Minggu, 01 Januari 2012

PERAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN POLITIK

I.PEMBANGUNAN POLITIK

Dalam dunia akademis ilmu politik, kita dapat menemukan bermacam-macam pengertian “pembangunan politik”. Tidak ada keseragaman di kalangan Ilmuwan Politik dalam mendefinisikan pengertian “Pembangunan Politik. Namun, di Indonesia, para Ilmuwan Politik cenderung suka dengan pengertian dibuat oleh seorang Ilmuwan Politik Amerika Serikat, yakni Lucian W. Pye.
Lucian W. Pye membuat pengertian “pembangunan politik” konprehensif karena ada 10 (sepuluh) arti berkaitan dengan pengertian pembangunan politik, yaitu:

1.Prasarat utama bagi pembangunan ekonomi.
2.Ciri khas pembangunan industri.
3.Operasionalisasi negara bangsa.
4.Modernisasi politik.
5.Pembangunan administrasi dan hokum.
6.Mobilisasi dan partisipasi massa.
7.Pembinaan kehidupan demokrasi.
8.Stabilitas dan perubahan teratur.
9.Mobilisasi dan kekuasaan.
10.Proses perubahan sosial multidimensional.

Namun, jika kita membaca kata “pembangunan politik” dilontarkan Pemerintah, maka pengertian pembangunan politik bermakna, membangun sistem politik demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan. Sementara, sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional, melainkan juga terhadap dinamika sistem lain menunjang penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Pembangunan sistem politik demokratis tersebut diarahkan agar mampu mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia dan semakin mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia akan memberikan ruang sesemakin luas bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, pembangunan politik di Indonesia harus berhadapan dengan proses demokratisasi sedang berjalan dewasa ini.
Pembangunan politik diharapkan tumbuh dan berkembang bersama dengan bidang kehidupan lain dalam masyarakat secara simultan agar dapat memberikan kontribusi optimal bagi terwujudnya sistem politik nasional berkedaulatan rakyat, demokratis, dan terbuka. Pembangunan politik dilaksanakan melalui tiga komponen kegiatan yakni:

1.Perbaikan struktur Politik
2.Peningkatan kualitas proses politik
3.Pengembangan budaya politik.

Tujuan pembangunan politik, menyempurnakan konstitusi sesuai dengan dinamika kehidupan politik nasional dan aspirasi masyarakat serta perkembangan lingkungan strategis internasional, mengembangkan institusi politik demokrasi, dan mewujudkan netralitas pegawai negeri sipil, polisi dan militer, serta memantapkan mekanisme pelaksanaan. Sasarannya, terwujudnya struktur politik demokratis, berintikan pemisahan kekuasaan tegas dan keseimbangan kekuasaan serta terwujudnya peningkatan kapasitas lembaga negara dalam menjalankan peran, fungsi dan tugas dan dalam menerapkan mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balances).
Pembangunan politik di Indonesia dapat bermakna, peningkatan kualitas proses politik, yakni meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, meningkatkan kualitas partai politik dan organisasi kemasyarakatan, serta partisipasi politik rakyat. Sasarannya, terwujudnya pemilu demokratis dan transparan, terwujudnya sistem kaderisasi dan mekanisme kepemimpinan nasional transparan dan akuntabel (accountable), serta tersedianya fasilitas penyaluran aspirasi masyarakat.

Kegiatan utama mencakup:
a.Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemilihan umum.
b.Meningkatkan kredibilitas dan independensi lembaga penyelenggara pemilu.
c.Menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul setiap warga negara melalui organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan dipilihnya berdasarkan aspirasi masing-masing, antara lain menyempurnakan UU Keormasan.
d.Menyediakan fasilitas peratuarn perundang-undangtan menjamin kebebasan masyarakat dalam berpolitik sesuai dengan aspirasi dan kepentingan politiknya.

