Selasa, 26 Januari 2016

SEKITAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Para pengkritik penelitian dan perencanaan “dari atas” atau teknokratik menilai, kegagalan pembangunan masyarakat Dunia Ketiga selama ini salah satunya karena dalam penyusunan perencanaan, pembuat perencanaan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan apa sesungguhnya kebutuhan atau kehendak masyarakat itu sendiri. Masalah ini terus berlangsung di Republik ini sekalipun telah menyatakan dirinya memasuki era reformasi. Perencanaan elitis dan teknokratik masih berlaku. Hal ini terlihat jelas dari kebijakan pembangunan infrastruktur strategis yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat baik terkena langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan dimaksud. Dalam realitas obyketif dan pengelaman Dunia Ketiga, dipercaya bahwa Ttidak ada penelitian sosial dan perencanaan pembangunan dapat mendatangkan perbaikan terhadap kondisi sosial masyarakat bersangkutan sepanjang para peneliti dan perencanana menempatkan diri mereka sebagai “pakar” berdiri di luar realitas obyektif masyarakat sasaran penelitian dan perencanaan, juga memposisikan sasaran penelitian dan perencanaan (masyarakat) sebagai obyek hanya menjalani kehidupan realitas obyektif secara pasif. Para pengkritik penelitian sosial dan perencanaan pembangunan “dari atas” atau teknokratik menawarkan alternative pemikiran perencanaan pengembanagn masyarakat (community development). Penelitian dan perencanaan pengembangan masyarakat adalah proses perencanaan pembinaan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan dengan pendekatan “partisipatory” berbasis kebutuhan untuk mendorong tercapainya tahapan perkembangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Peneliti atau perencanaan harus menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat sasaran penelitian dan perencanaan dan memandang warga masyarakat bersangkutan sebagai yang mempunyai hak moral untuk mengatur kehidupan mereka, serta mempunyai keinginan dan kemampuan untuk berbuat demikian. Moralitas peneliti dan perencana wajib untuk memahami aspirasi masyarakat yang diteliti, dan mendampingi secara mental dan intelektual warga masyarakat sasaran penelitian dan perencanaan dalam usaha mereka untuk mendatangkan perbaikan mereka dambakan atau harapkan. Secara umum pengembangan masyarakat (community development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya. Selain itu, terdapat pengertian pengembangan masyarakat dalam sejumlah sumber antara lain: a) Pengembangan manusia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan manusia untuk mengontrol lingkungannya. b) Usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi, berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya. Manusia didorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil inisiatif dan mampu berdiri sendiri. c) Bertujuan mempengaruhi perikehidupan rakyat jelata dimana keberhasilannya tergantung sekali pada kemauan masyarakat untuk aktif bekerjasama. d) Usaha-usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat menggunakan dengan lebih baik semua kemampuan yang dimiliki, baik alam maupun tenaga, serta menggali inisiatif setempat untuk lebih banyak melakukan kegiatan investasi dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik. e) Evolusi terencana dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dia adalah sebuah proses dimana anggota masyarakat melakukan aksi bersama dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bersama. f) Upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh, untuk dan dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dalam semua aspek kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah. g) Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dalam suatu kesatuan wilayah ini mengandung makna bahwa pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan berwawasan lingkungan, sumberdaya manusia, sosial maupun budaya, sehingga terwujudnya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Jadi, pengembangan masyarakat merupakan sebuah proses peningkatan kualitas hidup melalui individu, keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan diri dalam pengembangan potensi dan skil, wawasan dan sumber daya yang ada untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan mengenai kesejahteraan mereka sendiri. Pengembangan masyarakat diarahkan untuk mencapai kesejahteraan, kemandirian, integrasi dengan penduduk sekitar, dan kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. Dengan demikian, pengembangan masyarakat dibatasi sebagai proses mendapatkan kekuasaan diri dalam pengembangan potensi dan skil, wawasan dan sumber daya yang ada untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan mengenai kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pengembangan masyarakat diarahkan untuk mencapai kesejahteraan, kemandirian, integrasi masyarakat dengan penduduk sekitar, dan kelestarian fungsi lingkungan secara keseluruhan. Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan partisipatif sangat sesuai dan dapat digunakan dalam mengantisipasi perubahan masyarakat dan lingkungan strategis. Dasar perencanaan pembangunan partisipatif yakni melakukan upaya perencanaan pembangunan atas dasar pemenuhan kebutuhan masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat mampu untuk berkembang dan mengatasi permasalahan secara mandiri, berkesinabungan dan berkelanjutan. Dua metode penelitian sosial dan perencanaan berdasarkan pendekatan penegmbanagn amsyarakat bersifat bottom-up, yakni Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Rural Appraisal (PRA). RRA (Rapid Rural Appraisal) merupakan metode penilaian keadaan masyarakat terutama perdesaan secara cepat. Metode RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan harus diambil segera. Metode RRA menyajikan pengamatan dipercepat dilakukan oleh dua atau lebih pengamat atau peneliti, biasanya dengan latar belakang akademis berbeda. Metode ini bertujuan untuk menghasilkan pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk menentukan perlu tidaknya penelitian tambahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Metode RRA mengandung 3 (tiga) konsep dasar: pertama, perspektif sistem; kedua, triangulasi dari pengumpulan data; ketiga, pengumpulan data dan analisis secara berulang-ulang (iterative). Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik terdiri dari: (1) Review data sekunder, termasuk peta wilayah dan pengamatan lapang secara ringkas; (2) Oservasi/pengamatan lapang secara langsung; (3) Wawancara dengan informan kunci dan lokakarya; (4) Pemetaan dan pembuatan diagram/grafik; (5) Studi kasus, sejarah lokal, dan biografi; (6) Kecenderungan; (7) Pembuatan kuesioner sederhana dan singkat; (8) Pembuatan laporan lapang secara cepat. Prinsip-prinsip harus diperhatikan dalam pelaksanaan RRA, antara lain: (1) Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan biaya, waktu, dengan perolehan informasi dapat dipercaya dan dapat digunakan dibanding sekadar jumah dan ketepatan serta relevansi informasi yang dibutuhkan; (2) Hindari bias, melalui introspeksi, dengarkan, tanyakan secara berulang-ulang, tanyakan kepada kelompok termiskin; (3) Triangulasi sumber informasi dan libatkan Tim Multi-disiplin untuk bertanya dalam beragam perspektif; (4) Belajar dari dan bersama masyarakat; (5) Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check dan jangan terpaku pada bekuan telah disiapkan. Dalam prakteknya, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh “orang luar” dengan tanpa atau sedikit melibatkan masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian dan perencanaan “cepat dan kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik. Metode RRA pada dasarnya merupakan proses belajar intensif untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat. Dalam penggunaan metode ini, diperlukan cara kerja khas, seperti Tim Kerja Kecil bersifat multidisiplin, menggunakan sejumlah metode, cara, dan pemilihan teknik khusus, untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman terhadap kondisi perdesaan. Cara kerja dipusatkan pada pemahaman pada tingkat komunitas lokal digabungkan dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memahami permasalahan di perdesaan, komunikasi dan kerjasama di antara masyarakat desa dan peneliti dan perencana pembangunan (development agent) sangat penting. Di samping itu, metoda RRA juga berguna dalam memonitor kecenderungan perubahan di perdesaan untuk mengurangi ketidakpastian terjadi di lapangan dan mengusulkan penyelesaian masalah memungkinkan. Metode penelitian dan perencanaan berikutnya dalam pendekatan pengembanagn masyarakat adalah PRA (Participatory Rural Appraisal). Metode PRA bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana program pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Sebagai kelompok metode pendekatan memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. PRA merupakan penyempurnaan dari RRA. PRA dilaksanakan lebih banyak melibatkan “orang dalam” terdiri dari semua stakeholders dengan difasilitasi oleh orang-luar lebih berfungsi sebagai narasumber atau fasilitator dibanding sebagai instruktur. Dasar pemikiran PRA yakni pendekatan dengan penekanan pada keterlibatan atau peranserta masyarakat dalam keseluruhan kegiatan antara lain: (1) Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait dengan topik penilaian keadaan; (2) Analisis keadaan masa lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depan; (3) Identifikasi tentang perubahan terjadi dan alasan atau sebab-sebabnya; (4) Identifikasi (akar) masalah dan alternatif pemecahan masalah; (5) Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman atau analisis strength, weakness, opportunity, and treat (SWOT) terhadap semua alternatif pemecahan masalah; (6) Pemilihan alternatif pemecahan masalah paling layak atau dapat diandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya); (7) Rincian tentang stakeholders dan peran diharapkan dari para pihak, serta jumlah dan sumber pembiayaan dapat diharapkan untuk melaksanakan program/ kegiatan akan diusulkan/ direkomendasikan. Instrumen digunakan dalam pelaksanaan metoda PRA sama dengan digunakan RRA. Namun, berbeda dalam tingkat partisipasi masyarakat desa dalam praktik di lapangan. Masyarakat desa dilibatkan dalam PRA memainkan peran lebih besar dalam pengumpulan informasi, analisis data dan pengembangan intervensi seperti pada program-program pengembangan masyarakat didasarkan pada pengertian terhadap program secara keseluruhan. Proses ini akan memberdayakan masyarakat dan memberi kesempatan kepada mereka untuk melaksanakan kegiatan dalam memecahkan masalah mereka sendiri lebih baik dibanding dengan melalui intervensi dari luar.

