintah atau Kemendagri, dll. Metode survei tergolong diskriminatif ini dikenal oleh komunitas peneliti opini publik sebagai "pseudo survey" atau "push polling,". Yakni cara mempengaruhi pemilih dengan pura2 sedang lakukan survei dengan "leading questions" (menunjukkan prestasi /foto peraga calon yang mengarahkan pemilih untuk calon tersebut). Masalahnya, ketika Lembaga itu mengurus izin survei ke Kesbangpol Kemendagri, disebutkan sebagai izin survei "objektif". Tapi di lapangan, dibelokkan menjadi survei yang bias. Karena sudah diskriminatif dan tidak sesuai dengan ketentuan perizinan, bagaimanapun hal ini bisa dipidanakan sebagai melanggar izin survei dari Kesbangpol Kemendagri. Kelakuan lembaga survei semacam ini harus dihentikan agar lembaga2 survei opini publik kembali ke peran awal yakni aktor demokrasi, bukan anti demokrasi. Kasus lembaga survei ini bisa jadi langkah awal. Sudah saatnya lembaga survei gunakan metode "push polling" ini dipidana. Juga biar Lembaga Survei Opini Publik berhenti bohongi publik.Melalui pengadilan akan terbuka siapa penyandang dana, apa dasar rumusan pertanyaan2 dlm quesioner, bahkan hubungan primordial Direktur Utama atau Manajer lembaga survei ini dengan Ahok. Apakah Direktur Utama punya hubungan kesamaan ras dan agama dgn calon yang dibesar besarkan akan terbuka lebar di mata publik. Jadi, keberadaan lembaga2 survei opini publik di Indonesia belakangan ini sungguh tak sesuai dengan arah demokratisasi. Keberadaan mereka sudah bagaikan "penyedia jasa konsultan" opini publik, bukan lagi aktor demokrasi. Itu hak mereka kalau mau jadi konsultan. Tapi, harus jujur dan terbuka ke publik. Jadi, setiap hasil survei mereka yang dipublikasikan dipahami publik sebagai iklan politik sama status iklan produk industri. Jangan klaim obyektif dan bebas kepentingan sang lembaga. Kita pahamlah, lembaga survei ini bukan seperti Yayasan Ford, AS, yang memang punya dana untuk kegiatan sosial politik non profit. Lembaga2 survei kita ini butuh dana untuk bisa operasional dan kontiunitas, karena sesungguhnya tak punya dana sebelumnya, lalu cari sumber dana/ funding. Realitas obyektif menunjukkan, lambat laun sumber funding hanya dari calon2 Pilkada atau Pilpres. Nah, disinilah mulai muncul masalah tentang prinsip dan integritas sebagai profesi peneliti opini publik, jadilah pengiklan calon. Kasus lemvaga survei Charta yang muncul di medsos terkait surveyor ditangkap di lapangan saat survei dibeberkan di medsos belajangan ini hanyalah salah satu kegiatan sebagai pengiklan calon. Kami NSEAS pernah terima order survei opini publik dan dibayar calon. Tapi, NSEAS tidak pernah publikasi ke publik. Mengapa? Sebab hasil survei itu utk masukan pengambilan keputusan atau penyusunan strategi pemenangan bagi sang calon yang bayar. Jadi, kalau dipublikasikan, untuk apa? Untuk pengaruhi pemilih? Kalau elektabilitas calon yang bayar nomor 5 terendah, apa sang pembayar mau? Tentu tidak. Lalu, gimana? Ya...manipulasi angka, buat sang pembayar menjadi nomor 1 atau 2 tertinggi. Jika dipertanyakan pihak lain ttg kebenaran angka tersebut, jawab saja: "Jika pemungutan suara dilakukan hari ini ..." Oleh Tim Studi NSEAS, Muchtar Effendi Harahap (Koord)

Minggu, 16 Oktober 2016

TANGGAPAN TIM STUDI NSEAS TERHADAP PENILAIAN/KLAIM PENDUKUNG BUTA AHOK