Pembangunan politik juga dapat bermakna pengembangan budaya politik, yakni meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban politiknya, meningkatkan kualitas komunikasi dan kapasitas kontrol politik masyarakat, serta membangun karakter bangsa kuat (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat Indonesia maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil, dan makmur Sasarannya, yakni terpenuhinya hak dan kewajiban politik masyarakat termasuk pemuda secara maksimal sesuai dengan kedudukan, fungsi, dan perannya dalam sistem politik nasional.
Kegiatan utama mencakup:

Menjamin keberlanjutan pers bebas untuk tumbuh secara sehat dan bertanggung jawab.

a.Mewujudkan budaya politik demokratis.
b.Meningkatkan kesadaran terhadap kesetaraan dan keadilan gender dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban politik setiap warga negara secara adil dan bertanggung jawab.
c.Melaksanakan pendidikan politik, pembelajaran demokrasi, dan wawasan kebangsaan bagi pemuda.
d.Memasyarakatkan dan menerapkan prinsip kebersamaan dan anti diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi pemuda.

Penyelenggara negara mempunyai peran sangat menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Untuk itu, langkah-langkah dilakukan adalah pelaksanaan program pengawasan aparatur negara; penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas pelayanan public; peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Pembangunan politik juga bermakna, pengawasan aparatur negara, yakni mewujudkan aparatur negara bersih, berwibawa, dan bebas KKN. Sasarannya, memberantas KKN di lingkungan aparatur negara didukung dengan penegakan peraturan perundang-undangan, peningkatan kinerja, dan profesionalisme aparatur negara baik di pusat maupun daerah. Kegiatan utama mencakup:

a.Mengembangkan sistem informasi pengawasan secara transparan dan akuntabel (accountable).
b.Meningkatkan kualitas informasi sistem pengawasan dipadukan dengan kebijakan peningkatan kualitas perencanaan, pemantauan, pengendalian, dan pelaporan.
c.Menegakkan etika dan moral di lingkungan aparat audit internal pemerintah dan menindaklanjuti hasil pengawasan internal secara transparan serta penegakan aturan disiplin PNS.
d.Melaksanakan peraturan perundang-undangan terkait dengan Penyelenggara Negara Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme secara konsisten.
e.Menyusun dan mengembangkan sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai tolok ukur keberhasilan dan/atau kegagalan pelaksanaan tugas utama dan fungsi instansi pemerintah.
f.Mengefisienkan struktur kelembagaan terkait di bidang aparat pemeriksa.

II.DEMOKRATISASI DI INDONESIA

Salah satu perubahan politik besar di Indonesia adalah munculnya kekuatan reformasi mendorong keruntuhan kekuasaan rezim Suharto, Mei 10 tahun silam (1978). Perubahan itu kemudian hingga kini dikenal sebagai era reformasi. Munculnya kekuatan reformasi sebagai lawan kekuatan Orde Baru rezim Suharto sesungguhnya merupakan reaksi dari keadaan apa adanya (realitas obyektif) sosial politik, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia di bawah kekuasaan Presiden Soeharto saat itu. Keadaan dimaksud antara lain:

1.Lembaga kepresidenan (Soeharto) terlalu dominan menentukan.
2.Sentralisasi kekuasaan demikian kuat berada di satu tangan sehingga tidak berlebihan menyebutnya “one man show politics”, “semua kembali kepada Suharto”.
3.Sistem pemilihan Presiden dan Wakil melalui perwakilan MPR; sebagian anggotanya diangkat oleh Presiden.
4.Kepartaian sebagai salah satu pilar demokrasi, telah sangat dibatasi. Melalui UU No. 3 Tahun 1975 tentang Parpol dan Golkar, rezim Suharto menyederhanakan jumlah partai menjadi hanya 3 partai: PPP, PDI dan Golkar. Secara formal partai banyak, tapi substansial partai tunggal, yakni Golkar sangat dominan dalam pengambilan keputusan publik. Pemilu tidak Jujur dan Adil (Jurdil), dan Pemerintah sangat memihak pada Golkar. Dalam 5 Pemilu (1997, 1982, 1987, 1992, 1997), pesertanya hanya PPP, PDI dan Golkar. Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI hanya pelengkap atau ”ornamen” semata.
5.Dalam hal kebebasan pers, rezim Suharto juga sangat membatasi. Acapkali terjadi Pemerintah melakukan penyensoran, pembredelan dan penghentian siaran terhadap media.
6.Dalam hal kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat dan berkumpul acap kali mendapatkan pembatasan baik melalui kekerasan maupun peraturan-peraturan Pemerintah, terutama perizinan dari instansi militer sesungguhnya tidak memiliki “kompetensi” untuk urusan masyarakat sipil.
7.Penegakan HAM masih sangat rendah dan lembaga peradilan kurang independen.
8.Di bidang kelembagaan negara, tidak ada kesetaraan (equity) di antara lembaga tinggi negara. Peranan MPR tidak jelas sebagai lembaga legislatif.
9.Rekruitmen (penempatan) jabatan politik serba tidak terbuka (tertutup), tidak ada penegakan prinsip “meritokrasi”, cenderung “nepotisme” atau KKN.
10.Birokrasi berfungsi sebagai “badan pelaksana” kebijakan diambil eksekutif. Tak jarang hanya untuk memperkuat posisi eksekutif.
11.Kebijakan publik tidak transparan. Bahkan menurut Lembaga Riset Transparancy International (1995), saat itu Indonesia sudah berada di peringkat pertama negara terkorup di Dunia.

Keadaan apa adanya sosial politik semacam ini berjalan dapat dibilang sekitar 30 tahun, berujung pada krisis keuangan dan ekonomi sehingga mempercepat kenaikan kekuatan reformasi untuk menjatuhnya kekuasaan rezim Orde Baru Suharto. Bersama mahasiswa, kekuatan kelas menengah dan Islam (reformasi), melakukan aksi-aksi politik untuk mendesak lembaga-lembaga negara mencabut dukungan terhadap rezim Suharto sekaligus meminta Suharto mundur dari jabatan Presiden. Kenyataan apa adanya (realitas obyektif) di atas antara lain menggelombangkan kekutan reformasi untuk menuntut “reformasi total“ politik, ekonomi maupun hukum.

Di lain fihak, kekuatan mahasiswa reformis mengajukan tuntutan politik, yakni 7 agenda reformasi:
1. Amandemen UUD 1945.
2. Hapuskan KKN;
3. Adili Soeharto.
4. Hapuskan Dwifungsi ABRI.
5. Otonomi Daerah.
6. Penegakan Hukum.
7. Pertanggungjawaban Orde Baru

IV.KEMAJUAN PROSES DEMOKRATISASI

Setelah sekitar 13 tahun gelombang reformasi dan demokratisasi di Indonesia, sesungguhnya telah terdapat sejumlah perubahan politik:

1.Amandemen Konstitusi UUD 1945.