Jumat, 22 Januari 2016

JANJI KAMPANYE JOKOWI-JK TENTANG PEMBENTUKAN BANK NELAYAN

Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan kecenderungan pelemahan pertumbuhan ekonomi seiring dengan penurunan kinerja perekonomian global. Kemiskinan terjadi pada masyarakat kelautan dan perikanan merupakan salah satu masalah pokok nasional. Untuk penanggulangan masalah kemiskinan ini harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pada tahun 2007 pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat telah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri merupakan program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, pelaksanaan PNPM Mandiri merupakan pelaksanaan dari prioritas nasional ke-4 yaitu Penanggulangan Kemiskinan. Pelaksanaan PNPM Mandiri juga merupakan pelaksanaan dari kebijakan percepatan dan perluasan program pro rakyat, khususnya pada klaster 2. Target yang diharapkan adalah Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat serta Perluasan dan Peningkatan Kesempatan Kerja, sehingga pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan. Sejak tahun 2009 di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan sebagai PNPM sektoral atau pendukung dengan target sasaran karakteristik kelompok usaha tertentu. Kemudian mulai tahun 2011 PNPM Mandiri KP dilakukan melalui tiga komponen yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) serta Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) Dalam pelaksanaannya, PNPM Mandiri KP mengikuti delapan ciri-ciri dasar PNPM Mandiri, yaitu: 1. Mendukung tersedianya anggaran untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan skala desa/kelurahan masyarakat yang dicairkan langsung oleh pemerintah ke rekening lembaga yang berbasis kelompok usaha/kelompok masyarakat. 2. Ada pendampingan dan pengawasan secara menerus dari program. 3. Ada tindakan untuk memperkuat pemihakan kepada kepentingan kaum perempuan dan kaum yang hampir miskin. 4. Mendorong dan memperkuat peran dan fungsi kelembagaan (buat penjelasan lebih lanjut di pedoman teknis) yang berbasis kelompok usaha/kelompok masyarakat. 5. Pengambilan keputusan atas pendanaan kegiatan-kegiatan melalui musyawarah masyarakat atau musyawarah wakil-wakil masyarakat. 6. Masyarakat memilih dan mengevaluasi kinerja Tim Pengelola Kegiatan dan Dana secara demokratis. 7. Pelaksanaan kegiatan secara swakelola oleh organisasi/kelompok masyarakat. 8. Melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Di lain fihak, kebijakan program pemberdayaan KKP juga mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2012 tentang Rencana Strategis Kementerian kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014. Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan 4 (empat) pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan), dan pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan). Selanjutnya, untuk ke depan mengacu pada Kebijakan pemberdayaan KKP tertuang di dalam Peraturan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor 25/PERMEN-KP/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2015-2019. Namun, hingga tahun 2015 ini, dalam hal permodalan usaha dari pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya masih menjadi permasalahan utama. Dalam rangka pengembangan usaha,permasalahan utama yangdihadapi adalah masih adanya keterbatasan dukungan permodalan usaha dari pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya kepada paranelayan/pembudidaya. Dalam kaitan ini, nelayan/pembudidaya ikan masih mengalami kesulitan mengakses permodalan atau kredit akibatterkendala oleh pemenuhan persyaratan prosedural perbankan. KKP mulai tahun 2012 melaksanakan beberapa kebijaksanaan baru yakni Program Peningkatan Kehidupan Nelayan merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dan pengembangan Masterplan Percepatan dan PerluasanPembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di 3 Koridor Ekonomi terkaitdengan sektor kelautan dan perikanan. Salah satu prioritas kebijakan KKP mengacu pada Renstra 2010-2014, yakni penanggulangan dan pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir. Penurunan tingkat kemiskinan nasional absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8-10% pada 2014 dan perbaikan distribusi pendapatan denganpelindungan sosial berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakatdan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpendapatanrendah. Penanggulangan Kemiskinan, dalam implementasinya dilaksanakan untuk memberikan kontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan nasional, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat berpendapatan rendah, khususnya nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil kelautan dan perikanan, serta petambak garam melalui perluasan jangkauan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan, ProgramPeningkatan Kehidupan Nelayan (klaster 4), pengembangan lembaga pembiayaan kelautan dan perikanan, peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan menjadi usaha bankable. Realitas obyektif kemiskinan pada masyarakat kelautan dan perikanan merupakan salah satu masalah pokok nasional dan perlunya peningkatan kehidupan nelayan, pengembangan lembaga pembiayan kelautan dan perikanan, peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan menjadi usaha bankable, sangat relevan dengan prakarsa pembentukan Bank Nelayan. Prakarsa`pembentukan Bank Nelayan telah muncul saat Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi dan Yusuf Kalla, dalam Pilpres 2014. Pasangan ini menjanjikan, jika terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, akan menggarap Bank Nelayan, dipercaya mengurangi kemiskinan. Bank Nelayan adalah Bank dibuat khusus untuk melayani para nelayan. Bahkan, muncul wacana “spin-off” Bank BRI untuk dijadikan Bank Nelayan guna menggerakkan perekonomian dari sektor agromaritim. Bank ini dibuat karena mereka (nelayan) tidak bisa berinvestasi untuk membeli kapal atau peralatan lain karena penghasilan mereka melaut habis untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Bank Nelayan akan memberikan subsidi bunga kepada nelayan sehingga mereka bisa mendapatkan pinjaman lunak untuk pengadaan perahu mesin dan berbagai perangkat nelayan lain. Selain Bank Nelayan, Pasangan ini juga berjanji, akan membangun infrastruktur penunjang kegiatan nelayan termasuk listrik dan jalan dan pembangunan 100 sentra perikanan seperti tempat lelang ikan, fasilitas penyimpanan dan pengolahan terpadu. Kedepan Bank Nelayan akan bekerja sama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank BUMN lain, mempunyai jaringan luas di desa-desa. Dalam pengelolaannya, Bank Nelayan akan memonitor semua transaksi dengan para nelayan bersangkutan. Janji kampanye ini mendapatkan beragam tanggapan positif, baik dari masyarakat nelayan maupun pengamat nelayan. Beberapa tanggapan positif dimaksud: 1. Bank Nelayan ini akan sangat membantu para nelayan kecil untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan dasar seperti penyediaan alat-alat tangkap, peminjaman usaha modal kerja, pengadaan kapal nelayan, usaha hulu hingga hilir di sektor perikanan dan kelautan, pendidikan dan kesehatan nelayan, perumahan nelayan kecil, transaksi dengan Negara asing untuk nelayan. 2. Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), kalau tidak mau tergerus, nelayan harus dibantu dengan menyediakan Bank Nelayan yang bisa memberikan bantuan untuk segera membenahi persiapan dan kesiapan, termasuk untuk ekspor-impor hasil perikanan nelayan. Bank Nelayan akan menjadi sokoguru perdagangan sektor perikanan dan kelautan di musim MEA. 3. Jika dibandingkan dengan segudang program berupa bantuan pemerintah kepada nelayan kecil, maka kebutuhan permodalan untuk mendirikan Bank Nelayan bisa lebih irit. Jika anggaran diperuntukkan bagi nelayan dipergunakan mendirikan Bank Khusus nelayan, nelayan pasti dibantu lewat Bank Nelayan. 4. Boleh saja setiap sektor memiliki Bank Khusus, seperti Bank Nelayan, Bank Tani dan lain sebagainya. Namun, perlu upaya sangat serius dan harus memiliki standar tegas dan jelas agar pro nelayan dan petani. BRI sekarang berasal dari Bank Khusus Tani, Nelayan. Kini menjadi Bank umum. Memang fokusnya seharusnya untuk masyarakat kecil. Dengan sistem keuangan perbankan memang bisa melakukan banyak hal, bisa membantu sektor-sektor riil yang ada seperti bidang kelautan dan perikanan. Tetapi, dalam kenyataannya, Jokowi-Jk tidak menepati janji kampanye ini. Bahkan, prakarsa pembentukan Bank Nelayan sirna begitu saja seakan-akan “dielan bumi”. Padahal, pembentukan Bank Nelayan ini tidaklah membutuhkan regulasi atau Undang-Undang khusus, sangat tergantung kemauan politik Jokowi-Jk. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menilai, meski memiliki kemampaun, Pemerintah tidak menunjukkan keinginan untuk mendirikan Bank Nelayan yang secara khusus melayani permodalan dan perkreditan untuk nelayan. Padahal, semasa kampanye Pilpres Presiden Jokowi pernah mewacanakan spin-off Bank BRI untuk dijadikan Bank Nelayan guna menggerakkan perekonomian dari sektor agromaritim. Kalau Bank Nelayan sulit untuk direalisasikan, Herman menyarankan pemerintah menugaskan Bank BUMN/BUMD membuat unit khusus untuk membiayai sektor perikanan yang terintegrasi dengan sektor pertanian. “Ini bukan soal kemampuan, tapi soal kemauan. Kemampuan pemerintah ada tapi kemauannya yang tidak ada,” ujar Herman.