Melalui beberapa medsos dan media online seperti Kompas.com, para pendukung buta Ahok mempromosikan, memberi penilaian atau mengklaim Ahok selaku Gubernur DKI telah berhasil dalam berbagai hal. Tim Studi NSEAS mencoba mengidentifikasi hal-hal yang dipromosikan, dinilai atau diklaim Pendukung Buta Ahok dimaksud, Berikut ini sejumlah penilaian/klaim keberhasilan Ahok dan tanggapan dari Tim STUDI NSEAS pimpinan Muchtar Effendi Harahap (MEH). 1. MRT: Pendukung Buta Ahok menilai Ahok berhasil membangun MRT dan LRT. Selama ini program ini terlambat 24 tahun. Gubernur2 sebelumnya tidak ada yang berani mengeksekusi program ini. Tanggapan NSEAS: MRT (Mass Rapid Transit) itu bukan program Ahok tetapi program Kementerian Perhubungan RI (Pusat). Di era Foke sudah dikerjakan studi kelayakan dan desain-desain teknis. Sesungguhnya program MRT itu program Pusat yang kini diteruskan ke Pemprov DKI. Pusat masih terlibat dalam pelaksanaan konstruksi, bukan semua dikerjakan oleh Pemprov. Persentase jalur MRT Lebak Bulus-Bundaran HI dapat diselesaikan: masih jauh di bawah target (50 %, 2015). Padahal program MRT direncanakan selesai tahun 2017 untuk tahap I (Lebak Bulus-Dukuh Atas) molor dari jadwal. Kalau LRT (Light memang dilaksanakan Pempov DKI dengan operator Jakpro (BUMD). Panjang lintasan LRT: masih tahap sangat awal konstruksi, mustahil tercapai target (103.320.000 orang/tahun, 2017). Program LRT direrencanakan tahun 2016 ini dicanangkan pembangunannya, belum terlaksana. 2. KJP (Kartu Jakarta Pintar): Pendukung Buta Ahok menilai Ahok berhasil menata dengan baik sehingga program tepat sasaran dan tidak ada yang bisa memanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Tanggapan NSEAS: Ahok menyatakan KJP nantinya bisa digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok (sembako). Targetnya paling lambat, sistem tersebut mulai efektif bisa diberlakukan Juli 2016. Buktinya? Nihil ! 3. KJS/BPJS: Pendukung Buta Ahok mengklaim, KJS/BPJS sama seperti KJP (Kartu Jakarta Pintar). Tanggapan NSEAS: BPJS itu program pusat, bukan Ahok. Bahkan peserta BPJS wajib bayar, kalau tidak bayar walaupun tidak membutuhkan jasa BPJS, dianggap berhutang sama BPJS. 4. Bank DKI: Pendukung Buta Ahok menilai Bank DKI maju dibawah Ahok Tanggapan NSEAS: Kalau Bank DKI maju mengapa modalnya ditambah oleh APBD? Meskipun untuk peningkatan modal pelaku usaha BUMD misalnya, tetapi hal itu tetap menunjukkan ketidakmmapuan Bank DKI untuk membiayai sendiri pelaku usaha tersebut. 5. Waduk/Sungai/Kali: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Waduk/Sungai/Kali dikeruk dan dibersihkan (termasuk waduk Pluit,) Tanggapan NSEAS: Benar untuk pemberihan Waduk Pluit oleh Pemrove DKI era Jokowi, bukan Ahok. Janji Ahok mau bangun waduk/situ di Selatan, tapi hingga kini masih nol, tidak ada realisasi. 6. Pemasangan Sheet Pile: Pendukung Buta Ahok mengklaim, pemasangan Sheet Pile (dinding turap) disemua sungai/danau/waduk. Tanggapan NSEAS: kalau untuk 13 sungai proyek Kemenpupr (Pusat) di Jakarta, termasuk Kali Ciliwung, bukan proyek Ahok, tapi Pusat kerjakan. Sedangkan untuk bersih-bersih Kali di DKI, bukan proyek Kemenpupr, adalah prakarsa era Foke, bukan Ahok. 7. Jalan Inspeksi Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok melaksanakan pembangunan jalan inspeksi di sepanjang kali/sungai. Tanggapan NSEAS: Untuk 13 sungai Proyek Pusat dikerjakan oleh Pusat, bukan Ahok. 8. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok berhasil melaksanakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Tanggapan NSEAS: Itu diprakarsai era Foke atas kebijakan Pemerintah Pusat, bukan era Ahok. 9. Reformasi Birokrasi: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok melaksanakan reformasi birokrasi (RB) di tubuh Pemprov DKI Tanggapan NSEAS: Kalau ada reformasi birokrasi kenapa penyerapan anggaran belanja renda? Padahal Kadis2 dipilih Ahok. 10. Mental PNS Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok memperbaiki Mental PNS menjadi lebih rajin dan tidak malas2an sewaktu melayani warga. Tanggapan NSEAS: tidak faktual rajin melayani masyarakat, bahkan penyerapan anggaran daerah DKI Jakarta tergolong rendah, yang berarti PNS malas2an urus anggaran. 11. Pembangunan 150 lebih RPTRA: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok membangun 150 lebih RPTRA. Tanggapan NSEAS: Itu bohong besar. Selama Ahok berkuasa baru belasan RPTRA selesai, bukan 150 lebih. Untuk RPTRA yang sudah dibangun, Pemprov DKI ternyata tidak membeli tanah sesuai regulasi DKI. Sudah tersedia tanah sebelumnya. Bahkan, bangunan RPTRA dibiayai dengan dana CSR perusahaan developver yang dipertukarkan dengan pemberiaan wewenang reklamasi pantai Utara untuk kepentingan bisnis para developer tersebut. Itupun waktu Ahok mau resmikan RPTRA, rakyat setempat usir Ahok. 12. Rusunawa: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok telah membangun Pembangunan 70.000 unit Rusunawa (Rumah Susun Sewa) Tanggapan NSEAS: Itu bohong besar. Baru ribuan, bukan puluhan ribu, unit terbangun. Pada 2014 dan 2015, pembangunan Rusun telah mencapai 6 tower dan 18 blok dengan total volume 2.478 unit. Pada 2016 pembangunan Rusunawa batal karena masalah tanah, yakni di Cengkareng barat, Jakarta Barat, dan Penjaringan, Jakarta Utara. Lahan di Cengkareng Barat diketahui bermasalah dugaan tindak pidana korupsi melibatkan Ahok. pada 2016 ini hanya terealisir 2.359 unit dari rencana 8.094 unit. 13. Pasukan Oranye/Biru/Hijau: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok berhasil membentuk pasukan oranye/biru/hijau. Tanggapan NSEAS: benar ada pasukan oranye di Kelurahan. Tapi, apa kerja mereka? Hanya bersih-bersih sampah dan air di jalanan saat hujan yang tak penting karena air itu juga akan mengering. Pasukan ini tidak efektif dan efisien, memotong pohon tumbang saat hujan saja tidak mampu. Sukanya dukuk2 kumpul sambil rokok, minum dan ngobrol-ngobrol 14. Jalan2 di Jakarta: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok telah menciptakan jalan2 di Jakarta lebih bersih dibanding jaman Gubernur terdahulu. Tanggapan NSEAS: sejak Gubernur Foke bahkan Sutioso jalan2 sudah biasa bersih. 15. Create E-Budgeting: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok telah creat E-Budgenting dan templatenya yang sekarang dipakai oleh semua instansi Pemerintah Pusat dan Daerah. Tanggapan NSEAS: E-Budgeting itu prakarsa Pusat diadop Pemprove DKI. Kalau berhasil, mengapa Ahok takut APBD dikorup sehingga minta tidak cuti saat kampanye Pilkada. 16. Monas: Pendukung Buat Ahok mengklaim, Ahok telah membersihkan Monas tanpa biaya, dirawat dan dikelola lebih professional sekarang. Tanggapan NSEAS: Ahok Ahok justru lakukan gusur paksa orang cari makan dan larang doa bersama bagi umat Islam di Monas. 