Sebagai hukum dasar dan tertinggi dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, UUD 1945 telah mengalami perubahan sejak tahun 1999 hingga 2002. Perubahan konstitusi ttersebut telah mengubah paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara mengubah pula corak dan format kelembagaan serta mekanisme hubungan antar lembaga negara ada. Perubahan UUD 1945 telah menghasilkan rumusan UUD jauh lebih kokoh menjadi hak konstitusional warga negara. Adanya Butir Perubahan Mendasar: dari demokrasi perwakilan menjadi demokrasi langsung. Pasal 6A UUD 1945, mengatur sistem pemilihan presiden dan wakil presiden tidak lagi melalui perwakilan MPR, tetapi langsung dipilih oleh rakyat melalui suatu proses pemilihan umum. Perubahan Konstitusi juga telah memasukkan Bab khusus tentang HAM, terdiri dari 10 pasal. Juga dalam Konstitusi hasil amandemen telah ditetapkan adanya Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Telah terbentuk DPD mewakili seluruh Daerah Propinsi di Indonesia.
Amandemen UUD 45 telah menggeser kekuasaan membuat UU sebelumnya pada pemerintah kepada kekuasaan legislatif DPR. Telah meningkat produktivitas pembuatan UU: era Suharto (1994-98) 61 UU; BJ Habibie (1998-99) 75 UU; Abdurahman Wahid (1999-2001) 51 UU; Megawati (2001-04) 115 UU; da, SBY (20 okt 2004-Mei 2008) 97 UU
Kemajuan juga terlihat dari pembentukan Komisi Yudisial (KY). Komisi ini bersifat mandiri berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Bahkan, terdapat ketentuan radikal, yakni sekurang-kurangnya 20 % dari APBN dan APBD untuk pengelolaan pendidikan nasional (pasal 31, ayat 4), dll.
Sebagai konsekuensi reformasi konstitusi, telah dibentuk Mahkamah Konstitusi sepanjang Orde Baru, tidak pernah ada lembaga kenegaraan semacam ini. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara kewenangannya diberikan oleh UUD, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilu. MK telah bekerja, misalnya penyelesaian Sengketa Pilpres Tahap I (2004) dan Judicial Review UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI

Satu agenda lain mahasiswa, yakni penghapusan dwi fungsi ABRI. Tuntutan ini telah berhasil dipenuhi. Telah terjadi penghapusan dwifungsi ABRI antara lain melalui kebijakan reposisi TNI/Polri: pemotongan institusi TNI dari keterlibatan dalam politik pemerintahan; seluruh Anggota DPRD (Provinsi, Kabupaten dan Kota), DPR dan DPD dipilih rakyat pada Pemilu 2004.; pemisahan Polri dari TNI. Selanjutnya, telah terbit UU Pertahanan memperjelas fungsi TNI (meski masih diperlukan berbagai regulasi lain). Kini terus berkembang wacana publik untuk merumuskan gagasan mendasar berkenaan masalah keamanan (security) dan pertahanan, struktur TNI dll.
3. Penghapusan KKN
Hapuskan KKN sebagai tuntutan lain mahasiswa reformasi juga mendapat respons positif walaupun berlahan-lahan. Salah satu respons yakni MPR telah menerbitkan TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Bersih dan Bebas KKN. Juga telah dibentuk suatu lembaga untuk pemberantasan KKN semacam Komisi Pemberantasan KKN.

4. Kehidupan Kepartaian

Kehidupan kepartaian juga sangat berubah dalam era reformasi ini. Berbagai regulasi telah dibuat untuk memenuhi tuntutan sistem kepartaian banyak. Sebagai pilar demokrasi, kepartaian telah diatur melalui UU Parpol No. 2 Tahun 1999 di bawah pemerintahan Habibie. Lebih 200 parpol telah terbentuk dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan 44 Parpol sebagai Peserta Pemilu 1999. Selanjutnya, UU Parpol No. 31 Tahun 2002 di bawah pemerintahan Mega-Hamzah telah memberi peluang/kesempatan pendirian sekitar 200 ratus parpol. Terdapat 24 partai politik sebagai peserta Pemilu anggota legislatif tahun 2004. Selanjutnya, UU Parpol tahun 2007 di bawah pemerintahan SBY-JK. lebih 50 parpol telah lolos verifikasi badan hukum Departemen Kehakiman & HAM Sebanyak lebih 60 parpol resmi mendaftar sebagai peserta Pemilu 2009 ke KPU (s/d hari penutupan pendaftaran, 12 Mei 2008). Peserta Pemilu 2009 semakin lebih banyak ketimbang Pemilu sebelumnya.

5. Pelaksanaan Pemilu

Pelaksanaan Pemilu juga sangat berbeda di era reformasi, relatif jurdil (jujur dan adil). Dasar hukum semula dibuat adalah UU Pemilu No. 3 Tahun 1999, dibawah pemerintahan Habibie. Telah terlaksana Pemilu 1999 relatif lebih kompetitif (bersaing), adil dan jujur dan melibatkan banyak (48) Parpol. UU Pemilu No. 12 Tahun 2003 mengkondisikan sistem pemilihan lebih terbuka ketimbang sebelumnya dan lebih detail ketentuan penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa Pemilu.
UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden No. 23 Tahun 2003 sebagai tindak lanjut dari perubahan konstitusi Pasal 6 A UUD 1945. Dengan berbagai kelemahan dalam hal penegakan prinsip jujur dan adil (jurdil), pada tahun 2004 telah dilaksanakan Pemilu anggota legislatif tanpa terjadinya konflik menifest dan kekerasan. Pada 2004 telah dilaksanakan Pilpres secara langsung sesuai Pasal 6A UUD 1945. Telah dilaksanakan juga pemilihan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) secara langsung pada Pemilu 2004.
Di bawah rezim SBY-JK, telah terbit UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD. UU ini telah menjadikan Pilkada sebagai rezim Pemilu. Salahsatu ketentuan penting UU ini mengenai parlemantry treshold (PT), yakni parpol peserta pemilu memperoleh suara sah kurang dari 2,5 % dari total suara sah, tidak akan dapat memproleh kursi di DPR. Namun, parpol bersangkutan masih bisa mengikuti Pemilu 2014 mendatang.

6. Otonomi Daerah

Otonomi daerah juga mengalami kemajuan sesuai dengan tuntutan mahasiswa. UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah memuat desentralisasi pemerintahan dan distribusi dana sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat dan DPRD tidak memiliki wewenang lagi untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Penganti UU. No.22 Tahun 1999). Kini setidaknya telah dilaksanakan lebih seratus Pilkada Kabupaten/Kota dan lebh dua puluh Pilkada Propinsi, memberikan kedaulatan langsung ditangan rakyat tanpa diwakilkan.
Sebagai hasil judicial review UU No. 32 Tahun 2004, MK memutuskan antara lain: partai politik tidak memiliki kursi di DPRD, tetapi memiliki 15 % suara dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu bisa mengajukan Pasangan Calon. MK juga telah memutuskan untuk diperkenankannya calon perorangan ikut sebagai peserta Pilkada. Diperkirakan sejak bulan Juni 2008, calon perorangan sudah boleh mengikuti Pilkada Kabupaten/Kota seperti akan dilaksanakan di Kabupaten Deli Serdang, Lagkat, Batubara, Tapanuli Utara, Padang Bolak, Padang Bolak Utara dan Dairi.
7. Kebebasan Pers dan Kebebasan Berserikat
Payung hukum untuk kebebasan pers telah diterbitkan segera setelah jatuhnya rezim Suharto, yakni UU Pers No. 40 Tahun 1999. Tidak boleh ada lagi penyensoran, pembredelan dan penghentian siaran terhadap media oleh Pemerintah. Di bawah UU Pers ini telah berdiri ratusan media massa cetak dan belasan media audio visual (TV) di seantero ini. Hal ini tak pernah terjadi di Indonesia. Juga telah terbentuk Dewan Pers dan Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) sebagai kelompok kepentingan masyarakat madani dalam dunia pers dan penyiaran. Juga organisasi profesi wartawan tidak hanya PWI (tunggal), tetapi telah berdiri beragam organisasi profesi wartawan lain seperti AJI (Aliansi Jurnalis Independen).