17. PKL: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok telah menata, membina dan membiayai PKL agar lebih bersih, teratur dan tertib. Tangagpan NSEAS: justru Ahok tukang gusur dan mayikan cari makan puluhan ribuan PKL bahkan di komplek2 perumahan, nambah jumlah pengagguran dan kian miskin rakyat DKI. 18. Tanah Abang: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok telah merawat dan mempercantik Tanah Abang Kota Tua. Tanggapan NSEAS: Klaim doang. Tanah Abang yang mana ? Rusunawa Pejempongan, Tanah Abang, justru menjadi kumuh dan tidak terawat. 19. Taman CSR: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok telah melaksanakan pembangunan Taman-taman CSR sumbangan dari berbagai perusahaan. Tanggapan NSEAS: CSR bukan sukarela tapi sebagai pembayaran atas keputusan Ahok tentang reklamasi untuk pengembang pemberi CSR. CSR sebagai korupsi sandera negara kebijakan reklamasi yang rugikan ribuan KK nelayan. 20. Kalijodo: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahk telah menertibkan Kalijodo dan akan menjadi taman kota: Tanggapan NSEAS: bukan menertibkan kalijodo tapi sengsarakan ribuan jiwa [enghuni Kalijodo dengan gusur paksa rakyat, tanpa musyawarah dan ganti rugi. Ahok asbun, hingga hari ini tanah gusuran masih kosong, tidak ada kegiatan konstruksi. 21. Gedung Sekolah: Pendukung Buta Ahok mengkalim, Ahok telah membangun dan memperbaharui gedung-gedung sekolah. Tanggapan NSEAS: itu standar biasa saja, era Foke juga ada pembangunan sekolah. Program rehab sekolah belum ada realisasinya (terbentur lelang konsolidasi gagal). Banyak sekolah tahun sebelumnya sudah dikerjakan tidak bisa diselesaikan (mandeg dan terbengkalai). 22. Transjakarta: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Transjakarta lebih bersih, tepat waktu dan profesional. Bus-busnya diperbaharui dengan bus2 merek terkenal dan bagus (Scania, Mercedez, dll). Tanggapan NSEAS: Ahok gagal sediakan bus 1000 unit sesuai regulasi, malah dihancurkan 160 unit gagal beli dan buatan cino yang dikorupsi era Jokowi-Ahok. Bahkan, target waktu tunggu 3 menit, mimpi belaja, kkni masih diatas 20 menit. 23. Bus Zombie: Pendukung Buta Ahok mengklaim, bus2 Zombie dari berbagai angkot ditertibkan. Tanggapan NSEAS: Ahok gagal sediakan armada baru sesuai target pembaharuan armada ditetapkan regulasi Perda 2/2012 tentang RPJMD DKI Jakarta. Jumlah peremajaan armada angkutan umum: 1.000 unit (2013), 1.000 (2014), 1.000 (2015), 1.000 (2016), 1.000 (2017) dan total 2017 mencapai 5.000 unit. Peremajaan armada angkutan umum: masih jauh di bawah target (1.000 unit, 2015). Ahok gagal laksanakan peremajaan armada angkutan umum. 24. Jakarta Smart City, Qlue dan Crop: Pendukung Buta Ahok mengklaim, dengan Jakarat Smart City, Qlue dan Crop, warga bisa melihat semua kegiatan Pemprov DKI, menyampaikan keluhan CCTV, dll. Tanggapan NSEAS: kejahatan terus meningkat. CCTV ngak ngaruhi penurunan kejahatan. Bahkan, forum RT/RW menolak, klaim proyek aplikasi Qlue proyek korupsi dan tidak “terdaftar” di Kementerian membidangi Informasi dan Komunikasi. 25. Keluhan Langsung: Pendukung Buta Ahok mengklaim, warga sekarang bisa menyampaikan segala keluhan langsung ke Gubernur, Ahok. Tanggapan NSEAS: Ahok justru suka marah2 dengan rakyat yang ngaduh, bagaikan prilaku Psikopat. 26. Pembangunan 6000 CCTV: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok menyediakan 6000 CCTV, Tanggapan NSEAS: itu cuma buat proyek korupsi atau rampok uang negara. Kejahatan di DKI justru terus meningkat. 