Kebebasan berserikat juga mengalami kemajuan pesat. Beragam bentuk organisasi kemasyarakatan dan politik sebagai bagian masyarakat madani telah tumbuh berkembang dalam era reformasi, antara lain parpol, pers, perhimpunan, Ornop/LSM, Ormas, OKP, assosiasi kelompok kepentingan, penampungan keluhan warganegara (Ombudsman, Watch. Pengorganisasian masyarakat madani ini merupakan proses demokratisasi dan komponen demokrasi. Telah terbit UU yg menjamin kebebasan dan memberikan ruang bagi warganegara baik secara individual maupun kelompok melakukan aksi politik dalam bentuk demonstrasi dan unjuk rasa kepada lembaga pemerintahan. Hampir setiap minggu kita menemukan berita adanya aksi demonstrasi atau protes massal baik terhadap pemerintahan maupun dunia usaha. Bahkan, telah berdiri Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai tindak lanjut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

III.PERMASALAHAN UTAMA PEMBANGUNAN POLITIK

Persoalan utama pembangunan politik di Indonesia saat ini antara lain:

1.Adanya ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Untuk itu, Memperkuat keberadaan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertumpu pada ke-bhinekatunggalika-an. Untuk menyelesaikan masalah-masalah mendesak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perlu upaya rekonsiliasi nasional diatur dengan undang-undang.

2.Belum akomodatifnya konstitusi (UUD 1945) dan perundang-undangan ada terhadap dinamika perubahan masyarakat. Untuk itu, perlu menyempurnakan Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan perkembangan kebutuhan bangsa, dinamika dan tuntutan reformasi, dengan tetap memelihara kesatuan dan persatuan bangsa, serta sesuai dengan jiwa dan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Juga perlu meningkatkan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dengan menegaskan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan jelas antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

3.Rentannya konflik, baik vertikal maupun horizontal.
Untuk itu, perlu mengembangkan sistem politik nasional berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka, mengembangkan kehidupan kepartaian menghormati keberagaman aspirasi politik, serta mengembangkan sistem dan penyelenggaraan pemilu demokratis dengan menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang politik.

4.Menguatnya gejala disintegrasi bangsa sering kali mencari pembenaran dan dukungan dari pihak luar negeri tertentu dan merebaknya berbagai tindak kekerasan dan aksi massa sering kali memaksakan kehendak.
Untuk itu, perlu memasyarakatkan dan menerapkan prinsip persamaan dan anti-diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membangun bangsa dan watak bangsa (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat Indonesia maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil dan makmur.

5.Ketidaknetralan serta keberpihakan pegawai negeri sipil (PNS) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terhadap kepentingan penguasa.
Untuk itu, Menindaklanjuti paradigma baru Tentara Nasional Indonesia dengan menegaskan secara konsisten reposisi dan redefinisi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara dengan mengoreksi peran politik Tentara Nasional Indonesia dalam kehidupan bernegara. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam merumuskan kebijaksanaan nasional dilakukan melalui lembaga tertinggi negara Majelis Permusyawaratan Rakyat.

6.Lemahnya pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara, sehingga menjadi penyebab meluasnya tindakan KKN.
Untuk itu, perlu meningkatkan kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif terhadap kinerja lembaga-lembaga negara dan meningkatkan efektivitas, fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara.

7.Belum terlaksananya prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan baik (good governance); lemahnya kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara, dan lemahnya kapasitas sumber daya manusia.
Untuk itu, perlu ditingkat kegiatan reformanasi birokrasi (RB) dapat merubah perilaku Sumber Daya manusia (SDM) Aparatur Pemerintah dari “suka dilayani” menjadi “suka melayani” masyarakat dan memberikan pelayanan prima kepada publik.

IV.PERAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMUDA

Dalam keadaan Indonesia sedang mengalami proses demokratisasi dan beragam permasalahan pembangunan politik, lalu pertanyaan dasar adalah: apa peran dan tanggungjawab pemuda? Pertanyaan ini, marilah kita sama-sama mencari jawabannya!

Untuk menyamakan persepsi dan pandangan tentang peduma dan kepemudaan, kita dapat menggunakan pengertian “Pemuda “ menurut UU No. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan. PENGERTIAN “Pemuda” adalah warga negara Indonesia memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Sedangkan pengertian “Kepemudaan” adalah berbagai hal berkaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda.
-----------------
CATATAN: Makalah MUCHTAR EFFENDI HARAHAP untuk “Civic Education for University Student”, Kampus Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Desember 2011
.