27. Relokasi Warga: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok melaksanakan relokasi warga kurang mampu dari tempat yang tidak layak huni (bantaran kali) ke tempat yang layak huni (Rusunawa) Tanggapan NSEAS: Ahok justru lakukan penggusuran paksa dan langgar HAM. Rusunawa gratis hanya sementara, setelah beberapa bulan rakyat digusur paksa harus bayar. Jika tak sanggup bayar dikeluarkan. Justru tambah beban rakyat tersebut. Semula rumah sendiri tanpa bayar, di Rusunawa menajdi bayar. 28. Pemberian fasilitas Gratis: Pendukung Buta Ahok mengklaim, ada pemberian fasilitas gratis (antar jemput sekolah, puskesmas, dll) ke semua warga Rusunawa. Tanggapan NSEAS: Itu bohong. Hanya 20 persen rakyat yang digusur paksa dapat dipindahkan ke Rusunawa. Itupun mereka banyak keluar dari Rusunawa karena diwajibkan bayar. Mereka tidak mampu bayar. Tatkala mereka sudah tidak lagi di Rusunawa karena bayar, mereka tidak lagi mendapatkan fasilitas gratis dimaksud. 29. PBB dan Pajak: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Ahok meniadakan PBB dan memperkecil pajak untuk masyarakat bawah. Tanggapan NSEAS: Bebas PBB itu hanya untuk tanah di kampung2 di bawah 1 miliyar Rp. Kalau di kompleks perumahan dan apartemen, tidak bebas PBB. Sadisnya, Ahok menaikkan PBB sampe 800 persen tanah dan bangunan di komplek perumahan dan apartemen dan juga di kampung. Bebas PBB itu hanya untuk pencitraan, secara kebijakan publik memeras uang rakyat DKI terlebih dahulu. 30. Semanggi Inter Change: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Semanggi Inter Change untuk mengurangi kemacetan di daerah Semanggi. Tanggapan NSEAS: Yang terjadi malah kian macet sekarang ini karena satu jalan ditutup dari Jalan Gatot Subroto ke Jalan Sudirman. Untuk level DKI, malah kota termacet se Dunia. 31. Rusun bagi Polri/TNI: Pendukung Buat Ahok mengklaim, Ahok membangun atau membuatkan Rusun bagi anggota Polri/TNI dan keluarganya. Tanggapan NSEAS: Yang membuat Rusun itu Kemenpupr (Pusat), bukan Pemprove DKI. Lagi pula itu kan untuk pejabat negara atau PNS, bukan untuk rakyat jelata. 32. Stadion Baru BMW: Pendukung Buat Ahok membanggakan, telah membangun stadion international baru BMW untuk membantu persepakbolaan Jakarta Tanggapan NSEAS. Bohong besar, tanahnya saja masih sengketa karena pengembang Cino mengklaim tanah BMW tanah mereka. Padahal tanah rakyat. Hingga kini masih sengketa dengan rakyat. Pemberi pendapat ini pasti ngak pernah ke taman BMW. 33. Mengeksekusi Program: Pendukung Buta Ahok mengklaim, Gubernur Ahok berani mengeksekusi program dan bukan sekedar wacana melulu. Tanggapan NSEAS: Kalau gusur rakyat miskin Ahok memang berani dan faktual. Tapi, gusur rumah Cino kaya langgar aturan tata ruang tak berani, atau larang praktek usaha pelacuran hotel Alexi ngak berani. Ahok ganas ke bawah, lunak ke atas. 34. Anggota DPRD dan SKPD DKI: Pendukung Buta Ahok mengklaim, anggota DPRD dan SKPD DKI tidak berani korupsi di zaman Ahok. Tanggapan NSEAS: terbukti sejumlah pejabat Pemprov DKI Jakarta dibawah Ahok tersangka korupsi, termasuk kasus UPS, dll. Bahkan Ahok tersandung 6 (enam) kasus korupsi di DKI hanya 3 (tiga) tahun berkuasa, termasuk kasus UPS, RSSW, Tanah Cengkareng, dan Reklamadi. 35. Pendukung buta Ahok mempromosikan Ahok berprilaku Islami karena membangun sejumlah Masjid di DKI, termasuk Masjid Jendral Sudirman di WTC dan Kantor Pemprov DKI. Tanggapan NSEAS: Ada kesaksian Adhyaksa Dault di medsos. tidak ada peran Ahok dlm pembangunan kedua Masjid itu. Mereka bohong besar !